Ada dua versi nama Sendang Mas. Versi pertama merupakan kependekan dari Seni Pedalangan Banyumas untuk memberi nama gagrag Banyumasan yang berbeda dengan gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta. Versi kedua menyebutkan nama Museum Sendang Mas berasal dari nama sumur kecil di belakang pendopo Si Panji yang sampai sekarang masih mengeluarkan air. Diameter sumur 0,5 meter dengan kedalaman kurang lebih 2 meter.
Museum ini berdiri 31 Desember 1983 atas prakarsa bapak Soepardjo Rustam, bersama Senawangi (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) dan tokoh-tokoh Banyumas lainnya. Museum ini, berada di kompleks Pendopo Duplikat Si Panji, Banyumas, di jalan Kawedanan no. 1 atau Jl. Gatot Soebroto No. 1. Dulu merupakan bekas pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas sebelum dipindah ke Purwokerto. pada masa pemerintahan bupati ke-14 RT Martadireja II (1832 – 1882), yang berjarak sekitar 15 kilometer dari Purwokerto. Museum wayang Sendang Mas menempati bangunan yang bercirikan limasan berada diatas tanah seluas 0,20 Ha dengan luas bangunan seluas 252 m2.
Koleksi Museum Sendang Mas, antara lain Wayang Gagrag Banyumasan tempo dulu dan sekarang, Gagrag Yogyakarta, Wrayang Krucil, Wayang Prajuritan, Wayang Kidang Kencana, Wayang Golek Purwa, Wayang Golek Menak, Wayang Suluh, Wayang Beber, Wayang Kulit Purwa, Wayang Suluh, Wayang Golek Purwo, Wayang Golek Menak, Wayang Krucil, Wayang Beber, Gamelan Slendro, Calung/Angklung, Kaligrafi Huruf Jawa, Wayang Suket/Adam Marifat, Banyumas Tempo dulu, dan masih banyak lagi. Selain itu terdapat benda Tosan Aji, Buku perpustakaan dan arkeologi yang memamerkan sejumlah peninggalan peralatan dari bahan baku batu dan kayu.
Di museum, kami juga melihat dan mengetahui secara persis kekhasan gagrag Banyumasan, terletak pada salah satunya adanya tokoh Bawor yang pada gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta disebut sebagai Bagong. Gending yang ditampilkan pada gagrag Banyumasan adalah gending kembangglepang dan gending-gending Banyumasan lainnnya, sedangkan pada gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta dipakai gagrag Ngayogyakarta maupun Surakarta gending Sulukan, pangkur, dan sebagainya.
Lepas dari itu, kami melihat lintasan sejarah, dimana Kesenian wayang telah melampaui masa ribuan tahun dan terus bertahan dengan menyesuaikan kemajuan jaman. Sejumlah ilustrasi dari berbagai bahan yang telah digunakan dalam pewayangan digambarkan di dalam museum, penggabungan seni dan budaya yang tak lekang dimakan jaman. Dan itu sesuai dengan pendapat Soediro Satoto (2003) seni merupakan lembaga sosial, dokumentasi sosial, cermin sosial, moral sosial, eksperimen sosial, sistem sosial, sistem semiotik, baik semiotik sosial maupun budaya yang amat kaya nuansa makna yang terkandung dalam tanda-tanda yang terbangun oleh seni pertunjukan. Artinya, dalam mempelajari seni, maka juga harus memahami wawasan kebudayaan. Keduanya saling terkait dan menyusun satu sama lain
Jam kunjung, Senin – Kamis 07.15 – 14.15, Jumat : 07.15 – 11.15, Sabtu: 07.15 – 12.45. hari Minggu tetap dilayani, temui penjaga Museumnya dengan senang hati pengunjung akan dilayani.
***
Sumber: http://wisata.kompasiana.com | Penulis: Singgih Swasono | Foto: Singgih Swasono