Suku kerinci dikenal sebagai salahsatu suku tertua yang mendiami Pulau Sumatera. Oleh karena itu Suku Kerinci memiliki peradaban dan kebudayaan sejak dulu yang menyebabkan suku ini memiliki berbagai kekhasan budaya. Salah satunya adalah penggunaan bahasa Kerinci. Meskipun masih tergolong ke dalam rumpun bahasa Melayu, bahasa kerinci diperkirakan telah hidup lebih tua karena telah ada sebelum pengaruh Arab masuk dan mempengaruhi kebidayaan Melayu. Ini dibuktikan dengan ditemukannnya beberapa naskah kuno yang ditulis dengan Bahasa Kerinci Kuno. Tulisan ini dikenal dengan Aksara Incung, tulisan ini sudah digunakan oleh masyarakat Suku Kerinci sejak berabad-abad yang lalu. Penggunaan tulisan ini juga menyebar ke wilayah lampung dan rejang.
Aksara Incung mulai dipergunakan secara luas mungkin pada abad ke-4 Masehi. Pada awalanya, Aksara incung ditulis dengan sejenis benda runcing yang guratannya mirip dengan tulisan paku aksara babilonia kuno. Bentuk grafis aksara Incung didientifikasi hampir mirip dengan aksara daerah Sumatera lainnya seperti Batak, Rejang, dan Lampung. Walaupun begitu banyak juga ditemui perbedaan yang mendasar sehingga aksara ini tidak bisa dikatakan sama dengan aksara-aksara yang dipakai oleh suku lain. Kesamaan yang terjadi dimungkinkan karena mereka scara geografis mendiami wilayah pulau sumatera lalu seiring dengan perkemabangan, aksara tersebut mengalami corak khas yang menyesuaikan dengan kondisi dan pusat induk kultur suku-suku tersebut. Hasil penelitian mencatat terdapat 271 naskah kuno di bumi Kerinci dan 158 di antaranya ditulis dengan aksara incung yang diabadikan di berbagai media seperti di tanduk, ruas buluh, tulang, kulit kayu dan tapak gajah. Hanya saja, pada naskah tersebut tidak ditemukan petunjuk angka untuk bilangan. Bisa disimpulkan bahwa aksara Incung tidak mengenal aksara bilangan atau angka sehingga menyebabkan tidak didapati penanggalan maupun tanggal penulisannya.
Lahirnya aksara Incung pada Masyarakat Kerinci Kuno bisa jadi didasari oleh pemikiran akan pentingnya pendokumentasian berbagai peristiwa kehidupan, kemasyarakatan dan sejarah melalui karya tulis. Bukti-bukti sejarah aksara Incung ini terdapat pada naskah-naskah kuno Kerinci. Ada dari naskah-naskah tersebut terdapat pendahuluan kata-kata berbunyi Basamilah Mujur Batuwah Jari Tangan Aku Mangarang Surat Incung Jawa Palimbang pada Bambu dua ruas tulisan Incung pusaka Depati Satio Mandaro di Desa Dusun Dilir Rawang dan Ah Basamilah Akung Mangarang Parapatah Surat Incung Jawa Palimbang pada Bambu dua ruas tulisan Incung pusaka Rajo Sulah Desa Siulak Mukai.
Dalam perkembangannya, masuknya pengaruh agama Islam ke Nusantara yang juga masuk ke wilayah Kerinci mengakibatkan penulisan naskah-naskah beralih ke aksara Arab dan bahasa Melayu. Pengaruh islam dalam karya sastra dapat dilihat pada cerita tentang Nabi Adam, Nabi Muhammad SAW, cerita tentang ajaran dan kepercayaan Islam serta cerita mistik dan tasauf. Walaupun begitu, masuknya pengaruh Islam tidak mengahpuskan atau mengabaikna keberadaan aksara Incung tetapi menulis naskah-naskah Incung dengan memasukkan unsur-unsur ajaran Islam atau memperkaya karya sastra Incung dengan nuansa Islam.
Walaupun masyarakat kerinci masih tergolong rumpun bangsa Melayu baik secara kesukuan ataupun kebahasaan. Akan tetapi, sebagai Suku yang memiliki kebudayaan dari peradaban tua melayu, bahasa kerinci dan aksara Incung jelas berbeda dengan bahasa Melayu pada umumnya. Hal ini sesuai dengan latar belakang bahwa induk suku Kerinci berasal dari Proto Melayu sehingga proses perjalanan sejarah orang Kerinci baik pemakaian aksara maupun fonetis bahasanya banyak mendapat pengaruh lingkungan alam dan budaya lokal Kerinci. Karena itulah, kebudayaan local Kerinci yang hamper terlupakan ini harus memperoleh perhatian khusus agar tidak punah.
***
Sumber: wacananusantara.org