Jakarta - Sejumlah negara serumpun yakni Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura berharap banyak pada Indonesia menyangkut keberlangsungan bahasa Melayu.
"Indonesia memiliki jumlah penutur yang mencapai 240 juta jiwa, tentu dengan jumlah penutur yang banyak itu, bahasa Melayu bisa menjadi bahasa dunia," ujar Pengurus Lembaga Pengelola Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, Professor Dato Seri Dr MD Salleh Yaapar, di Jakarta, Rabu.
Sementara jumlah penutur di negara seperti Malaysia hanya 45 juta jiwa. Masalah utama adalah bahasa itu mau digunakan atau tidak.
Ia memberi contoh mengenai transportasi massal di Jakarta yang dinamakan TransJakarta Busway. Begitu juga di mal yang ada di Jakarta lebih banyak menggunakan bahasa Inggris.
Perwakilan dari Brunei Darussalam, Dayang Aminah binti Haji Mumin, mengatakan, perlu ada peraturan yang bertujuan melindungi bahasa Melayu tersebut. Di Brunei Darussalam, sudah ada peraturan mengenai penggunaan wajib bahasa Melayu di pertokoan.
"Kami mengutamakan aksara Jawi di pertokoan, karena memang sudah ada peraturan mengenai hal tersebut. Kecuali untuk waralaba seperti Kentucky Fried Chicken, maka tidak kami terjemahkan ke bahasa Melayu karena merk dagang," jelas Aminah.
Aminah mengatakan pihaknya bersama dengan negara serumpun lainnya, berharap Indonesia menjadi pusat acuan demi keberlangsungan bahasa Melayu.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti, mengatakan memang diperlukan aturan mengenai penggunaan bahasa Indonesia yang baik di Tanah Air.
"Para pengembang misalnya, lebih menyukai menggunakan istilah asing dari pada bahasa sendiri dengan alasan lebih menjual. Padahal seharusnya, lebih baik menggunakan istilah dari bahasa sendiri," kata Wiendu.
Seminar Kebahasaan dan Sidang Eksekutif MABBIM ke-53 dilangsungkan di Jakarta, 2 hingga 7 Juni. Seminar tersebut membahas keberlangsungan bahasa Melayu, yang merupakan akar dari bahasa Indonesia.
Sumber: http://utama.seruu.com