Membaca Maestro Seni Rupa Indonesia

JAKARTA, Setelah tiga bulan menggelar pameran tunggal karya seni Srihadi Soedarsono (80) di Art;1 News Museum, Jakarta, sejak 30 Mei, pada Sabtu (1/9) siang, sebagai penghormatan kepada salah satu maestro seni rupa Indonesia itu, dirilis buku Srihadi dan Seni Rupa Indonesia.

Buku yang ditulis kurator seni Jim Supangkat itu, sekaligus dibedah oleh Guru Besar dan ahli filsafat Universitas Katolik Parahiyangan, Prof Dr Bambang Sugiharto dan Irma Damajanti dari Institut Teknologi Bandung. Dibantu A. Rikrik Kusmara dari Lembaga Penelitian Seni Rupa ITB, segala sisik melik keberadaan Srihadi dalam kazanah seni rupa Indonesia, dikuak dalam momen itu.

Bebarengan dengan bedah buku itu, dilakukan juga lelang lukisan milik Srihadi berjudul "Bedaya Ketawang-Beauty of the Soul" yang dibuat dari bahan oil on canvas berukuran 240 x 130 cm. Keuntungan dari lelang lukisan yang pada angka pembukaannya oleh Balai Lelang Sotheby's Auction yang dipimpin Deborah Iskandar dihargai Rp 600 juta rupiah, dan akhirnya ditutup pada harga Rp 1,3 miliar itu, "Sebagian hasil lelangnya akan didonasikan ke Yayasan Kasih Mulia dan Yayasan Hati Suci," ujar Marta Gunawan di Jakarta, Sabtu (1/9).

Buku Srihadi dan Seni Rupa Indonesia diklaim sebagai upaya nyata dalam menuliskan sejarah seni rupa, teristimewa seni rupa lokal Indonesia, serta pemahaman tentang global art. Buku ini diharapkan dapat membantu perbedaan persepsi yang berkaitan dengan perbedaan budaya, konteks dan perkembangan.

Menggunakan pendekatan berbagai disiplin ilmu, buku ini membahas juga sejarah, posisi, dan peran Srihadi selama 65 tahun berkarya dalam sejarah perkembangan seni rupa modern dan kontemporer Indonesia. "Sekaligus membuktikan karya-karya Srihadi menunjukkan benang merah sejarah seni rupa Indonesi," ujar Jim Supangkat.

Filosofi Jawa
Prof Dr Bambang Sugiharto mengatakan, "Buku ini sangat elaboret menempatkan karya-karya pak Srihadi dalam segala kiprah seni rupanya." Dia menambahkan, perjalanan berkesenian Srihadi layaknya, "The journey of soul." Srihadi, kelahiran Solo, Jateng pada 4 Desember 1931 di mata Bambang, sangat terpengaruh filosofi Jawa dalam setiap karyanya. Seperti gemar mempersoalkan Kawicaksanan (Kearifan) dan Widyantara (Pengetahuan tentang kehidupan/ilmu pengetahuan yang diperlukan sebagai dasar pendidikan).

Meski demikian, setelah kuliah di Fakultas Teknik UI di Bandung --yang kemudian menjadi ITB--, dan katam di sana pada 1959 ada beberapa pengayaan fase pendewasaan intelektualitas. Apalagi saat Srihadi melanjutkan pendidikan di Ohio State University, Columbus, Ohio AS pada 1960 hingga 1962 dan mendapatkan gelar Master of Art.

"Pada masa itu Srihadi bersentuhan dengan kecenderungan action painting dan abstract expressionisme yang sedang mendominasi di AS," kata Bambang.

Setelah itu, masih menurut Bambang, pergeseran gaya Srihadi mengarah ke gaya konstekstual. Dengan menghadirkan karya kritik yang mengarah ke militer, feodalisme, juga urbanisme, yang sempat membuat Gubernur DKI saat itu, Ali Sadikin tersinggung pada lukisan Srihadi berjudul "Air Mancur" (1973) yang dia nilai "menghina" kota Jakarta.

Si empunya gawe, yang terlihat masih sehat dan sentosa, didampingi istri terkasihnya, hanya berujar ringan menanggapi sanjung puji yang dialamatkan kepadanya, "Seni saya sebagai ibadah..," katanya. Pemikiran filosofis Srihadi itu, mengutip ceramahnya yang pernah dia katakan di Museum Nasional Singapura pada 1991, "Semata sebagai perenungan dan penghayatan." Meminjang ungkapan dalam Bahasa Jawa yang berbunyi, "Sing ana ora ana, sing ora ana, ana". Yang artinya, "Yang ada sesungguhnya tidak ada, yang tidak ada pada hakikatnya ada".

Sebagai catatan, pameran tunggal Srihadi kali ini, merupakan pameran tunggal Srihadi yang ke-16 kali, sejak pameran tunggalnya pada 1962, yang terdiri dari 130 karya seni rupa dari sketsa, print, drawing dan lukisan yang belum pernah dipamerkan sebelumnya. Via pameran ini, sebagaimana dikatakan Gunawan Jusuf dari Sugar Group Companies yang bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Seni Rupa ITB yang menaja kegiatan, "Diharapkan makin memperdalam cita rasa apresiasi publik kepada karya seni," katanya.

(Benny Benke/CN15)

Sumber : suaramerdeka.com
-

Arsip Blog

Recent Posts