ADA dua status yang erat melekat pada sosok Yudi Prianto. Pertama, dia putra Bibit Samad Rianto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Kedua, dia aktivis di Lumbung Informasi Rakyat, organisasi yang berafiliasi ke lingkaran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Meski baru setahun bergabung, mahasiswa semester akhir Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta ini telah dipercaya menjadi Wakil Gubernur Lira Banten. Kini -namanya terseret ke dalam lingkaran makelar kasus korupsi. Sejumlah tersangka mengaku ditawari “bantuan” oleh pria 35 tahun itu.
Akhir Februari lalu, Yudi bersedia diwawancarai Tempo di sebuah restoran di Bintaro, Tangerang, Banten.- -Selama dua jam, dengan suara lirih, ia menjawab tudingan-tudingan itu. “Ini upaya mencari-cari kesalahan Bapak,” kata ayah dua anak ini.
Benarkah Anda menghubungi Hariadi Sadono, tersangka kasus Perusahaan Listrik Negara?
Pak Hariadi Sadono minta bantuan. Tapi dia percaya diri tak bersalah. Jadi saya enjoy saja. Hanya, orang-orang Pak Hariadi, seperti Pak Agung Kuswarjanto, rekanan PLN, yang meminta agar tetap “dibantu”.
Anda dekat dengan Hariadi?
Tidak juga. Yang dekat itu Joseph Kapoyos, aktivis Lira. Saya kenal Pak Joseph karena kami memiliki teman yang sama: orang-orang dalam lingkar Cikeas. Mereka juga aktif di Partai Demokrat. Pak Joseph yang mengajak saya bertemu dengan Pak Hariadi.
Soal “bantuan” itu, apakah Anda diminta menjadi pengacara?
Kalau yang aku tangkap, lebih dari itu. Tapi aku bilang tak bisa. Paling saya bisa membantu pengacara. Sebenarnya pengacara banyak yang bagus, tapi mereka bilang butuh link ke KPK.
Karena Anda anak Pak Bibit?
Iya. Tapi Pak Hariadi sih tidak terlalu. Pak Agung yang aktif meminta bantuan saya.
Informasi yang kami dapat, justru Anda yang aktif menawarkan bantuan....
Aku hanya menawarkan Pak Edison van Bullo sebagai pengacara. Dia dosen pembimbingku di Universitas Bhayangkara. Beliau minta fee Rp 1,5 miliar, Pak Agung menawar Rp 500 juta. Edison tak mau. Akhirnya tak jadi pakai Edison karena ada beda pandangan dari Pak Agung dan keluarga Hariadi. Ya sudah, tak jadi. Besoknya, Hariadi ditahan. Satu atau dua hari sebelumnya, aku memang ke rumah Pak Hariadi. Ngobrol sebentar.
Bagaimana detail perhitungan angka Rp 1,5 miliar?
Dari pengacara, aku tak tahu. Pak Edison yang nawarin.
Ini informasi kami: setelah angka itu ditolak, Anda minta Rp 150 juta untuk biaya berobat ayah Anda?
Sebenarnya pinjam, cuma bunyinya memang untuk biaya berobat. Kalau aku minta, ya enggak.
Permintaan itu dipenuhi?
Sepuluh ribu saja enggak. Itu permintaanku pribadi ke Mas Agung. Bukan untuk Bapak.
Agung bilang Anda meminta biaya lain untuk biaya ke KPK. Benar?
(Terdiam.) Kan, nanti ada interaksi dengan orang KPK segala macam....
Jadi ada biaya untuk KPK?
(Terdiam lama.) Kayaknya enggak...
Anda juga mendekati tersangka seperti Wali Kota Manado dan Direktur Bank Jabar. Itu informasi yang kami dapat. Ada komentar?
Wali Kota Manado? (Terdiam lama. Matanya berkaca-kaca.) Ooh, iya ya.... Waktu itu dia mau pindah tahanan, dari (Kepolisian Resor) Jakarta Utara ke Rumah Tahanan Brimob di Kelapa Dua. Tapi kan aku bilang itu mesti dari kuasa hukumnya. Nah, kuasa hukumnya sudah mengajukan, tapi gagal.
Anda menemui Wali Kota Manado di tahanan bersama Joseph?
Ya. Aku cuma ngomong bisa bantu kuasa hukum saja. Sebelumnya memang pernah ketemu, tapi konteksnya rencana pembentukan Lira Manado. Pak Joseph kan asalnya dari sana.
Kabarnya, dia telah menyetor Rp 500 juta....
Wow...!
Kalau Direktur Bank Jabar?
Hmm.... (Tidak menjawab.)
Jadi, para tersangka yang aktif minta bantuan Anda?
Kalau saya kasih sinyal negatif, biasanya mereka mundur. Tapi selalu saya sarankan bantuan kuasa hukum.
Anda punya akses ke KPK?
Dari Bapak. Tapi biasanya Bapak bilang, “Ngapain kamu ikut urusin?”
Anda mengenal Ary Muladi?
Boro-boro. Itu coba disambung-sambungin aja....
Ary Muladi menyebutkan ciri-ciri Yulianto. Anda memiliki ciri yang mirip.
Saya sudah lama dengar. Bahkan sebelum Bapak jadi tersangka.
Lo, sebelum ayah Anda menjadi tersangka, Ary Muladi kan belum menyebut Yulianto?
Itu informasi yang aku dapat.
Dari mana?
Ada pokoknya... kurang-lebih begitu. Aku cuma ngomong sama Bapak.
Jadi, Anda Yulianto atau bukan?
Istriku juga bertanya: sebenarnya seperti apa...
Anda menyesal terlibat lingkaran makelar kasus?
Menyesal banget. Saya tak menyangka bakal begini....
Sumber : Majalah Tempo, Kamis, 11 Maret 2010