Ary Muladi: Yulianto Tidak Fiktif

ARY Muladi ibarat pusat dalam perseteruan “Cicak versus Buaya” pada akhir tahun lalu. Pria 53 tahun ini menerima duit Rp 5,1 miliar dari pengusaha asal Surabaya, Anggodo Widjojo. Ia berjanji bisa membantu membebaskan Anggoro Widjojo, kakak Anggodo, yang sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus korupsi pengadaan radio komunikasi di Kementerian Kehutanan.

Kepada polisi, Juli tahun lalu, Ary mengatakan semua duit diserahkan ke para pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Polisi pun menetapkan dua Wakil Ketua Komisi, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, sebagai tersangka. Tapi Ary kemudian mencabut pengakuan itu. Alasannya, keterangan itu dibuat Anggodo. Ia lalu menyampaikan pengakuan baru: duit itu diserahkan melalui orang bernama Yulianto.

Namun Yulianto seperti angin. Namanya ada, sosoknya tak jelas. Polisi pun tak berhasil menemukan orang ini. Ary dicurigai membuat tokoh rekaan untuk menyelamatkan diri. Kepada Tempo, pertengahan Februari lalu, Ary menyatakan Yulianto bukan tokoh fiktif. Sepanjang dua jam wa-wancara di sebuah restoran Jepang, Jakarta Selatan, Ary menjawab setiap pertanyaan dengan tenang dan emosi yang terjaga.

Benarkah uang dari Anggoro sampai ke para pemimpin KPK?

Menurut Yulianto begitu. Dia bilang untuk KPK sudah ada bagian-bagiannya.

Bukankah Yulianto itu tokoh fiktif?

Tidak. Saya ketemu dia di Hotel Crowne, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Waktu itu uang sudah saya serahkan ke dia. Setelah kasus ini diusut, polisi mengecek ke sana. Memang ada bukti pembayaran kamar atas nama Yulianto asal Surabaya pada Maret 2009. Ini bukti bahwa Yulianto atau Anto ada. (Kepada Tempo, yang meminta konfirmasi, manajemen Hotel Crowne membantah keterangan Ary.)

Sejak kapan Anda mengenal Yulianto?

Dikenalkan Haji Labib asal Surabaya. Kami sama-sama rekanan Per-usahaan Daerah Air Minum. Waktu itu saya punya proyek kabel, pemipaan. Haji Labib bilang Anto punya jaringan di polisi. Kalau butuh izin-izin, ngomong saja sama dia. (Haji Labib Syaifuddin meninggal Juli 2009.)

Kok, Anda bisa teringat Yulianto ketika Anggodo minta tolong?

Karena Anto pernah bilang, “Pak Ary, kalau punya urusan sama polisi dan kejaksaan, silakan hubungi saya.” Waktu Anggodo menelepon minta tolong, saya minta waktu. Saya lalu menghubungi Anto: apakah punya kontak di KPK yang bisa bantu. Anto bilang ada. Saya kembali menelepon Anggodo dan bilang bisa membantunya.

Anda pernah mempertemukan Anggodo dengan Yulianto?

Ya enggak pernah, dong. Kalau Anggodo tahu saya tak langsung berhubungan dengan KPK, tapi melalui Yulianto, turun dong gengsi saya, he-he-he....

Kenapa baru belakangan menyebut Yulianto?

Saya tertekan. Saya tak tahan bohong terus. Kalau bohong terus, kasihan KPK, Pak Bibit, dan Pak Chandra.

Bohong bagaimana?

Kan, ada kronologi yang telah dibuat Anggodo. (Inti kronologi itu: duit sudah sampai ke para pejabat KPK.) Sewaktu diperiksa polisi, saya tinggal membacakan kronologi itu.

Bisa disebutkan lagi ciri-ciri Yulianto?

Dia seperti orang Tionghoa. Perlente: selalu melipat lengan bajunya dengan amat halus. Umurnya 40-an. Rambutnya selalu rapi; kalau tertiup angin, belahannya kelihatan. Alisnya lurus dengan ujung agak naik.

Kami punya foto dengan ciri-ciri seperti itu....

(Agak terkejut, Ary mendorong kembali foto itu.) Bukan dia. Ini bukan Yulianto saya. Ini orang Tionghoa. Kalau Yulianto, seperti Tionghoa, tapi bukan.

Anda kenal orang di foto ini?

Tidak. Siapa dia?

Ini Yudi Prianto, anak Bibit Samad Rianto....

Wah.... Jadi, kalau saya kenal dia, uang itu sampai ke Bibit melalui dia? Ha-ha-ha..., saya tahu arah pertanyan Anda ke mana....

Oke, soal lain: Anda kenal Obi?

Kenal. Dia teman di Surabaya... Eh, Obi yang mana?

Nama aslinya Amoriza Harmonianto, yang berjanji membantu tersangka kasus korupsi di PLN....

Saya tak tahu.

Obi mengaku menyerahkan Rp 3,89 miliar untuk penyidik KPK melalui Anda....

Wah, sugih bener saya. Cerita apa lagi ini? Masak, tiap ada kasus soal uang dengan KPK saya terlibat?

Kepada polisi, Obi mengatakan tiga kali menyerahkan uang kepada Anda. Satu di antaranya di Masjid At-Taqwa, Kebayoran Baru. Tukang parkir di sana mengenal Anda....

Saya memang sering ke sana. Telepon seluler saya juga hilang di sana sewaktu salat Jumat. Saya mencari-nya bersama tukang-tukang parkir. Jadi mereka pasti kenal saya. Tapi, kalau serah-terima uang, tidak ada. Kenal saja enggak dengan Obi.

Seberapa dekat Anda kenal Ade Rahardja, Direktur Penyidikan KPK?

Kenal dalam arti dekat tidak. Saya pernah ketemu dan salaman sewaktu ada acara serah-terima jabatan Pak Ade sebagai Kepala Kepolisian Wilayah Kota Surabaya. Cuma salaman. Kalau kenal itu kan tidak sekadar salaman, tapi juga bicara-bicara. Saya tidak.

Sumber : Majalah Tempo, Kamis, 11 Maret 2010
-

Arsip Blog

Recent Posts