Jakarta - "Adat Basandi Syarak, Syarak basandi jo Kitabullah" itulah pesan yang keluar dari acara Bajamba, tradisi rakyat Minang yang digelar dalam Festival Seni Budaya Nusantara pekan lalu.
"Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi jo Kitabullah" yang dalam bahasa Indonesia artinya Adat Bersendikan Syariat, Syariat Bersendikan Kitab Allah'. Ini merupakan pepatah di adat Minang yang masih terus dijaga dan dilestarikan. Masyarakat Minang melalui semua aktivitas dan kegiatannya ingin tetap menjaga norma-norma yang berlaku dalam kehidupan adat istiadat Minang.
Makan Bajamba menjadi salah satu perwujudan dari pepatah tersebut. "Di dalam hadist Rasullulah, dikatakan bahwa makan bersama itu ada berkahnya. Dan Sunah-sunah Rasullullah juga diperhatikan," ujar Pinta Rasad, Koordinator 'Makan Bajamba'.
Sunah yang dimaksud Pinta contohnya makan dengan menggunakan tangan dan menghormati orang yang lebih tua. Di adat Makan Bajamba, tidak ada sendok dan garpu yang disediakan. Semua makan dengan tangan. Dan untuk memperlihatkan kebersamaan, beberapa orang makan dalam satu wadah.
"Saat makan bersama, yang perlu diperhatikan juga, tidak boleh mengambil lauk yang jaraknya jauh dan dahulukan orang tua," ujar Pinta yang juga anggota dari Komunitas Cinta Berkain (KCB).
Selain itu, tidak ada tisu atau serbet makan yang disediakan. Selalu hadir daun pisang di acara Makan Bajamba. "Hingga kini, tetap tidak ada tisu," lanjut Pinta.
Fungsi daun pisang ini untuk menghapus lemak yang menempel di tangan. Caranya dengan merobek daun pisang itu menjadi lembaran yang lebih kecil kemudian diremas-remas hingga lemak dan sisa-sisa makanan yang menempel di tangan hilang. Setelah itu baru cuci atau bilas dengan air.
Makan Bajamba biasanya digunakan untuk acara-acara resmi. Salah satunya acara pernikahan. Acara ini hadir saat calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita dan disediakanlah acara Makan Bajamba. Untuk acara pernikahan, Makan Bajamba menyediakan lauk sebanyak 9 jenis. Lauk ini wajib ada. Tambahannya hanyalah kue-kue khasa masyarakat Minang.
Lauk yang wajib adalah seperti Selada Padang, Rendang, Gulai itiak, Ayam Goreng, Ayam Patek, Perkedal, Sayur Buncis, juga Ayam Semur. Semua harus ada dan tidak boleh ketinggalan.
Sayangnya, tradisi ini diakui Pinta sudah mulai luntur. Banyak generasi muda yang sudah mulai tidak mengenal dan melupakan tradisi kebersamaan ini.
"Ini yg ingin kita hidupkan lagi. Banyak yang sudah tidak memakai tradisi ini dalam acara pernikahan padahal seharusnya itu wajib dilakukan," papar Pinta.
Melalui Makan Bajamba ini, Pinta ingin kembali memperkenalkan kepada masyarakat umum dan gerenasi muda berdarah Minang. "Tentu cara memperkenalkannya dengan menarik tradisi ini ke settingan yang berbeda semisal acara Garden Party," ungkapnya.
Makan bajamba biasanya dibuka dengan berbagai kesenian Minang, kemudian diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an, hingga acara berbalas pantun. Pada 1 Desember 2006, penyelengaraan makan bajamba yang dilaksanakan dalam rangka memperingati HUT ke-123 kota Sawahlunto tercatat dalam Museum Rekor Indonesia sebagai acara makan bersama terbanyak dan terpanjang, karena diikuti oleh 16.322 orang.
Tradisi ini diyakini berasal dari Koto Gadang, kabupaten Agam, Sumatera Barat, dan diperkirakan telah ada sejak agama Islam masuk ke Minangkabau sekitar abad ke-7. Oleh karena itu, adab-adab yang ada dalam tradisi ini umumnya didasarkan pada ajaran Islam terutama Hadits.
Beberapa adab dalam tradisi ini di antaranya adalah seseorang hanya boleh mengambil apa yang ada di hadapannya setelah mendahulukan orang yang lebih tua mengambilnya. Ketika makan, nasi diambil sesuap saja dengan tangan kanan. Setelah ditambah sedikit lauk pauk, nasi dimasukkan ke mulut dengan cara dilempar dalam jarak yang dekat.
Ketika tangan kanan menyuap nasi, tangan kiri telah ada di bawahnya untuk menghindari kemungkinan tercecernya nasi. Jika ada nasi yang tercecer di tangan kiri, harus dipindahkan ke tangan kanan lalu dimasukkan ke mulut dengan cara yang sama.
Tujuan makan dengan cara tersebut agar nasi yang hendak masuk ke mulut bila tercecer tidak jatuh ke piring, sehingga yang lain tidak merasa jijik untuk memakan nasi yang ada dalam piring secara bersama-sama. Selain itu, posisi duduk juga harus tegap atau tidak membungkuk dengan cara basimpuah (bersimpuh) bagi perempuan dan baselo (bersila) bagi laki-laki. Kemudian setelah selesai, tidak ada lagi nasi yang tersisa di piring, dan makanan yang disediakan wajib dihabiskan.
Sumber: http://www.tribunnews.com