Melaka, Malaysia - Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat Lembaga Adat Melayu Riau (MKA LAM Riau) H Tenas Effendy tampil sebagai pembicara kunci (keynote speaker) pada Konferensi Internasional Mengenai Bisnis, Seni Budaya, dan Komunikasi Islam atau International Conference on Islamic Business, Art Culture & Communication (ICIBACC 2014), di Hotel Equatorial, Melaka, Malaysia, Selasa sore (26/8/2014).
Konferensi diselenggarakan Department of Research & Industrial Linkages Universiti Teknologi Mara (UiTM Melaka), Higher Education Learning Academy (AKEPT), Kementerian Pendidikan Malaysia, serta Sekretariat Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) dibuka secara resmi oleh Yang Dipertua Negeri Melaka Tuan Yang Terutama (TYT) Tun Datuk Seri Utama Mohd Khalil bin Yaacob dan mengambil tema Addressing Challenges & Sustaining Excellence in a Globalised Malay & Islamic World.
Dalam paparannya pada konferensi yang berlangsung selama 2 hari pada 26-27 Agustus 2014 ini, Tenas Effendy antara lain menyinggung mengenai kurang dihargainya Bahasa Melayu.
Pada kesempatan tersebut, Tenas menyampaikan permohonan maafnya karena harus berucap dengan menggunakan Bahasa Melayu. Hal itu ia lakukan mengingat majelis konferensi yang dilaksanakan tersebut dalam upaya mengangkat marwah Melayu.
''Di Malaysia ada ungkapan yang mengatakan bahwa bahasa jiwa bangsa, kalau jiwa yang dilaungkan itu diabaikan bagaimana dengan nasib Melayu itu,” kata Tenas.
Di Indonesia, menurut Tenas, Bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia. Hal ini menunjukkan begitu besar peranan Bahasa Melayu. “Peranan Bahasa Melayu begitu besar mengapa diabaikan,” kata Tenas.
Menurut Tenas, dirinya hampir selama tujuh tahun di Universiti Malaya sebagai karyawan tamu di sana dan dua kali menjadi karyawan tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, selama itu ada beberapa kali pertemuan yang diikuti seluruhnya orang Melayu namun sayangnya mereka tidak menggunakan Bahsa Melayu melainkan menggunakan Bahasa Inggris.
''Saya katakan, bila masanya kita mengangkat Bahasa Melayu? Kalau bukan kita yang orang Melayu menghargai bahasa dan kebudayaan siapa lagi. Bagi saya ini perkara yang sangat penting,” ujar Tenas.
Pada kesempatan tersebut Tenas juga menyinggung soal kepemimpinan dimana dirinya sebagai orang yang sudah cukup lama pernah di Melaka, dirinya mengagumi tokoh Laksamana Hang Tuah.
Menurut Tenas, pada tahun 1970, dirinya mendapat informasi dari salah seorang pengerusi [pengurus, red] Persatuan Sejarah Melaka yang mengatakan telah menemukan makam Hang Tuah di Tanjung Keling, Perigi Hang Tuah, dan situs bersejarah lainnya.
Pada tahun 1986, dirinya ke Tanjung Keling dan melihat kuburan panjang dan ada rumah tinggi yang menurut orang di sana merupakan makam Hang Tuah.
Ketika itu, dia mendapat pertanyaan bagaimana pendapatnya mengenai makam tersebut. “Jika orang lain yang tidak memiliki bukti berani mengatakan, mengapa tidak diakui itu sebagai makam Hang Tuah. Akhirnya makam di Tanjung Keling itu dipugar,” kata Tenas.
Begitu juga ketika Istana Melaka dibangun, dirinya juga dijemput ke sana dimana Istana Melaka dibangun kembali dengan simbol-simbol kemelayuan. “Upaya ini bagus supaya generasi muda dapat melihat contoh dan falsafah apa yang ada dalam seni bangun istana Melayu itu. Ketika dibangun Taman Mini, tunjukkan keberagaman Melayu yang ada di Malaysia,” ujarnya.
Selain itu, berbincang mengenai masalah kepemimpinan, Tenas mengingatkan kembali apa yang dikatakan Hang Tuah sebagaimana yang selalu ia dengar di Malaysia yaitu Takkan Melayu hilang di dunia.
Ungkapan tersebut hanya satu ayat saja sementara secara lengkap Hang Tuah mengatakan Tuah sakti hamba negeri, esa hilang dua terbilang, patah tumbuh hilang berganti, takkan Melayu hilang di dunia (bumi).
Hang Tuah mengatakan tuah sakti hamba negeri hal itu bermakna bahwa orang bertuah memiliki harkat martabat dan harga diri yang tinggi dan sebagainya.
Itu saja belum cukup harus didukung semangat yaitu esa hilang dua terbilang dimana semangat itu harus diwariskan dari generasi ke generasi sebagaimana dalam ungkapan patah tumbuh hilang berganti.
''Jadi, harkat dan martabat itu didukung oleh semangat yang tinggi dan diwariskan dari generasi ke generasi, insya Allah Melayu tidak hilang di dunia,” kata Tenas.
Selain itu, tokoh yang di Melaka yaitu Sultan Mahmudsyah I dimana beliau dikalahkan Portugis berundur sampai ke Bintan dan akhirnya sampai ke Kampar.
Perlawanan Sultan Mahmudsyah I kepada Portugis mulai dari Melaka dibantu oleh Adipati Unus dari Demak sampai ke Kampar, di Kepulauan Riau di sana Sultan mendirikan tiga kubu yaitu Kubu Datinasi, Kubu Pangkalan Panduk, dan Kubu Pangkalan Melaka.
Apa yang menarik pada waktu Sultan meresmikan kubu yang terakhir itu, dimana Sultan bersama Tun Fatimah mengatakan Pulau Sarap Pulau Sijuki, Ketiga dengan sipulau pinang, walaupun lesap mahkota kami, marwah Melayu berpantang hilang.
''Apakah kita sudah memikirkan marwah Melayu yang seharusnya kita jaga. Marwah terletak ke dalam aspek-aspek budaya, dalam bahasa, seni bina, pakaian, ungkapan kita. Harkat martabat tuah dan marwah.
Menurut Tenas, generasi muda termasuk di Malaysia sendiri sering bertanya siapa tokoh di masa kini yang bisa menjadi contoh. “Kita memerlukan tokoh yang bisa menjadi contoh bagi yang senonoh, menjadi guru yang sejudu,” kata Tenas.
Tenas mengingatkan agar orang Melayu bisa menunjukkan simbol-simbol Melayu. “Saya sebagai orang Melayu merasa perlu mengingatkan bahwa kunci kejayaan Melayu agar kita mengekalkan jati diri kemelayuan.
Sumber: http://www.goriau.com