Toraja Utara, Sulsel - Opera Toraja membuka Toraja International Festival 2014 di Ke’te’ Kesu’, Rantepao, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Senin (11/8/2014) malam. Opera kolosal ini mengisahkan tentang ungkapan penghormatan dan rasa syukur terhadap sosok perempuan di kalangan masyarakat Toraja.
Komponis Franki Raden selaku penggagas dan pengarah Toraja Opera mengatakan, opera ini terinspirasi dari sebuah ritual klasik Toraja Ma’bua yang menempatkan perempuan dalam posisi spiritual tertinggi di masyarakat. ”Pergelaran opera ini mengisahkan tentang penobatan tokoh perempuan sebagai seorang ratu. Inilah saatnya mengangkat wanita secara proporsional,” ucap dia, Selasa (12/8/2014), di Toraja Utara.
Bersama istri
Franki menyiapkan pertunjukan ini sejak tahun 2012 bersama almarhum istrinya, Tutiek Notosudirdjo. Opera kolosal ini melibatkan seniman, baik dalam negeri maupun luar negeri, seperti soprano Vina Jonathan, penari solo Eka, penyanyi tenor Rodex, pemusik Hendri Desmal, musikus Korea Jin-hi kim, gitaris Inggris Ray Sandoval, dan penari asal Amerika Serikat Kamau Bakari Abayomi.
Tampil pula dalam opera ini, tari-tarian lokal, seperti Ma’Dandan, Ma’Nimbong, musik ritual Karombi, tarian Pa’Gelu hingga tarian perang Kabasaran dari Manado. Peserta Toraja International Festival (TIF) 2014 sangat beragam, ada masyarakat lokal Toraja, ada pengunjung dari daerah lain, bahkan wisatawan luar negeri, sehingga butuh waktu sangat lama jika semua seniman tampil sendiri-sendiri.
”Karena itulah digelar Toraja Opera yang mampu menggabungkan semuanya, mulai dari tari, musik, nyanyian, film, hingga seni lukis di dalamnya. Semuanya berupaya menampilkan ungkapan seni tentang Toraja,” ungkap Franki.
Menurut Franki, untuk penyelenggaraan TIF 2014, panitia penyelenggara menyeleksi para seniman luar negeri. Mereka yang bisa tampil dan menyatu dengan ritme budaya lokal Toraja diberi kesempatan untuk mengeskporasi ekspresi seni masing-masing.
”Keterlibatan para seniman dari mancanegara memiliki nilai tersendiri karena lewat mereka budaya dan tradisi lokal kita turut diperkenalkan ke luar negeri. Di Toraja ini, berbagai keragaman budaya dalam dan luar negeri akhirnya dipertemukan,” papar dia.
Sekitar 3.000 wisatawan Nusantara dan mancanegara hadir dalam pembukaan TIF 2014 yang diresmikan langsung oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar. Mereka memenuhi halaman Ke’te’ Kesu’, salah satu cagar budaya bersejarah Toraja berupa deretan tongkonan dan kubur batu yang telah berusia 900 tahun.
Junjung tinggi perempuan
Ketua Adat Kesu’ Layuk Sarungallo bersyukur ritual klasik Toraja Ma’bua bisa diangkat oleh Franki menjadi sebuah opera kolosal yang menarik dan bisa dinikmati masyarakat dalam dan luar negeri. ”Kita kadang banyak mendengar kisah tentang pelecehan terhadap perempuan di berbagai tempat. Padahal, di Toraja, perempuan sangat dijunjung tinggi. Di sanalah keturunan-keturunan masa depan dilahirkan,” tutur Layuk.
Pergelaran Toraja Opera sengaja diselenggarakan di Ke’te’ Kesu’ yang menjadi tempat bersejarah bagi suku Toraja. Berdasarkan sejarah, tempat ini menjadi titik penyusunan bagi sekitar 80 persen peraturan adat 13 sub-etnis suku Toraja di Toraja Utara.
Sapta Nirwandar menambahkan, Toraja selama ini hanya dikenal dari adat istiadat pemakamannya yang unik, yaitu Rambu Soló. Padahal, sebenarnya Toraja memiliki begitu banyak kekayaan tradisi dan potensi wisata lainnya.
”Lewat TIF, masyarakat dan wisatawan di mana pun bisa mengenal lebih dalam Toraja melalui adat istiadatnya, keindahan alamnya, termasuk kopinya. Tahun depan, akses ke Toraja akan semakin dipermudah dengan dibangunnya bandara dan jalur kereta api-api dari Makassar hingga Pare-Pare,” kata dia.
Sumber: http://travel.kompas.com