Belitung, Babel - Berukuran panjang sekitar dua jengkal orang dewas, dan berbentuk menyerupai suling. Sebuah alat tradisional yang sangat unik, terus ditiup oleh seorang pelajar berpakaian kostum serba hijau, sembari mengiringi budaya beripat beregong.
Suara yang keluar dari alat tiup berwarna merah, kuning dan hitam itu dinilai telah jarang ditemukan. Alat itu diketahui telah tercipta sejak 200 tahun belakang, saat budaya beripat bergong muncul. Nama alat yang memiliki bandulan kecil, untuk menempel dimulut tersebut bernama Serunai.
Pembuatan alat tiup tradisional itu, dinilai sangat unik yaitu dengan menggunakan kayu bulin. Bagian atas alat tiup tersebut memiliki lobang kecil, sebanyak lima lobang yang cukup pas jika ditutup dengan jari. Sedangkan dibagian bawah alat tersebut, memiliki satu lobang yang berukuran sama.
Dari mana asal suara itu dikemas.? Suara itu muncul dari satu helai lepit yang terpasang dibagian lida serunai. Lepit diketahui, dibuat dengan menggunakan selembar daun kelapa, dan berbentuk sangat kecil.
"Kalau yang ini baru bikinnya, 2014 kemarin, tapi tercipta nya alat ini sama dengan beripat beregong, sekitar 200 tahun lalu," ucap Jemari Saman (76), Ketua Sanggar Beripat Beregong Datuk Mayang Gresik Badau kepada Posbelitung.com, Selasa (27/9/2016).
Cara memainkan alat tradisional ini, kata dia, tidak begitu sulit. Pasalnya irama yang dikeluarkan, hanya satu irama dan mengikuti irama suara gong yang menjadi pengiring budaya beripat beregong.
"Kalau di Belitung setau kami cuma ada dua, satu di Kembiri dan satu dikami. Alat ini, sekarang ini tidak gampang ditemukan, ya karena dinilai sudah langkah," ujarnya.
Suara yang dikeluarkan dari Serunai itu, sangat berbeda dari suling dan terompet, meski sepintas bentuk Serunai menyerupai suling. Alat itu diciptakan memang khusus untuk mengikuti alur instrumen budaya beripat beregong.
Diketahui, Sanggar Beripat Beregong Datuk Mayang Gresik beralamatkan di RT 04/02 Dusun Badau I, Desa Badau, Kecamatan Badau. Sanggar ini sudah berdiri sejak 13 tahun belakang, dan saat ini sedang merangkul kalangan remaja untuk mencintai budaya beripat beregong.
"Yang melestarikan sepengetahuan kami, tinggal kami dan Kembiri (Membalong). Sekarang kami juga sudah mengarahkan kepada pelestarian, untuk menciptakan generasi penerus kepada pelajar - pelajar," pungkasnya.
Sumber: http://bangka.tribunnews.com