Bengkulu - Alunan suara musik nan merdu terdengar dari kejauhan di keheningan malam sekitar pukul 22.00 WIB, Rabu malam (28/9) di kawasan Jalan Cendana 1, RT 8, Kelurahan Sawah Lebar, Kota Bengkulu. Mendengar suara merdu itu, satu-persatu warga keluar dari rumahnya. Di ujung jalan terlihat seekor kuda putih berjalan pelan. Diterangi cahaya remang-remang dari sebuah lampu petromak.
”Ikan-ikan,” teriak anak-anak girang.
Ikan-ikan merupakan pertunjukan khas masyarakat Bengkulu. Tampil hanya pada saat menjelang dan selama pelaksanaan festival tabut berlangsung, pada setiap tanggal 1 hingga 10 Muharam.
Masyarakat Bengkulu akrab menyebut permainan rakyat itu dengan nama ikan-ikan. Walaupun bentuk patung permainan rakyat itu berbeda-beda, bisa udang, ikan, dan hewan lainnya. Tergantung selera dari rombongan pembuat permainan rakyat itu mau membuat patung hewan apa. Biasanya permainan rakyat itu tampil berdasarkan kelurahan. Kuda putih itu sendiri permainan rakyat dari Kelurahan Padang Jati.
Kuda Putih itu replika dari hewan kuda. Terbuat dari kayu dicat putih. Bagian bawah perut kuda itu sengaja dibuat berlubang. Untuk memasukkan kepala orang yang membawa kuda tersebut.
Suara merdu itu berasal dari tiupan serunai dipadu petikan gitar, gesekan biola, dan tabuhan gendang melayu yang dikeraskan dengan sound system yang dimainkan rombongan pertunjukan permainan rakyat.
Setelah kuda putih itu dekat, keluarga Mulyadi, memanggil rombongan pembawa permainan rakyat kuda putih tersebut. Begitu diberi aba-aba rombongan yang membawa kuda putih itupun memasuki pekarangan rumah warga yang cukup luas tersebut.
Puluhan warga yang berkumpul di pekarangan rumah warga bersemangat menyaksikan pertunjukan. Mengingat hari telah malam, pakaian yang dikenakan warga pun beragam. Ada yang mengenakan sarung hanya dengan kaos dalam, baju daster, dan ada juga yang mengenakan jaket, karena udara malam itu memang dingin.
Warga pun dihibur dengan kuda putih setingi sekitar 2 meter menari berlenggak-lenggok dirinfi alunan lagu berjudul Kudo Putih ciptaan Ibrahamsyah, Ketua Kerukunan Tabot Budaya.
Warga terpukau dengan penampilan kuda putih dan penari tersebut. Beberapa warga dengan gembira ikut menari melingkari kuda putih. Sekitar 5 menit berlalu alunan musik terdengar memelan dan pertunjukan pertama berakhir.
Hanya selang beberapa saat saja alunan musik kembali tersengar dengan irama berbeda. Kali ini lagu melayu berjudul, Tepuk-Tepuk Tangan yang gembira dinyanyikan.
Kuda putih dan warga pun kembali menari gembira. Sekitar 5 menit pula lagu tepuk-tepuk tangan dinyanyikan sebagai lagu penutup pertunjukan permainan rakyat tersebut.
Berikutnya kuda putih dan rombongan bergerak menyusuri jalan aspal dengan berjalan kaki sambil menanti warga lainnya memanggil untuk pertunjukan pula.
Teramat senang dengan permainan rakyat itu, banyak anak-anak dan orang dewasa mengikuti perjalanan kuda putih tersebut. Mereka berjalan kaki dan ada juga yang mengendarai sepeda motor.
“Kami bawa motor anak saya memaksa minta mengikuti kuda putih ini. Dari Sawah Lebar ujung sampai ke Jambu Tiga ini,” cerita warga bernama Lilis.
Ketua Permainan Rakyat Kuda Putih Kelurahan Padang Jati kepada BE menuturkan, “Permainan rakyat ini ditengah masyarakat memang identik disebut ikan-ikan. Karena keluarga tabot memang kebanyakan membuat patung permainan rakatnya berbentuk ikan. Sebenarnya bentuknya banyak bisa kuda putih seperti punya kita ini, udang, beruang dan gajah.”
Diakui Ismail, permainan rakyat itu hanya muncul saat menjelang pelaksanaan dan berakhirnya festival tabut saja. Sehingga menjadi hiburan yang sangat disenangi dan dinanti- nanti masyarakat. Bukan hanya oleh warga Bengkulu saja, tetapi warga pendatang juga.
Ismail menambahkan, lagu Kudo Putih melambangkan semangat, dan warna putih melambangkan bersih. Kuda pun ditunggangi pahlawan nasional Pangeran Sentot Ali Basyah yang dimakamkan di kawasan Bajak, Kota Bengkulu. Selain itu, lagu itu juga menyinggung pembangunan dan kemajuan yang terjadi di Bengkulu. Walaupun kemajuan yang dicapai tidak drastis, namun pemimpin daerah ini sudah berbuat untuk Provinsi Bengkulu.
Permainan rakyat ini sangat khas dan unik. Keunikannya antara lain, hanya ada pada malam hari selama fastival tabut saja. Pada masa sebelumnya permainan rakyat ini disajikan sebagai hiburan tanda rasa syukur ketika musim panen tiba.
Keunikan lainnya ada banci (waria-red) yang mengenakan pakaian adat atau pakaian wanita serta menggunakan kosmetik wanita berjumlah 4 orang atau 2 orang. Mereka berjoget mengelilingi tarian patung permainan rakyat.
Banci dan replika hewan itulah yang menjadi daya pikat bagi masyarakat, khususnya anak-anak menonton pertunjukan permainan rakyat tersebut. Bahkan anak-anak rela bangun dari tidurnya demi menontot permainan rakyat tersebut.
Bagi warga yang ingin menyaksikan pertunjukan permainan rakyat itu saat sekarang ini tarifnya Rp 50 ribu untuk sekali pertunjukan.
Dengan suguhan dua lagu, lagu pertama lagu wajib sesuai bentuk patung permainan rakyat. Kalau bentuknya kuda putih, maka lagunya kuda putih, bentuk udang lagunya tentang udang, bentuk ikan lagunya tentang ikan dan lainnya.
Rombongan permainan rakyat itu bisanya memulai perjalanan untuk melaksanakan pertunjukan selepas Salat Isya, sekitar pukul 20.00 WIB. Mereka berjumlah sekitar 25 orang. Terdiri dari satu orang yang masuk ke patung permainan rakyat, 4 orang penari, pemain gitar, biola, gendang melayu masing-masing 1 orang, ditambah penarik dan pendorong gerobak, serta rombongan pengiring.
Rombongan tidak hanya sebatas orang asli Bengkulu saja, tetapi ada juga dari luar daerah, seperti dari Linggau yang tinggal di Bengkulu. Mereka berjalan kaki mengitari rute peruahan warga yang terdekat dengan lokasi kelurahan asal permainan rakyat tersebut.
Seperti Permainan Rakyat Kudo Putih yang berasal dari Kelurahan Padang jati menempuh rute dari dari Padang Jati menyusuri Jalan Bukit Barisan, bergerak ke Kebun Tebeng, lalu menyusuri jalanan di kawasan Merawan dan Jalan Cendana Sawah Lebar. Kemudian bergerak lagi ke Jalan Jati dan Jalan Semeru untuk pulang. Mereka tiba di rumah sekitar pukul 24.00 WIB dinihari.
Dalam satu malam rata-rata rombongan melakukan pertunjukan di 5 hingga 10 rumah warga. Uang yang terkumpul digunakan untuk partisipasi bagi pemain musik dan rombongan permainan rakyat, beli tokok (alat musik baru) dan tambahan dana rehab permainan untuk pementasan pada lomba permainan rakyat di arena Festival Tabut.
”Tahun lomba permainan rakyat digelar malam tanggal 5 Oktober. Kita tampil dalam lomba itu,” jelas Ismail yang kini bekerja sebagai karyawan jsa pengiriman surat dan barang Tiki ini.
Sumber: http://bengkuluekspress.com