Mantan Wali Kota Mojokerto Dituntut Tiga Tahun

Mojokerto—Mantan Wali Kota Mojokerto Tegoeh Soejono dituntut tiga tahun penjara dengan perintah agar ditahan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan korupsi anggaran pemekaran Kota Mojokerto, Rabu (16/1). Tegoeh dianggap bersalah turut serta korupsi secara berlanjut sebagaimana diatur dalam UU 31/1999 jo UU 20/2001 jo Pasal 55 dan Pasal 64 KUHP.

Dalam dakwaan subsidernya, JPU menuntut terdakwa membayar uang denda Rp 50 juta subsidair tiga bulan kurungan. Juga, mengganti kerugian negara Rp 77.500.000.

Bila dalam waktu satu bulan setelah ada putusan tetap nanti terdakwa tidak bisa memenuhi uang pengganti, maka JPU akan melelang harta benda Tegoeh. Dan jika harta benda terdakwa yang dilelang tidak mencukupi, akan diganti dengan enam bulan penjara.

Saat sidang, terdakwa didampingi penasihat hukumnya Budi Sampurno. Ketika mendengar tuntutan tersebut, terdakwa yang mengenakan peci dan batik merah itu tampak tersenyum kecut. Sesekali Tegoeh memerhatikan sekelilingnya, termasuk deretan wartawan yang mengikuti sidang di Gedung Pengadilan Negeri (PN) Kota Mojokerto, yang dipimpin hakim Sulistiyowati SH.

Menurut Budi Sampurno seusai sidang, sangat ironis bahwa kliennya yang akan memekarkan wilayah demi kemakmuran rakyat ternyata harus berakhir dengan masalah hukum. Dia menegaskan, dugaan penyalahgunaan anggaran sebenarnya tanggung jawab pribadi-pribadi, tidak bisa ditimpakan semua kepada kliennya. “Yang menerima uang itu banyak, tapi mengapa semua kesalahan harus ditanggung klien saya semuanya,” kata Budi.

Sedangkan dalam berkas tuntutan JPU setebal 132 halaman yang dibacakan antara bergantian Anton Hardiman SH dan Andi Candra, disebutkan bahwa terdakwa mengetahui bagi-bagi uang untuk kepentingan rencana pemekaran kota. Padahal, uang yang diambil dari pos sekretariat daerah itu bukan anggaran untuk pemekaran wilayah.

Sebagai kepala daerah, kata JPU, terdakwa memberi pengarahan agar eksekutif berkonsultasi dengan panita anggaran DPRD Kota Mojokerto untuk membicarakan penggunaan anggaran. Akibatnya, anggaran untuk pemekaran kota belum ada pos anggaran yang dikuatkan melalui perda tetapi hanya sebatas kesepakatan lisan antara tim anggaran eksekutif dengan panitia anggaran dewan.

Terdakwa juga memerintahkan Kabag Keuangan Subiyanto untuk mencairkan anggaran yang tidak sesuai peruntukkan. Bahkan, kata JPU, uang tersebut kemudian diserahkan ke orang lain yang bukan penguasa anggaran.

Sebagaimana diketahui, untuk pemekaran kota, Pemkot Mojokerto mengeluarkan anggaran APBD mulai 2001, 2002 dan 2003 sebesar Rp 2,3 miliar. Selanjutnya, demi memuluskan rencana pemekaran kota, uang tersebut dibagi-bagikan kepada 18 anggota DPRD Kabupaten Mojokerto, 18 anggota DPRD Kota Mojokerto, 10 pejabat Kota Mojokerto, tokoh masyarakat dan LSM.

Mantan Ketua DPRD Kota Hari Utomo, yang diduga menerima bagian sekitar Rp 700 juta, telah divonis empat tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 635 juta. Sedangkan mantan Kabag Keuangan Kota Mojokerto Subiyanto divonis setahun penjara dan membayar denda Rp 100 juta serta ganti rugi Rp 50 juta.

Meski telah divonis, namun hingga kini dua orang tersebut belum ditahan. Sedangkan para anggota dewan lain, tokoh masyarakat dan LSM yang diduga ikut menikmati anggaran pemekaran kota, hingga sekarang tidak disentuh. Padahal, sebagian besar di antara mereka sudah mengakui ikut menerima bagian uang, bahkan sejumlah anggota dewan telah mengembalikan uang kepada Kejaksaan Negeri Mojokerto.

Sumber: Kompas, Rabu, 16 Januari 2008
-

Arsip Blog

Recent Posts