Wisata Merapi Lesu

Sleman, DIY - Pemberitaan tentang aktivitas Gunung Merapi yang dinilai berlebihan dan berkonotasi negatif tak hanya memukul perhotelan, tetapi juga pelaku pariwisata lain. Pemilik warung makan, penyedia jasa outbound dan rekreasi, hingga Lava Tour di Kaliadem mengaku sepi pengunjung.

Utik (27), yang membuka warung makan dengan menu utama wedhang gedhang di obyek wisata Kaliadem, mengatakan, sejak peningkatan status Merapi, dari normal menjadi siaga tanggal 20 September lalu, warungnya sepi pengunjung.

”Sebelum peningkatan status waspada, sehari saya bisa membawa pulang Rp 100.000. Tetapi kini paling Rp 20.000. Pemberitaan media yang berlebihan berdampak ke pedagang. Lha wong Merapi enggak apa-apa,” ujarnya, Rabu (20/10/2010).

Koordinator Lava Tour Kaliadem, Riyanto, mengatakan, kunjungan wisatawan yang pada hari-hari biasa mencapai 50 orang kini berkurang 30 persen. Lava Tour yang dibuka pascaerupsi Merapi 2006 ini dikelola Karang Taruna Desa Umbulharjo dan Desa Kepuharjo, Cangkringan.

”Setiap wisatawan dari luar DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) selalu menanyakan apakah Merapi aman. Walau statusnya siaga pun, Merapi tak membahayakan,” katanya meyakinkan.

Keluhan senada disampaikan Rifal H Budiman, pemilik sekaligus pengelola Lembah Bendo, penyedia jasa outbound dan rekreasi di wilayah Kalikuning, Kaliurang.

”Sudah empat (komunitas) yang membatalkan order outbound pada 23 Oktober-1 November; dua komunitas kampus dan dua kantor. Sedihnya, keempatnya dari Yogyakarta, bukan dari luar DIY. Alasan mereka, takut Merapi erupsi,” ujarnya.

Sebagaimana diberitakan, aktivitas Gunung Merapi belakangan ini meningkat. Tanggal 13 Oktober lalu sebagian material Merapi bahkan mulai longsor.

Dua hari kemudian, 15 Oktober, kubah lava Merapi dilaporkan terus membesar, mengembang rata-rata 9 sentimeter per hari. Sebelumnya, pembesaran kubah lava hanya beberapa milimeter per hari.

Pembesaran kubah lava itu condong ke selatan atau ke arah Sleman, DIY, sedangkan sisi barat yang ke arah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, belum membesar.

Anggota staf Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta, M Muzani, juga mengatakan, Merapi sudah menampakkan kesamaan gejala awal dengan letusan besar yang terjadi tahun 1822, 1872, dan 1930-1931.

Namun, jangan buru-buru mengatakan tahun ini akan terjadi letusan besar. ”Tidak ada kesamaan gejala yang dapat dijadikan acuan karena letusan Gunung Merapi kerap menampakkan gejala awal berbeda-beda,” ujarnya.

Terkait penanggulangan bencana Merapi, dari Boyolali dilaporkan, rencana hibah pusat komando penanggulangan bencana Gunung Merapi di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, yang semula akan dibangun oleh Komando Pasifik Amerika Serikat mulai Agustus 2010 hingga kini menggantung. Pasalnya, pemerintah pusat menunda realisasi bantuan itu sampai waktu yang tidak ditentukan.

”Kalau dibangun tepat waktu, Desember sudah bisa digunakan. Ini (penangguhan) kami sayangkan,” kata Kepala Bidang Fisik, Prasarana, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Boyolali Cipto Budoyo, kemarin. (Egi/Pra/Gal)

-

Arsip Blog

Recent Posts