Setiap masyarakat daerah manapun di setiap bangsa pasti memiliki suatu bentuk kesenian tradisional-nya masing-masing. Menurut Prof. DR. Kuntjaraningrat dalam buku “Pengantar Antropologi” mengatakan bahwa pokok-pokok Etnologi yang bersifat Universal dalam setiap Kebudayaan, meliputi 7 (tujuh) aspek, antara lain; Sistem peralatan hidup atau teknologi, Sistem Mata pencaharian hidup, Sistem kemasyarakatan, Sistem Pengetahuan, Bahasa, Kesenian, dan Religi.
Di Maluku Utara, pohon bambu selain dimanfaatkan sebagai bahan baku peralatan dalam kebutuhan seperti; pembuatan rumah, pagar, tiang, dipan, rakit sungai, dll, juga dimanfaatkan sebagai “alat musik” yang dikenal dengan “Musik Bambu Hitada“. Selain itu bambu dipakai sebagai alat utama untuk permainan “Bambu Gila” yang dalam bahasa Ternate disebut permainan “Baramasuwen” (akan dibahas pada artikel berikut).
Sebagian masyarakat di pulau Halmahera provinsi Maluku Utara terutama di kecamatan Ibu, Sahu dan Jailolo, termasuk orang Tobelo di Halmahera utara hingga kini masih mempertahankan jenis kesenian tradisional ini. Seni Musik Bambu ini mereka sebut dengan “Musik Bambu Hitada” atau sering disebut juga “Hitadi”. Sedangkan jenis musik tradisional yang lain yang tidak menggunakan bambu dikenal dengan “Musik Yanger”.
Musik Bambu Hitada dan Yanger ini biasanya dimainkan pada acara-acara tertentu, seperti; Hajatan Perkawinan, Pesta Rakyat atau Hajatan Syukuran di suatu kampung. Musik tradisional ini biasanya dimainkan secara bersama-sama oleh beberapa orang dalam ikatan “Group”. Sebuah group musik beranggotakan 5 hingga 13 orang. (Foto-1 : Musik Bambu Hitada – Halmahera)
Sampel Group Musik yang saya ambil dalam ilustrasi gambar di blog ini adalah Group Musik Yanger ; “RIO DANO GROUP” asal Desa TABAOL dari Kecamatan IBU di pulau Halmahera. Gambar ini saya ambil di Ternate pada bulan Agustus 2008 ketika mereka sedang latihan untuk rekaman VCD komersil yang nanti akan diproduksi oleh “Bela-Dila Studio – Ternate” pada awal tahun 2009 ini juga. Begitu kata Produser “A. Rahman Sidi Umar, Boss Bela-Dila Studio, ketika saya konfirmasi di rumahnya di Ternate. (Foto -2 : Musik Yanger (dengan Biola Pukul & Petibass Tali Satu).
Alat musik utama pada musik Bambu Hitada adalah batangan bambu itu sendiri, yang biasanya hanya terdiri dari 2 ruas saja dan panjangnya tidak lebih dari 1,75 m. Biasanya batang bambu ini sudah sudah dilobangi sesuai nada tone, dan dicat warna-warni untuk membuat tampilan bambu menjadi lebih indah.
Batang bambu dibunyikan dengan cara dibanting tegak lurus di tanah atau bila di atas ubin harus dialas dengan karung goni. Selain itu ada juga alat musik “Cikir” yang terbuat dari batok buah kelapa yang masih utuh dan diisi dengan beberapa butir kerikil bulat atau biji kacang hijau kering.
Selain itu dibutuhkan beberapa buah gitar kecil buatan sendiri yang disebut “Juk” serta satu atau dua buah Biola tradisional. Kedua alat ini biasanya dicat dengan warna-warni yang kontras untuk keindahan. Alat-alat musik ini dimainkan secara bersama-sama, sehingga menghasilkan satu irama musik yang enak didengar. Pada musik Bambu Hitada lebih membutuhkan banyak personil untuk memainkannya, karena setiap orang hanya memegang dua batang bambu yang hanya memiliki nada satu tone saja. (Foto – 3 ; Cikir, terbuat dari batok kelapa dan biji kacang hijau kering).
Setiap musik yang dimainkan biasanya mengiringi dua orang vokalis atau lebih yang menyanyikan sebuah lagu tradisional. Seperti biasanya orang menyanyi, pada musik tradisional orang Halmahera ini, durasinya antara 5 hingga 10 menit per lagu. Satu hal yang perlu diketahui bahwa, semua personil group musik ini, biasanya adalah kaum laki-laki. Jarang terlihat kaum wanita bergabung dalam group musik tradisional ini, kalaupun ada paling berperan sebagai vokalis saja.
Sedangkan pada musik Yanger, alat-alat musik yang digunakan terdiri dari Gitar kecil (Juk) dan Gitar sedang buatan sendiri, satu atau dua buah Biola kecil, sebuah Biola besar, sebuah “Petibass” (Tali Satu), dan sebuah Cikir. Kedua Biola ini dimainkan sebagai intro “suara satu” & “suara dua”. Sedangkan Petibass berperan sebagai bass musik, karena terbuat dari peti triplek yang berfungsi seperti gitar bass pada musik elektrik modern. Petibass ini biasanya disebut dengan “tali satu” karena hanya memiliki satu tali petik saja. (Foto – 4 ; Rio Dano Group dari Desa Tabaol – Sahu Jailolo)
Satu hal lagi yang agak unik dalam musik adalah; Biola Besar yang memiliki dua tali senar yang dimainkan pada musik Yanger ini tidak digesek atau dipetik melainkan dipukul dengan menggunakan sebatang lidi sebesar jari tangan yang panjangnya sekitar 30 cm. (lihat gambar). Pada jenis Musik Bambu Hitada, Petibass Tali Satu dan Biola Besar ini tidak digunakan sama sekali, karena tone bass sudah diperankan oleh batang bambu yang besar dan agak panjang.
Perlu dicatat bahwa kedua jenis musik ini sama sekali tidak menggunakan aliran listrik ataupun Sound System, semua serba alami dan bisa dimainkan di daerah pedalaman yang tanpa listrik sekalipun. Menarik bukan…?! Soalnya saya sudah pernah mendengar dan menyaksikan langsung. (nanti akan saya upload clip-nya di You Tube). (Foto 5 ; Biola Tali Dua yang dipukul, bukan digesek….)
Demikian deskripsi saya tentang salah satu jenis kesenian tradisional masyarakat di daerah ini. Semoga Pemda setempat, terutama Instansi terkait agar punya kepedulian atas asset budaya masyarakat khususnya jenis “Musik Bambu Hitada” dan “Musik Yanger” di pulau Halmahera yang semakin terkikis oleh kehadiran jenis-jenis musik modern yang serba elektrik dan digital.
Saya pribadi turut membangun aspek pariwisata daerah ini dengan cara saya, yakni memperkenalkan (promosikan) Kesenian Tradisional ini di dunia Internet. Harapan saya semoga tradisi ini menambah asset nilai jual pariwisata Maluku Utara. Insya Allah….!
***
Sumber:
www.busranto.blogspot.com dan
www.ternate.wordpress.com