Klaten, Jateng - Sedikitnya 4 ton kue apem diperebutkan warga, saat digelar ritual saparan Yaa Qowiyyu, Jumat (20/12). Ribuan warga dari berbagai kota memperebutkan kue yang terbuat dari tepung beras, yang disebar di samping makam Ki Ageng Gribig, Jatinom, Klaten Jawa Tengah.
Meski hujan, ribuan pengunjung tetap memadati area Sendang Plampeyan. Mereka sekadar ingin mengalap berkah dari apem Yaa Qowiyyu. Mereka masih mempercayai dengan memakan kue apem, bisa mendatangkan berkah dalam kehidupannya.
Pantauan merdeka.com, ribuan warga sudah memadati area digelarnya ritual Yaa Qowiyyu sejak pagi. Usai salat Jumat ritual yang telah berlangsung secara turun temurun sejak zaman Ki Ageng Gribig itu, diawali dengan mengarak 2 gunungan apem jaler (pria) dan estri (putri). Kedua gunungan tersebut sebelumnya disemayamkan selama semalam di kompleks Masjid Besar Jatinom. Selanjutnya keduanya diarak menuju oro-oro kompleks pemakaman Ki Ageng Gribig.
Usai didoakan oleh ulama, puluhan ribu warga menyerbu 2 gunungan apem tersebut. Tak sampai 10 menit kedua gunungan ludes diperebutkan warga. Untuk mengantisipasi warga yang belum memperoleh apem, panitia menyebar seberat sekitar 4 ton atau sebanyak 38 ribu biji, yang dilakukan dari 2 menara yang sudah dipersiapkan ditengah oro-oro.
"Saya dapat 3 ini. Saya percaya nanti akan mendapatkan keberuntungan dan rezeki selama setahun ke depan," ungkap Rohadi (46) warga Karanganyar.
Sementara itu Camat Jatinom, Anang Widjatmoko mengatakan tradisi Yaa Qowiyyu di Jatinom sudah dilakukan secara turun temurun setiap hari jumat pada bulan sapar.
"Tradisi Yaa Qowiyyu yang artinya ’mohon kekuatan kepada Tuhan’ ini sudah berlangsung secara turun temurun sejak zaman Kyai Ageng Gribig. Beliau itu masih mempunyai garis keturunan ke-5 dari Kerajaan Mataram. Desa Jatinom sendiri adalah awal mula tempat bertapanya Kyai Ageng Gribig yang pada saat itu masih berupa hutan jati," paparnya.
Lebih lanjut Anang mengemukakan, Kyai Ageng Gribig, pada waktu ziarah ke Mekkah tepat pada tanggal 15 bulan Sapar, mendapat apem yg masih hangat. Apem tersebut dibawa pulang ke Jatinom untuk. Dibagikan kepada anak cucunya. Dan ternyata apem masih tetap hangat. Tapi berhubung apem buah tangan itu tidak mencukupi untuk anak cucunya maka istrinya membuat apem lagi agar dapat merata pembagiannya. Kemudian Kyai Ageng Gribig memerintahkan kepada warganya agar setiap bulan Sapar menyedekahkan hartanya.
"Itulah sejarahnya, hingga sekarang menjadi tradisi di wilayah kami," pungkasnya.
Sumber: http://www.merdeka.com