Pontianak, Kalbar - Di Kalimantan Barat juga terdapat manuskrip bertuliskan aksara jawi, yang lebih dikenal dengan aksara Arab Melayu gundul. Sebuah aksara yang mewakili tulisan dan simbol-simbol Melayu yang diadaptasi dari aksara Arab. Mulai masuk pada abad ke-18 dimana bersinggungan dengan munculnya kerajaan Islam yang ada di Kalimantan Barat, seperti Landak, Sambas, Ketapang, Pontianak dan Putussibau. “Naskahnya disebut manuskrip, dimana tulisannya berupa goresan yang ditulis pada media kertas, kulit dan kayu dan minimal berumur 50 tahun,” tutur Faizal Amin, penulis Kitab Berladang, yang berisi manuskrip aksara Arab Melayu gundul.
Nah, untuk jenisnya sendiri ternyata ada nih yang berbentuk lembaran-lembaran kertas yang dijahit dan dalam bentuk buku. Konten aksara Kalimantan Barat sendiri lebih pada catatan tentang ajaran tauhid, fiqih dan doa, lebih banyak berkaitan dengan keagamaan. Selain itu, juga ada catatan tentang pengobatan. Sayangnya masih banyak yang jarang memiliki kemampuan maupun keahlian untuk menulis aksara ini.
Sebagai seorang penulis yang juga meneliti tentang aksara Arab Melayu gundul, dalam menulis naskahnya pun terbilang sulit. Jika aksara itu dianggap sesuatu yang penting biasanya akan sengaja untuk disembunyikan. Terkadang ada juga yang tidak tahu tentang manuskrip dan dianggap seperti kertas dan dibuang begitu saja. Tulisan ini juga sudah mulai tidak diajarkan sejak tahun 1970-an.
Di kampus IAIN sendiri, pengenalan akan budaya aksara Arab Melayu gundul mulai diajarkan menjadi mata kuliah di awal semester. Karena huruf hijaiyah lebih pada konten bahasa Arab. Sedangkan aksara Melayu lebih pada tambahan pada tanda bacanya. Tidak semua huruf hijaiyah bisa mewakili huruf latin, contohnya ‘ng’, ‘ny’, ‘x’ dan ‘c’ sehingga harus terus melakukan pengembangan untuk menyesuaikan huruf tersebut. Selain standarnya tidak sama tantangan lainnya bisa saja orang salah dalam membacanya misalnya tulisan ‘kambing’ bisa dibaca ‘kembang’ bisa pula ‘kumbang’ karena tidak ada tanda baca dalam aksara ini.
Jika di Jawa kita bisa melihat ada beberapa aksara Arab Melayu gundul dijadikan sebagai tulisan untuk nama jalan, maka di Kalimantan Barat, hanya Kabupaten Sambas yang sudah melestarikannya untuk tulisan pada plang nama jalan. Jadi nggak ada salahnya juga jika aksara Arab Melayu gundul ini mulai kembali dilestarikan anak muda dan dikembangkan, bisa melalui komunitas-komunitas. Karena anak muda saat ini lebih bangga pada budaya orang lain, dibandingkan budayanya sendiri. Sehingga kedepannya anak muda bisa mengenal warisan budaya bangsanya.
Sumber: http://www.pontianakpost.com