Sambas - Lunturnya dialek bahasa Melayu di kalangan generasi muda Malaysia patut menjadi pelajaran bagi kita. Miris dengan kondisi tersebut, mahasiswa Akademik Pengkajian Melayu (APM) Malaysia melakukan Studi Banding Budaya Melayu di Kabupaten Sambas selama seminggu.
Sebanyak 23 mahasiswa S2 tersebut berasal dari Universiti Malaya. Sabtu (12/6) lalu, mereka mengawali penelitiannya mengenai budaya Melayu di Desa Sebadi dan Desa Ratu Sepudak, Kecamatan Teluk Keramat.
Guna mendukung kegiatan tersebut, Dinas Pemuda Olahraga, Budaya dan Pariwisata (Disporabudpar) Kabupaten Sambas mengenalkan situs sejarah budaya Sambas, diantaranya Istana Alwatzikoebillah Sambas, ziarah ke Makam Ratu Sepudak dan menyaksikan secara langsung seni tradisional, seperti Tari Otar-otar, Bekesah dan dialek bahasa Melayu. “Tak hanya itu, para mahasiswa juga menyaksikan seni Ratib Saman dan pertunjukan Alok Gambang,” kata Kabid Budaya Disporabudpar Kabupaten Sambas Sherly Nurlita SH didampingi Kasi Budaya Disporabudpar Kabupaten Sambas Tajili kepada Equator, Sabtu (12/3) saat melakukan kunjungan ke Desa Sebadi, Kecamatan Teluk Keramat dan Desa Kota Lama, Kecamatan Galing.
Ditemui terpisah, Dosen Pembimbing Mahasiswa APM Dr Sudarsono mengatakan, banyak hal mereka peroleh setelah berkunjung ke Kabupaten Sambas, seperti Tari Otar- otar dan Desa Kota Lama Kecamatan Galing, yang tidak banyak mahasiswa Malaysia mengetahuinya. “Kebudayaan lain, adalah mengenal tradisi adat pernikahan Melayu Sambas. Kami juga menyaksikan pagelaran Tari Ratib Saman, Mayong, Bubu, dan Tari Radat di Desa Sebadi,” jelasnya.
Menurutnya, tidak banyak mahasiswa yang tertarik mengambil Jurusan Budaya Melayu. Justru, banyak mahasiswa di Malaysia menekuni bidang teknologi. Akibatnya, tidak banyak generasi muda disana yang tahu mengenai kebudayaan Melayu yang sesungguhnya. Bahkan, di Malaysia dialek bahasa Melayu sudah jarang ditemukan. “Ada sebagian kecil perkampungan yang masih dihuni warga Melayu dengan mempertahankan tradisi yang ada. Sementara di pusat kota, bahasa Melayu yang ada sudah bercampur dengan bahasa Inggris,” ungkapnya.
Kondisi ini paparnya, terjadi karena banyak pemuda maupun pemudi mengenyam pendidikan di luar negeri. Sehingga bahasa Melayu dan bahasa Inggris sering digunakan masyarakat Malaysia secara bercampur-campur. “Seiring berkembangnya teknologi, semakin meredupkan minat masyarakat meneliti budayanya,” ucapnya.
Oleh karena itu lanjutnya, kunjungan ke Kabupaten Sambas bertujuan untuk mengenalkan para mahasiswa dan berminat mendalami bahasa, adat dan budaya Melayu di Sambas. “Hasilnya akan menjadi sebuah referensi mahasiswa, setelah melihat secara langsung kebudayaan Melayu Sambas itu sendiri,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Amin, Ketua Regu Mahasiswa Malaya. Ia kagum dengan semua yang disaksikan dalam kunjungan ke Kabupaten Sambas. Mulai dari keramahtamahan masyarakat hingga sambutan yang diberikan masyarakat. “Banyak pagelaran sudah disaksikan, begitu juga dengan jamuan makanya. Sungguh luar biasa,” pujinya.
Sementara itu, Kepala Dusun Kota Lama, Kecamatan Galing Marwan menyambut baik kunjungan mahasiswa Malaysia untuk melakukan pengkajian kebudayaan Melayu Sambas. Ia berharap hasil kunjungan mahasiswa dapat makin mengenalkan seni dan budaya Kabupaten Sambas ke mancanegara. (edo)
Sumber: http://www.equator-news.com