Jakarta - Festival Tari Indonesia atau Indonesian Dance Festival, yang sudah menjadi festival tari internasional, kembali digelar Institut Kesenian Jakarta. Dibuka Senin (14/6) malam, koreografer dari sembilan negara hingga 17 Juni 2010 akan mementaskan 17 karya tari terbaik mereka.
Pementasan berlangsung di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki. Indonesian Dance Festival (IDF) adalah contoh prestasi dan konsistensi Institut Kesenian Jakarta (IKJ) menjadi bagian dari jaringan seni dunia. IDF yang digelar untuk 10 kalinya ini mendapat perhatian khusus dari kalangan seni pertunjukan di dunia, khususnya di wilayah Asia Pasifik. Sembilan negara yang ikut adalah Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Jerman, Belgia, Perancis, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Pembukaan IDF diawali tari Seruan karya koreografer terkemuka Indonesia, Gusmiati Suid (alm). Tari yang sangat mengakar dengan seni tradisi Minangkabau ini cukup kaya dengan gerakan silat dan teater tradisional Minang, randai.
Dimainkan 10 penari, karya Gusmiati bagai sentilan pedas dan juga cimeeh terhadap manusia yang menghalalkan segala cara demi materi dan kekuasaan. Karena itu, Gusmiati mengajak manusia kembali berdialog dengan hati nuraninya.
Selain karya Gusmiati, semalam juga tampil tari The Young karya Muslimin Bagus Nasution. Dimainkan dua penari, tari ini berkisah tentang dinamika remaja dalam pergaulannya yang begitu kompleks dan dinamis.
Korea Selatan menampilkan tari Darkness Poomba karya Kim Jae-duk. Tari tersebut menginterpretasikan kembali melodi tradisional poomba dalam sesi permainan yang singkat dan penuh antusias.
Ketua Pelaksana IDF Maria Darmaningsih mengatakan, bukanlah sebuah kebetulan jika IDF kali ini menampilkan karya almarhumah Gusmiati Suid, tokoh tari kontemporer Indonesia yang karyanya telah mendunia dengan spirit ekspresi yang tak pernah lekang.
Perhatian kurang
Sal Murgiyanto, salah seorang wakil dari pemrakarsa IDF, mengatakan, perhatian pemerintah terhadap kesenian, khususnya IDF, masih sangat kurang. Sebuah kegiatan penting nyaris tidak bisa dilaksanakan karena tak ada dukungan. ”Untung kemudian Goethe Institut yang bersedia membantu,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo ketika membuka IDF mengaku tersentuh dengan pernyataan Sal sehingga menyatakan bersedia menombok sekiranya masih ada kekurangan.
Selasa ini ada workshop kritik tari, street performance, dan main performance. (NAL)
Sumber: http://cetak.kompas.com