Kabinet Baru dan Tantangan Bidang Hukum

Oleh: Satjipto Rahardjo

BESOK pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono akan dilantik. Pada hari Rabu keesokan harinya akan diumumkan formasi kabinet baru yang sampai kemarin masih digodok oleh pasangan SBY-Boediono. Berbagai masalah telah menghadang SBY-Boediono dan calon kabinetnya.

Di antara masalah tersebut adalah masalah di bidang hukum. Dalam menyusun kabinet yang harus diumumkannya itu SBY-Boediono harus memperhatikan peta persoalan di bidang hukum. Peta tersebut menjadi penting bagi Presiden sehingga mampu memberikan arahan tugas bagi menteri yang akan menangani bidang hukum.

Tidak terlalu sukar untuk menunjuk masalah panas apa yang perlu segera memperoleh perhatian kabinet baru. Belum lagi Presiden baru duduk di kursi kepresidenan 2009–2014, publik sudah mempersoalkan peran Presiden dalam kasus penentuan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru.

Dengan menunjuk pengeluaran perppu, sebagian publik menganggap Presiden SBY telah menghakimi beberapa pimpinan KPK sebagai orang yang bersalah, sementara pengadilan terhadap mereka belum berjalan. Kasus pimpinan KPK hanya satu contoh saja dari sekian banyak masalah yang akan dihadapi kabinet baru.

Diproyeksikan pada masalah yang lebih besar, kasus KPK merupakan contoh tentang bagaimana mengembalikan kredibilitas institusi penegakan hukum di Indonesia. Persoalannya memang terletak di bidang hukum di mana Presiden tidak boleh campur tangan begitu saja. Bagaimanapun jika independensi penegakan hukum itu terus-menerus bermasalah, kepemimpinan Presiden akan ikut terseret dan terganggu.

Lebih lagi karena di waktu lalu, Presiden telah secara terbuka menyatakan tekadnya untuk memberantas korupsi dan bahkan menyatakan akan dipimpinnya sendiri. Pemberantasan korupsi harus melalui lika-liku hukum yang tidak sederhana, sementara Presiden tidak memiliki kekuasaan penuh untuk turut mencampuri jalannya peradilan.

Pemerintah baru sebaiknya tidak hanya mengejar tujuan-tujuan sesaat, melainkan lebih jauh daripada itu. Mereka harus berpikir keras tentang apa yang dapat dilakukannya untuk bangsa dan negara di waktu yang mendatang. Pemerintahan Presiden SBY periode kedua akan diingat jasanya apabila turut membangun potensi bagi jalannya hukum di masa mendatang.

Hampir di semua lini, kepercayaan masyarakat terhadap hukum kita menurun tajam. Secara keseluruhan, tugas pemerintahan baru adalah memulihkan kepercayaan publik terhadap hukum. Apabila pemerintah mampu mengerjakan pekerjaan rumah tersebut dengan baik, berarti mereka telah meletakkan fondasi bagi kejayaan bangsa Indonesia di masa mendatang.

Seorang pengamat mengatakan, peradilan di negeri ini, mulai dari yang tertinggi sampai ke bawah, mengalami keambrukan (institusional collapse). Saya kira itu tidak hanya berlaku untuk pengadilan-pengadilan kita, melainkan juga institusi penegakan hukum yang lain. Keambrukan institusi akan menjadi beban tambahan yang berat bagi pemerintahan di masa mendatang.

Kendati pemerintah tidak boleh mencampuri (bekerjanya) hukum, tetap saja keambrukan tersebut akan membebani jalannya pemerintahan. Ditempatkan pada konteks tersebut, persoalan yang dikemukakan di atas hanya merupakan puncak dari gunung es. Dikatakan secara umum, maka hal yang sangat mendasar adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum Indonesia.

Di atas sudah dikatakan bahwa hukum adalah independen dan Presiden tidak dapat mencampurinya begitu saja. Bagaimanapun apabila kepercayaan masyarakat terhadap hukum merosot tajam, itu akan mengganggu kinerja pemerintahan yang baru nanti.

Maka siasat yang dapat ditempuh adalah membangun kepercayaan publik terhadap hukum tanpa Presiden mencampuri atau melakukan intervensi terhadap bidang-bidang hukum yang independen itu seperti pengadilan dan proses-proses hukum yang berjalan.(*)

Satjipto Rahardjo, Guru Besar Emeritus Sosiologi Hukum Undip, Semarang

Sumber: Seputar Indonesia, Senin, 19 Oktober 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts