Rahasia Negara, Negara Rahasia

Oleh: J Kristiadi

KUTIPAN di atas menegaskan, sebagai negara demokrasi, memperoleh informasi merupakan hak asasi dan hak konstitusional yang melekat kepada rakyat, baik sebagai warga negara maupun sebagai pribadi.

Berdasarkan paradigma itu, informasi pada dasarnya terbuka, kecuali berkaitan dengan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain, keamanan nasional, dan ketertiban umum.

Berkenaan dengan masalah keamanan nasional, negara harus menjamin kebijakan pengecualian terhadap akses informasi publik harus berdasarkan regulasi yang jelas, serta sungguh-sungguh diperlukan untuk mengamankan kepentingan nasional terhadap ancaman yang sangat serius. Pembatasan harus dilakukan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Namun, landasan pemikiran itu tampaknya tidak menjiwai ketentuan-ketentuan dalam RUU Rahasia Negara sehingga, meskipun nantinya disahkan, kontroversi UU Rahasia Negara akan terus berlanjut.

Masyarakat menilai UU Rahasia Negara sarat dengan beberapa kelemahan. Pertama, proses penyusunan tidak disertai kajian akademik yang komprehensif dan mendalam sehingga kabur dalam menentukan jenis, definisi, dan kategorisasi manajemen rahasia negara.

Kedua, banyak ketentuan bertabrakan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, Undang-Undang Pers, dan Undang-Undang HAM. Ketiga, menutup akses publik melakukan kontrol terhadap negara serta memandulkan kebebasan pers, berpotensi pelanggaran dan menghambat penuntasan kasus HAM.

Keempat, menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia karena pejabat negara dapat mengategorikan informasi publik dalam ranah rahasia negara. Kelima, rentan disalahgunakan melindungi pejabat pemerintah dari perbuatan korup.

Keenam, tidak mengatur pengecualian yang yang sangat diperlukan dalam kondisi tertentu, misalnya untuk mengungkapkan kejahatan HAM, terorisme, megakorupsi, dan sebagainya. Sebab, membuka akses kepada informasi rahasia secara terbatas sangat penting demi kepentingan masyarakat luas.

Dukung Penguasa

Lolosnya UU Rahasia Negara tidak dapat dilepaskan dari menguatnya gejala kecenderungan perilaku politik parpol yang semakin menggantungkan eksistensinya pada negara. Persaingan ketat dan pertarungan yang keras di ranah elektoral tidak menyisakan kompetisi ideologis atau cita-cita besar di domain parlemen. Mereka secara beramai-ramai berperilaku kolektif, berkerumun, dan saling mendukung untuk menikmati manisnya madu kekuasaan negara.

Manifestasinya, kecenderungan merapatnya semua partai politik pascakemenangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono pada pemilu presiden yang baru lalu. Perkembangan demokrasi menjadi kurang sehat karena tidak ada parpol yang secara efektif dan konstruktif bersedia menjadi “lawan” bertanding penguasa.

Seharusnya para elite politik dapat belajar dari pengalaman pahit, hidup dalam rezim negara yang tertutup, seperti dipraktikkan oleh Orde Baru. Negara selama tiga puluh tahun tidak hanya memonopoli kekuasaan, tetapi mendominasi secara mutlak tafsir landasan hidup bersama.

Kepentingan politik penguasa menjadi kebenaran bagi negara. Semua regulasi bernegara harus tunduk kepada kepentingan politik penguasa. Atas nama negara dan stabilitas politik dan keamanan, negara nyaris dibenarkan berbuat apa saja.

Siapa pun yang berani berbeda pendapat dengan negara harus menghadapi tekanan kekuasaan, baik berupa intimidasi maupun kekerasan senjata. Kepentingan jahat, kolutif, dan manipulasi kekuasaan disembunyikan atas nama kepentingan negara. Sistem politik hanya menjadi Negara Rahasia yang penuh misteri teka-teki, serba gelap, dan menakutkan.

Masyarakat sebenarnya sangat memahami, bahkan mendukung, urgensi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat. Upaya itu adalah sebuah keniscayaan. Namun, hal itu tidak harus dilakukan dengan menyusun UU Rahasia Negara yang dalam perspektif demokratis justru melemahkan negara.

Kewaspadaan terhadap kecanggihan ancaman asing yang mengganggu keamanan nasional lebih bijak kalau dilakukan dengan menyusun strategi pengembangan teknologi yang serius agar mampu menandingi sofistikasi kekuatan asing yang mengancam kepentingan nasional.

Oleh sebab itu, dalam menyikapi UU Rahasia Negara, segenap komponen masyarakat harus tetap berjuang agar UU tersebut tidak mematikan rezim transparansi yang menjadi dasar kehidupan demokrasi.

Masyarakat harus melakukan kajian yang mendalam dan komprehensif, terutama menyisir ketentuan-ketentuan dalam UU Rahasia Negara yang bertentangan dengan UUD 1945 dan tumpang tindihnya dengan UU lainnya. Bahan pemikiran tersebut dipergunakan untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Masyarakat sangat berharap Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penafsir tunggal UUD 1945 dapat mengoreksi pasal-pasal dalam UU Rahasia.

J Kristiadi, Pengamat politik

Sumber: Kompas, Selasa, 15 September 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts