Ilustrasi |
Pontianak, Kalbar – Budaya Melayu mulai terkikis. Pasalnya masyarakat Melayu sekarang dinilai kurang menghargai, memahami, dan melestarikan kearifan lokal yang ada.
“Kita melihat bahwa sesungguhnya di tengah masyarakat Melayu sangat banyak sekali kearifan lokal yang ditinggalkan oleh para pendahulu kita. Masyarakat Melayu di sini kurang memahami, kurang menghargai, dan kurang melestarikan kearifan lokal itu,” kata Prof DR Chairil Effendy, Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalbar kepada Rakyat Kalbar, belum lama ini.
Menurutnya, salah satu problemnya adalah lembaga pendidikan di Kalbar sangat sedikit sekali memberikan perhatian. Begitu juga dengan pendidikan yang ada di universitas, tidak membangkitkan gairah mahasiswa atau sarjananya untuk melestarikan kearifan lokal tersebut.
Malaysia misalkan, kata Chairil, seorang ahli bahasa dari negeri jiran tersebut, yakni Prof Dr Abdul Razak punya minat yang luas di bidang kearifan lokal yang lain. “Jadi dia bisa berjalan dari Sambas ke Ketapang mendapatkan kitab-kitab lain yang selama ini tidak dipedulikan orang kita,” ujarnya.
Chairil berharap para ekonom, sarjana sosial, hukum, tidak bicara hukum internasional dan ekonomi internasional. Tetapi bicara hukum adat, ekonomi masyarakat, dan lain sebagainya.
“Sarjana sosial kita juga jarang melihat kondisi sosial yang jauh lebih arif dibandingkan lembaga politik yang ada. Banyak yang punah dan tidak banyak tahu,” jelas dia.
Ditambahkan Chairil, kitab-kitab perubatan di zaman dahulu memang ada. Kemudian sastra-sastra yang ditulis menggunakan tangan banyak yang sudah lari ke Museum Singapura.
“Sangat disayangkan, barangkali ada kepercayaan orang dahulu bahwa barang itu barang yang berharga tidak boleh disentuh. Sehingga dibungkus dengan kain kuning dan dalam waktu lama hancur. Padahal itu seharusnya boleh difotokopi,” kata dia.
Chairil yang kembali terpilih sebagai Ketua MABM Kalbar mengajak MABM daerah untuk menggali dan mencermati. Kalau ada dokumen yang berharga di rumah perlu dikumpulkan dan dipelajari.
Saat ini, sambung dia, sudah ada yang mempelajari surat-surat raja Pontianak ke Belanda. Bahkan sudah ada belajar mengawetkan naskah kuno yang sudah hampir hancur. Ini penting supaya ketemu sesuatu yang biasa diawetkan dan di Malaysia sudah ada alat tersebut.
Chairil juga terobsesi bisa membangun museum outdoor. Semacam alok galing, sampan bidar, gasing, ditempatkan di sana. “Museum indoor sedang bangun dua lantai di dekat Rumah Melayu Kalbar. Selain untuk perpustakaan juga museum. Hanya saja membangunnya bertahap,” ungkapnya.
Saat ini, Chairil melanjutkan, sedang mencari arsitek yang bisa menata ruangan sempit tetapi bisa dimanfaatkan. Seperti Museum Serawak, kecil tetapi manis. Begitu juga museum etnologi Sintang juga bagus.
Sumber: http://www.equator-news.com