Masjid Jamik di Kota Muntok, Kabupaten Bangka Barat, termasuk cagar budaya |
Pangkalpinang, Babel - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melantik lima Pamong Budaya di gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Rabu.
"Dengan pelantikan lima Pamong Budaya ini diharapkan dapat membantu melestarikan kebudayaan dan tradisi di Bangka Belitung," kata Kepala Disbudpar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Yan Megawandi, di Pangkalpinang, Rabu.
Yan mengatakan, selama hampir 12 tahun, petugas yang memiliki fungsi seperti Pamong Budaya, yakni Penilik Budaya tidak ada di Babel.
"Oleh sebab itu, dengan adanya program ini, kami menyambut gembira dan mendukung penuh kegiatan mereka," kata Yan.
Program Pamong Budaya merupakan salah satu terobosan dari Kementerian Pendidikan dan kebudayaan dalam rangka menginventarisasi cagar budaya agar tercatat dengan baik dan tetap lestari.
Lima pamong budaya yang merupakan hasil seleksi dari 25 pendaftar itu akan ditempatkan di seluruh wilayah Kepulauan Bangka Belitung.
Mereka mendapatkan insentif sebesar Rp2,1 juta per bulan, serta diberi fasilitas lain seperti sepeda motor, kamera, dan GPS.
Salah satu pamong budaya lulusan Universitas Gunadharma, Eka Purwanita, mengatakan kecintaannya terhadap budaya mendorong dia ingin mengabdikan diri menjadi pamong.
"Sejak sekolah dulu saya memang suka dengan sejarah dan kebudayaan," kata Eka.
Eka mengatakan, dalam menjalankan tugas sebagai pamong, dia dan rekan-rekannya telah dibekali pengetahuan umum kebudayaan selama 15 hari di Bogor.
"Selain itu, kami memang sudah membuat perencanaan selama setahun pengabdian mau melakukan apa," kata dia.
Para pamong yang terdiri atas Ramadani, Fieba Andalas, Saleh Setiana, Eka Purwanita, dan Gunawan Saputra, akan menjalankan delapan aspek dalam tugas inventarisasinya , yaitu sejarah, nilai budaya, permuseuman, kesenian, kesusasteraan, kepercayaan, arkeologi, dan cagar budaya.
Meski demikian, Yan Megawandi menyatakan jumlah pamong budaya yang terpilih jauh lebih sedikit dari kebutuhan.
"Kalau dibanding dengan penilik budaya sebelum otonomi daerah dulu, jumlahnya sesuai kecamatan yang ada yakni 31 orang, tetapi sekarang jumlahnya bahkan tidak mewakili setiap kabupaten," katanya.
Sumber: http://oase.kompas.com