MEDAN, KOMPAS--Kejaksaan Tinggi Nanggroe Aceh Darussalami didesak segera menyidik dugaan korupsi Bupati Aceh Tengah Nasaruddin, terkait penyelewengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2005. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap laporan keuangan Kabupaten Aceh Tengah tahun anggaran 2005, sedikitnya ada enam catatan pemeriksaan yang berpotensi terjadi korupsi.
Menurut Ade Dharmawan Syahputra, Sekjen Amanat Pemuda Nanggroe salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang melaporkan dugaan korupsi Bupati Aceh Tengah ke Kejaksaan Tinggi Nanggroe Aceh Darussalam (Kejati NAD), ada kekhawatiran laporan BPK tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum di Aceh.
“Ada kekhawatiran laporan ini justru tidak ditindaklanjuti aparat penegak hukum di Aceh. Kalau dalam waktu seminggu ini Kejati NAD ternyata tak bertindak, kami akan segera melaporkan dugaan korupsi ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujar Ade di Medan, Senin (20/8).
Berdasarkan laporan BPK, terdapat 15 catatan pemeriksaan yang perlu mendapat perhatian Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah. Ade mengungkapkan, enam di antara catatan pemeriksaan tersebut, berpotensi menimbulkan korupsi.
Keenam catatan pemeriksaan tersebut adalah pengeluaran kas daerah tanpa melalui surat perintah membayar uang (SPMU) tahun anggaran 2005 sebesar Rp 5.512.268.000. Kondisi ini mengakibatkan, pengelolaan kas daerah rawan disalahgunakan di luar ketentuan yang telah ditetapkan.
Selain itu ada penggunaan belanja tak tersangka sebesar Rp 3.509.625.093 yang tidak sesuai peruntukannya. Menurut laporan BPK, kondisi ini terjadi karena Sekretaris Daerah dalam memberikan persetujuan pembayaran dan penggunaan belanja tak tersangka tidak mengikuti ketentuan yang berlaku.
Namun menurut Sekretaris Daerah Kabupaten Aceh Tengah, Muhammad, penggunaan belanja tak tersangka yang tak mengikuti ketentuan yang berlaku lebih karena saat itu masih dalam masa darurat militer dan adanya bencana alam gempa bumi.
“Saat itu masih darurat militer. Belanja tak tersangka salah satu salah satunya digunakan untuk biaya pengamanan. Selain itu, akibat bencana alam, banyak belanja tak tersangka digunakan untuk kepentingan bantuan sosial,” ujar Muhammad.
Terkait catatan pemeriksaan BPK yang menyebut adanya pengadaan mobil dinas untuk Wakil Bupati Aceh Tengah yang dinilai memboroskan keuangan daerah senilai Rp 278.800.000, Ade mengatakan, hal ini menunjukkan Pemkab Aceh Tengah tidak peka terhadap niat pemberantasan korupsi yang dicanangkan Gubernur NAD Irwandi Yusuf.
Hanya saja menurut Muhammad, pembelian mobil dinas wakil bupati yang dianggap memboroskan keuangan daerah tersebut terjadi karena pengunduran jadwal pilkada di wilayah tersebut.
“Mestinya jadwal pilkada di Aceh Tengah itu dilakukan lebih awal, namun karena ada pelaksanaan pilkada langsung, jadi terpaksa diundur. Pembelian mobil dinas wakil bupati ini disiapkan sejak dulu, sehingga uangnya sudah disiapkan tapi mobilnya belum dibeli. Ini yang kemudian dianggap memboroskan,” katanya.
Muhammad mengatakan, pejabat Pemkab Aceh Tengah siap diperiksa penegak hukum atas dasar laporan BPK ini. Menurut dia, beberapa saran dalam catatan pemeriksaan BPK telah diikuti.
“Bahkan bantuan keuangan untuk anggota DPRD yang dianggap menyalahi ketentuan pun telah kami kembalikan ke kas daerah. Laporan BPK ini juga sudah dicek langsung oleh Polda maupun Kejati NAD,” katanya. (BIL)
Sumber: Kompas 20 Agustus 2007