Lintas Agama dan Suku Gelar Labuhan

BAntul, DIY - Yayasan Hondodento kembali menggelar ritual labuhan di kawasan Pantai Parangkusumo, kemarin (16/10). Tradisi yang telah berjalan puluhan tahun ini menyedot perhatian wisatawan, lokal maupun mancanegara. Labuhan ini dikemas lebih menarik dan berbeda dengan tradisi serupa.

Prosesi ritual labuhan dimulai dari Cepuri Parangkusumo. Seluruh ubo rampe diarak dan dibawa ke pinggir pantai. Lalu, didoakan. Dengan penuh hidmat, seluruh peserta ritual yang menggunakan pakaian khas adat Jawa ikut mendoakan.

Pernak-pernik berupa payung yang dibawa sejumlah peserta kian menambah kesakralan prosesi ritual yang rutin digelar setiap tanggal 15 Suro ini. “Baru setelah itu dilabuh,” jelas Sekretaris Yayasan Hondodento Mulyadi usai labuhan.

Ada lima jenis ubo rampe yang dilabuh. Di antaranya, pakaian, buah-buahan, sekar setaman, dan minyak wangi. Menurut Mulyadi, ritual labuhan memiliki pesan bahwa semua kenikmatan merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa. Manusia tidak selayaknya menyombongkan diri. Sebaliknya, seorang hamba manusia harus terus berusaha mendekatkan diri.

Mulyadi menambahkan, latar belakang anggota Yayasan Hondodento beragam. Mulai agama hingga suku. Kendati begitu, tidak ada batas pemisah di antara sesama anggota. “Tradisi ini juga untuk melestarikan budaya,” tambahnya.

Maryanto, salah seorang pengunjung mengaku sengaja datang ke Pantai Parangkusumo untuk melihat lebih dekat prosesi tradisi labuhan. Warga Bantul ini juga penasaran dengan tradisi rayahan ubo rampe yang dilarung ke laut. “Dapat buah pisang,” ucapnya semringah.

Koordinator Tim SAR Pantai Parangtritis Ali Sutanto menambahkan, ada beberapa labuhan pada bulan Suro ini. Selain Yayasan Hondodento, Keraton Jogja biasanya juga menggelar ritual serupa.

-

Arsip Blog

Recent Posts