Mahasiswa Amerika Belajar Budaya Indonesia di Solo

Surakarta, Jateng - Sebanyak 13 mahasiswa dari University of Michigan, Amerika Serikat itu tampak asyik memperhatikan proses pemungutan suara di tempat pemungutan suara 85, di kampung Nayu, RT 1 RW 30, Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Solo.

Sesekali mereka mencatat atau memotret aktivitas pemungutan suara. Mereka adalah mahasiswa yang tengah mengikuti program Global Intercultural Experience Undergraduates, yaitu belajar tentang budaya di Indonesia selama musim panas. Termasuk belajar tentang budaya demokrasi.

"Kebetulan rombongan sedang di Solo dan bersamaan dengan pemungutan suara untuk pemilihan gubernur Jawa Tengah. Sehingga kami mengajak mahasiswa untuk menyaksikannya," ujar dosen di University of Michigan, Agustini, yang menjadi ketua rombongan, Minggu, 26 Mei 2013.

Program tersebut berlangsung selama sebulan penuh. Selama dua pekan mereka belajar budaya di Yogyakarta dan Solo, lantas disambung di Bali selama dua minggu. Para mahasiswa semester 2 hingga 6 tersebut berasal dari berbagai disiplin ilmu seperti studi internasional, ekonomi, dan studi saraf.

Saat di Solo, rombongan diajak melihat cara pembuatan batik di kampung batik Laweyan dan pelatihan cara pembuatan keris. "Kami juga akan mengunjungi Mangkunegaran," katanya, yang juga menjabat Direktur Studi Bahasa Asia Tenggara di University of Michigan.

Tujuan utama program adalah mengenalkan budaya Indonesia ke mahasiswa Amerika. Terutama dalam hal pelestarian budaya di Indonesia. Agustini mengatakan setelah program usai, para peserta diwajibkan membuat video sesuai dengan tema. "Mereka juga diwajibkan menulis di blog setiap hari," ujarnya.

Salah seorang peserta, Irene Suh, 19 tahun, mengatakan ada perbedaan besar dalam proses demokrasi di Amerika dan Indonesia. Menurut mahasiswi jurusan studi gender dan psikologi di University of Michigan ini, pemungutan suara di Amerika dilakukan dengan cara scanning surat suara.

"Sedangkan di sini dengan mencoblos. Suasanya juga lebih santai di Indonesia. Di Amerika lebih kaku," katanya.

Peserta lainnya, Lacey Stanage, 20 tahun, mengatakan budaya demokrasi di Indonesia tidak kalah dengan Amerika. Terbukti masyarakat berbondong-bondong memberikan hak suaranya. "Demokrasi di Indonesia menarik. Proses pemungutan suara tidak harus berlangsung kaku dan serius," ujar mahasiswi jurusan studi internasional ini.

-

Arsip Blog

Recent Posts