Indikasi Korupsi Rp 210 Juta di Sekretariat Daerah Asahan

Asahan - Indikasi korupsi kini mendera lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Asahan. Nilainya lumayan juga, mencapai Rp 210 juta. Meski masuk kategori kecil, namun bakal citra buruk Bupati Risuddin. Pos Belanja Operasi dan Pemeliharaan di lingkungan Sekretariat Daerah lah, yang berindikasi korupsi tersebut. Soalnya, pengeluaran tersebut tidak didukung bukti-bukti yang lengkap.

Pada Tahun Anggaran 2005 Pemerintah Kabupaten Asahan menganggarkan Belanja Operasi dan Pemeliharaan pada Sekretariat Daerah sebesar Rp2.808.303.372,00 dengan realisasi sebesar Rp2.471.535.250,00 atau 88,00% dari anggaran.

Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap surat pertanggungjawaban (SPJ) yang disampaikan Pemegang Kas Sekretariat Daerah ke Sub Bidang Verifikasi, Pembukuan dan Pelaporan pada Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) diketahui bahwa belanja operasi dan pemeliharaan sebesar Rp 210 juta belum didukung dengan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap. Padahal, hal itu sebagai salah satu syarat sahnya suatu pertanggungjawaban keuangan daerah.

Pengeluaran-pengeluaran tersebut, pertama, kegiatan Monitoring dan Pengawasan Peredaran Pupuk Bersubsidi di Kabupaten Asahan sebesar Rp17.880.500. Kedua, kegiatan Pembuatan Data Profil Perempuan Kabupaten Asahan sebesar Rp24.880.000. Ketiga, kegiatan Bantuan Operasional Tim Penggerak PKK Kecamatan, Tim Penggerak PKK Desa dan Kelurahan se-Kabupaten Asahan sebesar Rp29.600.775.

Hal lainnya yakni, kegiatan Pembentukan Bakohumas Pemerintah Kabupaten Asahan sebesar Rp81.033.200, kegiatan Dukungan Dana Dalam Rangka Pengelolaan Administrasi Catatan Sipil sebesar Rp12.725.000, kegiatan Evaluasi dan Monitoring Proyek Tahun Anggaran 2005 sebesar Rp 25.000.000 serta kegiatan Monitoring dan Pengawasan Terhadap Peredaran BBM sebesar Rp19.520.000.

Ketujuh kegiatan tersebut, menurut BPK, pertanggungjawabannya hanya dengan bukti internal berupa kuitansi, tanpa disertai rincian penggunaan uang, laporan pelaksanaan kegiatan maupun bukti-bukti eksternal lain.

Kondisi tersebut tentunya tidak sesuai dengan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD.

Pasal 49 ayat (5) menyatakan, setiap pengeluaran kas harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Selain itu, Pasal 57 ayat (1) menyatakan, Pengguna Anggaran wajib mempertanggungjawabkan uang yang digunakan dengan cara membuat SPJ yang dilampiri dengan bukti-bukti yang sah.

Kondisi tersebut terjadi karena, Pemegang Kas unit kerja pada satuan kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD beserta Atasan Langsung Pemegang Kas dalam melaksanakan tugasnya belum sepenuhnya mempedomani ketentuan yang berlaku atas pengelolaan dan penatausahaan keuangan daerah.(red)

Sumber: www.hariansuarasumut.com 22 Juni 2007
-

Arsip Blog

Recent Posts