KETIKA Islam mulai berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa, arsitektur Islam diperkenalkan oleh para ‘’wali'’, sebagai orang yang dianggap dekat dengan Tuhan dan diyakini memiliki berbagai kelebihan. Para wali bertugas mengajarkan agama Islam dan sangat menghormati kebudayaan yang berkembang sebelum masuknya agama islam di Indonesia.
Karena itulah para wali sangat dihormati dan disegani, sehingga karya-karya arsitektur Islam saat itu masih memperlihatkan perpaduan budaya lama dan budaya baru dalam arsitektur Islam.
Tetapi memasuki dekade 1960-an, mulai muncul gaya-gaya baru dalam arsitektur masjid di Indonesia. Gaya-gaya arsitektur yang baru tersebut banyak muncul dari kalangan intelektual Islam yang telah mengenyam pendidikan seni rupa dan arsitektur di ITB Bandung yang saat ini pernah dididik oleh guru-guru gambar dan arsitek-arsitek Belanda. Arsitektur masjid dengan gaya baru di Indonesia, mulai muncul saat pembangunan Masjid Istiqlal di Jakarta. Meskipun masjid merupakan karya arsitektur Islam, tetapi ternyata Masjid Istiqlal di Jakarta adalah karya arsitek ternama Indonesia non Muslim. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederick Silaban, seorang umat Nasrani yang menempuh pendidikan arsitekturnya di ITB Bandung. Meskipun arsitek ini bukan seorang Muslim, namun dapat menghayati fungsi masjid sebagai perwujudan penting umat Islam.
Wujud arsitektur Masjid Istiqal merupakan hasil dari suatu proses sayembara, di masa pemerintahan Presiden Soekarno pada dekade 1960-an. Hasrat membangun kebudayaan bangsa yang telah merdeka, menjadi faktor kuat dalam pembangunan masjid baru. Saat itu Presiden Soekarno menginginkan Indonesia memiliki Masjid Agung dengan arsitektur yang memiliki gaya abadi, penuh kemegahan dan kebesaran, serta memancarkan cahaya kebesaran Tuhan. Masjid Istiqlal diharapkan dapat menampung umat l.k. 20.000 orang, dengan luas bangunan 5000 m2.
Kemegahan dan kebesaran arsitektur ini diwujudkan dalam skala dan struktur bangunan di lingkungan Taman Wijaya Kusuma, di atas bekas tanah benteng pendam di zaman penjajahan Belanda, yang ada di jantung Kota Jakarta. Arsitektur Masjid Istiqlal menyiratkan prinsip-orinsip arsitektur modern, tidak lagi bertitik-tolak dari bentuk-bentuk masjid yang telah ada sebelumnya di Indonesia, maupun yang ada di negara-negara Islam lainnya. Struktur masjid Istiqlal menggunakan konstruksi baja dan beton. Bentuk denah masjid persegi dengan struktur yang kokoh, disusun oleh deretan kolom-kolom persegi, sehingga menimbulkan dimensi yang besar, yang mampu menopang kubah raksasa setengah bola. Semua bagian dan ruang berskala besar dan diberi warna putih keabu-abuan.
Masjid Istiqlal adalah tonggak sejarah perkembangan arsitektur Islam modern di Indonesia. Masjid karya arsitek F. Silaban ini kini telah menjadi monumen nasional, dengan nilai-nilai sejarah kebudayaan Indonesia. Arsitektur Masjid Istiqlal memperlihatkan kesatuan struktur yang menyiratkan kesatuan ide bangunan sebagai tempat manusia bersujud kepada Tuhan, serta menyiratkan citra keabadian kebenaran dalam Islam.
Tak Menyalahi Kaidah
Sejak tahun enam puluhan rupanya telah terbentang kemungkinan mendirikan masjid-masjid baru, dengan dasar perencanaan arsitektur modern yang telah masuk ke Indonesia. Masjid Istiqlal yang dibangun sejak tahun enampuluhan, menampilkan kesatuan gaya yang kompak dan bersih. Kubahnya yang besar dan merupakan bentuk setengah bola murni, mempunyai daya dominasi terhadap totalitas bangun arsitekturnya.
Wujud arsitekturalnya bersih (clean dengan design), tidak menonjolkan detail-detail unsur dekoratif, maupun elemen-elemen hias lainnya pada bangunan. Hal ini pun terlihat pada desain interior bangunannya yang bersih dari gaya ornamentik, sehingga tidak mengganggu kekhidmatan suasana religi di ruang utamanya. Eksteriornya juga menampilkan pola struktur yang jelas dan kolam-kolam air yang besar. Sedangkan menaranya ditempatkan agak jauh dari bangunan induk, dengan bentuk menara beton yang tinggi. Masjid Istiqlal telah berfungsi untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan yang bersifat nasional, sehingga masjid ini telah condong menjadi tanda sebagai simbol kenegaraan. Wujud arsitektural Masjid Istiqlal yang dirancang oleh arsitek non-Muslim, tidak menyalahi kaidah. Hal ini malah menunjukkan adanya kerukuran umat beragama, yang saling memberi dan menerima. Apalagi sang arsitek pada hakikatnya telah menghayati fungsi masjid sebagai perwujudan penting umat Islam.
Ketika masjid pertama kalinya dibangun oleh Nabi Muhammad SAW, justru mewujudnya sangat sederhana sekali. Prototipe masjid beliau adalah ‘’masjid lapangan,'’ sebab unsur utamanya adalah lapangan di bagian tengah denah, kemudian di kelilingi oleh tembok pembahas. Konsep ini juga merupakan kebiasaan adat lama Arab, yang memanfaatkan bentuk lapangan terbuka di antara dinding-dinding pembatas, untuk menampung aktivitas pertemuan dan berbagai aktivitas lainnya di dalam masjid.
Jadi pada awalnya, bentuk arsitektur masjid bukanlah merupakan bangunan yang megah, penuh keindahan, tetapi justru sangat sederhana, tetapi fungsional. Dalam perkembangannya kemudian, arsitektur masjid menunjukkan berbagai bentuk gaya yang berkembang di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Masjid Istiqlal merupakan salah satu masjid yang arsitekturnya diharapkan bisa menunjukkan identitas nasional dari bangsa Indonesia dan mendokumentasikan kerukunan umat beragama.
Sumber Gede Mugi Raharja) Bali Post