Teater Indah dalam Festival Jailolo

Ternate, Malut - Di bawah sorot sinar matahari senja dari balik Gunung Jailolo, topeng dan pakaian warna-warni serta lukisan di wajah mengundang decak kagum penonton.

Di atas kapal tongkang bekas yang telah disulap menjadi panggung, di Teluk Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Provinsi Maluku Utara, Sabtu (29/5), mereka mempertontonkan theatre on the sea berjudul Senja Merah Gunung Samudera, yang menjadi acara puncak Festival Teluk Jailolo.

Teater itu bercerita soal kerajaan bawah laut yang tidak pernah bersentuhan dengan dunia luar akibat selaput maya yang menaunginya. Suatu ketika selaput hilang sehingga kerajaan harus mempersiapkan diri guna menjalin hubungan dengan dunia luar. Tentu, budaya sendiri tetap dijaga.

Mimik dan gerak tubuh yang setiap orang tampilkan, berikut keserasian gerak para pemain teater, mampu menjadikan pertunjukan itu ”hidup”. Apalagi, teater dipadu dengan iringan alat-alat musik asal Halmahera Barat dan beberapa kali dengan tarian-tarian daerah.

Gabungan dari unsur-unsur itulah yang membuat ratusan penonton tak beranjak selama dua jam hingga pertunjukan usai. Mereka tidak terlalu peduli kurang baiknya sound system yang acap kali membuat musik pengiring terkadang tidak berbunyi dan ucapan para pemain kerap kali tak terdengar jelas.

Pertunjukan seni ini baru pertama kali digelar di Teluk Jailolo. Bahkan, bisa dibilang, baru pertama kali sebuah pertunjukan teater dipertontonkan kepada warga Jailolo, ibu kota Kabupaten Halmahera Barat.

Bagi sedikitnya 360 pemain teater, pertunjukan itu pun menjadi pengalaman pertama. Pengalaman yang menantang karena mereka bukanlah seniman. Ada yang sehari-hari bekerja sebagai petani, nelayan, dan banyak pula yang masih berstatus sebagai pelajar.

”Awalnya sulit, apalagi ini pertama kali. Gugup dan grogi jadinya. Namun, setelah berlatih terus, akhirnya terbiasa,” kata Algung (17), murid SMAK Dian Halmahera, yang berperan sebagai rakyat di teater itu.

Wilen Boki (55), pemain teater yang sehari-hari nelayan penangkap ikan di laut pun mengalami kesulitan ketika dia harus menggerakkan tubuh dan mimik di hadapan banyak orang. ”Rasanya aneh, tetapi setelah terbiasa mengasyikkan.”

Menurut produser theatre on the sea dari event organizer Idea Production, Dyah Kusumawati, dibutuhkan waktu sekitar dua bulan untuk mempersiapkan 360 pemain teater yang mayoritas berasal dari warga Jailolo. ”Semangat untuk berlatih membuat mereka mampu memainkan masing-masing perannya dengan baik,” ujarnya.

Tak heran jika artis Nadine Candrawinata, yang diundang Bupati Halmahera Barat Namto H Roba untuk membantu mempromosikan Festival Teluk Jailolo, tertarik untuk turut serta dalam teater itu. Ia berperan sebagai ratu. Padahal, hal ini tidak direncanakan sebelumnya.

Para pemain teater itu tidak hanya menampakkan keseriusan, tetapi juga kerelaan melepas waktu beristirahat, belajar, dan bekerja demi berlatih teater selama tiga jam setiap hari.

Tanpa imbalan

Setiap pemain teater pun tidak menolak ketika mereka diminta membuat kostum yang akan mereka kenakan. Kostum yang terbilang rumit pengerjaannya mereka buat dari beragam barang, seperti gabus, plastik mika, dan kapas.

”Letih dan pusing karena harus membuat kostum selama satu bulan hilang seketika saat saya bermain teater sekaligus mempertontonkan kostum saya kepada penonton,” kata Franky Mohere, siswa kelas satu SMAN Jailolo.

Hebatnya, semuanya mereka kerjakan tanpa imbalan uang. Sebagai pemain teater, mereka pun tidak diberi upah. ”Untuk kemajuan Halmahera Barat, kami rela berkorban,” tutur Jamal Gise (44), pemain musik dalam pertunjukan teater itu.

Semangat yang ditunjukkan warga Jailolo inilah yang sebetulnya menjadi inti dari cerita teater. Mereka diibaratkan sebagai rakyat kerajaan bawah laut yang mempersiapkan diri untuk dunia luar, dalam hal ini wisatawan yang berkunjung ke Halmahera Barat.

Agar identitas mereka tidak hilang saat dunia luar masuk ke Halmahera Barat, dipertunjukkan beragam musik dan tarian daerah. Tata ruba dan manuru, dua alat musik dari bambu, beberapa kali menjadi pengiring. Dipertontonkan pula tarian legu salai dan saradabidabi, tarian khas Halmahera Barat.

Persiapan rakyat Jailolo menerima wisatawan itu tidak sebatas di teater. Di luar panggung, warga menyediakan kamar di rumahnya untuk wisatawan mengingat terbatasnya jumlah penginapan di Jailolo. Stiker bertuliskan home stay menjadi penanda bagi rumah- rumah ini.

Uniknya, mereka tidak meminta uang sepeser pun. ”Semua makanan, minuman, dan kamar yang disediakan gratis. Kami senang bisa bertemu orang-orang dari luar karena bisa bertukar pengetahuan,” kata Ny Imran Arrahman (55), salah seorang pemilik home stay.

Keramahan yang ditunjukkan, kerja sama warga dan pemerintah, guna mempromosikan wisata di Halmahera Barat ini sama indahnya dengan keindahan alam kabupaten berpenduduk sekitar 100.000 orang ini.

Alam bawah lautnya mampu memukau sedikitnya 100 penyelam selama Festival Teluk Jailolo, 24-30 Mei. ”Keindahan bawah laut ini perlu dijaga karena di beberapa tempat terlihat terumbu karang rusak karena bom ikan,” ujar Leo Rustandi (37), penyelam dari Jakarta.

Pemicu

Bupati Halmahera Barat Namto H Roba mengatakan, Festival Teluk Jailolo yang menjadi acara pariwisata rutin setiap tahun di Halmahera Barat dijadikan pemicu agar wisatawan tertarik ke daerahnya. Festival tahun ini yang menghabiskan dana sedikitnya Rp 1 miliar adalah festival kedua yang digelar.

Selain upaya itu, pemerintah akan membangun sarana dan prasarana pendukung pariwisata, sekaligus merangsang investor menanamkan modalnya di sektor pariwisata.

Sarana dan prasarana pendukung pariwisata masih minim, misalnya belum ada operator selam di Jailolo. Untuk Festival Teluk Jailolo, operator selam sebagai penyedia alat-alat untuk keperluan selam harus didatangkan dari Manado, Sulawesi Utara.

Regulasi berupa peraturan daerah untuk menjaga kelestarian Teluk Jailolo dari ancaman bom ikan pun sedang digagas Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat.

Sebagai permulaan, pemerintah dan rakyat Halmahera Barat telah mencoba mengemas teater untuk pariwisata.(A Ponco Anggoro)

Sumber: http://cetak.kompas.com
-

Arsip Blog

Recent Posts