Khazanah Naskah dari Kepulauan Riau di Belanda

Oleh: Suryadi

Di Indonesia, mencari buku tua atau naskah klasik yang berumur mencapai 500 tahun mungkin tidak semudah menemukan HP atau mobil model terbaru. Lain halnya di Belanda: banyak dokumen tua dan artefak sejarah tersimpan baik di berbagai perpustakaan dan museumnya.

Sulit untuk menyangkal bahwa kesadaran akan pentingnya arsip berbanding lurus dengan kemajuan kebudayaan sebuah negara-bangsa. Berkat kerapian sistem pengarsipan dan ketelitian sistem administrasinya sejak dulu sampai sekarang, Belanda yang tergolong negara maju, menjadi salah satu destinasi internasional studi kepustakaan sejarah Asia (Tenggara). Hal ini tentu terkait dengan sejarah kolonialisme Eropa pada zaman lampau yang juga dilakoni Belanda di beberapa negeri Asia (Sri Lanka, Taiwan, Indonesia, dsb.). Sudah menjadi pemandangan biasa bahwa setiap tahun, terutama saat libur universitas di musim panas, banyak peneliti internasional kelihatan “memeram diri” di berbagai perpustakaan dan museum di Belanda untuk mencari data penelitian mereka.

Ada banyak perpustakaan dan museum di Belanda tempat para peneliti internasional sering “mengerami” telur ilmiah mereka sebelum “menetas” menjadi publikasi yang bermutu. Sebutlah umpamanya, Universiteitsbibliotheek Leiden, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde [KITLV], Museum Volkenkunde (Leiden), Algemeen Rijkarchief, Koninklijke Bibliotheek (Den Haag), Scheepvaartmuseum, Tropenmuseum, Pers Museum (Amsterdam), Museum Bronbeek (Arnhem), dan Maritime Museum (Rotterdam), dan banyak lagi. Institusi-institusi itu menyimpan banyak naskah kuno, arsip kuno, foto-foto klasik, buku-buku kuno dan baru, koran-koran tua, dan benda-benda kuno dari Indonesia.

Naskah-naskah dari Kepulauan Riau di Leiden
Dalam tulisan singkat ini penulis ingin menginformasikan khazanah naskah dari Kepulauan Riau (Kepri) yang tersimpan di Universiteitsbibliotheek (UB) Leiden, sebuah perpustakaan terpenting di Belanda yang menyimpan ribuan naskah Nusantara dan ratusan jutaan buku tua dari Indonesia dan dunia Melayu pada umumnya. Koleksi UB yang menyangkut Indonesia/Melayu hampir sama banyaknya dengan koleksi KITLV Leiden yang letaknya berdekatan dengan UB.

Koleksi naskah Nusantara di UB Leiden tersimpan di afdeling (bagian) yang disebut Bijzondere Collecties (Koleksi Khusus). Isinya meliputi naskah-naskah, foto-foto tua, peta-peta tua, buku-buku tua, dan lukisan-lukisan tua yang umurnya rata-rata di atas 100 tahun, malah ada yang berumur 500 tahun lebih. Afdeling ini dijaga ketat. Di sana tersedia peralatan untuk membaca naskah. Memfotokopi naskah-naskah dan buku-buku dilarang, tapi pemotretan diperbolehkan dengan izin khusus. Jika ingin mereproduksi naskah/buku yang diinginkan, harus membayar (biayanya tergantung model reproduksi dan ukuran diinginkan si pemesan: mikrofilm, scanning, foto digital, dll.).

Naskah-naskah Nusantara (termasuk dari Kepri) yang tersimpan di UB Leiden ditandai dengan simbol “Cod.Or” (singkatan dari Code Orientalis). Setiap naskah (banyak yang berbentuk bundel) diberi nomor. Peminjaman harus berpedoman kepada katalog terbaru UB: Catalogue of Malay and Minangkabau Manuscripts in the Library of Leiden University and Other Collections in the Netherlands, Jilid 1 (1998) dan Jilid 2 (2007) susunan Edwin Wieringa (Leiden: Legatum Warnerianum Leiden University Library). Setelah diketahui nomornya, maka pengakses harus mengisi borang yang disediakan petugas.

Koleksi Surat-surat dari Kepulauan Riau
Tulisan ini membicarakan koleksi surat-surat dari Kepri, yang belum banyak disentuh peneliti dibanding dengan naskah-naskah yang termasuk kategori non-surat. Surat-surat tersebut adalah sumber pribumi yang tak kalah pentingnya dari sumber-sumber Eropa untuk mengkaji sejarah Melayu. Salah satu dari banyak bundel yang berisi puluhan pucuk surat dari Kepri (dan daerah lainnya di Nusantara), yaitu Cod.Or.3036. Surat-surat itu berasal dari raja-raja Riau kepada pejabat kolonial (Gubernur atau Gubernur Jendral) atau sebaliknya, maupun surat-surat pribadi. Surat-surat itu ditulis antara tahun 1796—1834. Jumlah keseluruhan surat dalam bundel ini mencapai lebih dari 500 pucuk.

Surat-surat dari Kepri adalah: Cod.Or.3036-III, no.18: surat dari Sultan Indra Bungsu (wakil Sultan Muhammad Syah) di Lingga kepada Syahbandar di Batavia (18 Zulkaidah 1215/31-3-1800). Selanjutnya, Cod.Or.3036-IV, no.6: dari Sultan Syarif Abdul Rahman/Lingga kepada GJ di Batavia (1 Ramadan 1211/27-2-1797); no.20: dari Mayor Willem Farquhar [Malaka] kepada Yang Dipertuan Muda di Riau (14 Zulkaidah 1233/15-9-1817); no.22: dari Sjarif Ahmad ibn Umar di Negeri Lingga kepada Residen Kapten Alout di Riau (13 Muharram 1234/18-11-1818); no. 25: dari Mayor Willem Farquhar di Singapura kepada Sultan Lingga (Negeri Singapura, 15 Jumadilawal 1234/10-3-1819); no.27: dari Datuk Bendahara di Lingga kepada “Tuangku Yang Maha Mulya” [Kapten Elout?] (21 Zulhijjah 1235/25-9-1820); no. 28: dari Yang Dipertuan Muda Riau dan Johor kepada Kapten Elout (23 Muharram 1237/20-10-1821); no.30: dari Tengku Sayid di Riau kepada Mayor Cornelis Elout di Batavia (Negeri Riau, 26 Jumadilawal 1241/6-1-1826).

Masih dalam file IV, no.32: dari Sultan Abdul Rahman di Lingga kepada Residen Elout (Negeri Lingga, 8 Jumadilawal 1243/27-11-1827); no.33: dari Tuan Muda di Riau kepada Mayor (Elout?) di Batipuh (2 Zulkaidah 1243/16-5-1828); no.34: dari Sultan Abdul Tahmah Syah di Lingga kepada Residen Mayor Elout (Negeri Lingga, 24 Zulkaidah 1243/8-6-1828); no. 35: dari Tengku Sayid kepada Letnan Kolonel Elout, Residen Riau (Jumadilakhir 1244/antara 9-12-1828 s/d 7-1-1829); no.36: dari Yang Dipertuan Muda Riau kepada Kolonel Elout (15 Rajab 1244/21 Januari 1829); no. 37: dari Yang Dipertuan Muda Riau kepada ‘Tuan Walbheem” (27 Syawal 1244/3 Mei 1829); no.38: Surat dari Yang Dipertuan Muda Riau kepada Letnan Kolonel Elout (27 Syawal 1244/3 Mei 1829); no.40: dari Yang Dipertuan Muda Besar al-Sultan Abdul Rahman Syah dari Lingga kepada Residen Riau, Letnan Kolonel Elout (Negeri Lingga, 25 Rabiulakhir 1245/25 September 1829).

Selanjutnya, 3036-IV, no.41: dari Daeng Bisnu di Trengganu kepada Yang Dipertuan Muda di Riau (14 Jumadilawal 1245/12 November 1829); no. 42: dari Yang Dipertuan Muda di Pulau Karimun kepada Residen Riau, Letnan Kolonel Elout (19 Jumadilawal 1245/17 November 1829); 43: dari Raja Abdul Rahman di Pulau Karimun kepada Raja Johor (Pulau Karimun 7 Jumadilakhir 1245/4 Desember 1829); no. 44: dari Yang Dipertuan Besar al-Sultan Mahmud Syah dari Lingga kepada Residen Walbheem (Negeri Lingga, 24 Rabiulakhir 1249/10 September 1833); no. 45: dari Tuangku Muda Riau kepada Tuangku Elout di Riau (Negeri Pasiman 19 Musim 1833); no. 46: dari Tuanku Muda Riau kepada ‘Tuan Kumendur‘ di Padang (Negeri Pasiman, 19 Musim 1833); 48: dari Yang Dipertuan Muda Riau kepada Residen Walbheem di Riau (Negeri Lingga, 27 Syawal 1261/29 Oktober 1845); no.50: dari Sultan Muhammad Sulaiman kepada Baron van Höevell (12 Agustus 18460); no.58: laporan dari orang di Pulau Penyengat (tanpa tarikh).

Bundel lain yang mengandung surat-surat dari Kepri adalah Cod.Or.2241, yang berisi 552 pucuk surat (dibagi dalam 4 file) dan bundel Cod.Or.2242 (5 file) yang juga berisi lebih dari 500 pucuk surat. Umumnya surat-surat yang menyangkut Kepri, Siak, dan Semenanjung Malaya itu bertarikh antara 1870-an sampai 1930-an.

Di dalam kedua bundel di atas, juga terdapat banyak surat dan dokumen dari wilayah Melayu yang lain, sekitar Selat Malaka. Misalnya, ada delapan pucuk surat dalam Cod.Or.2241-IIc berasal dari Siak (pada no. 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10). Sedangkan dalam Cod.Or.2241-I terdapat 16 pucuk surat dari raja atau bangsawan atau pedagang Arab dari Johor, Selangor, Kedah, Trengganu, dan Pahang (pada no. 2, 3, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 21, 22).

Masih ada banyak surat dari Riau dalam bundel yang lain yang belum tercatatkan di sini. Penulis tidak dapat merincinya menurut Code Orientalis masing-masing surat karena terbatasnya ruang. Yang jelas, apa yang diuraikan di atas baru sebagian kecil dari data kepustakaan klasik mengenai Kepri yang ada di Belanda.

Mengembalikan “sirih ke tampuknya”
Khazanah pernaskahan dan dokumen sejarah Kepri yang kini tersimpan di Leiden itu tentu memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Jika Pemerintah Provinsi Kepri (di bawah pimpinan H. Ismet Adullah atau siapapun yang akan memimpin provinsi ini di masa depan) secara terencana dapat menganggarkan APBD-nya untuk mengumpulkan dan meneliti khazanah kepustakaan klasiknya yang tersebar di luar negeri, termasuk yang ada di Belanda. Lambat tapi pasti, tentu pada suatu masa Kepri akan menjadi rujukan bagi studi dan model pengembangan daerah yang berwawasan budaya dan sejarah. Mengingat sejarahnya yang gemilang di masa lalu, Kepri berpotensi membangun dirinya antara lain dengan bersandar pada pilar kebudayaan dan sejarah.

Tak usah mencontoh jauh-jauh: Pemda Kepri dapat belajar dari Singapura, tetangga kecilnya, dari cara mereka mengelola aspek-aspek kebudayaan dan sejarah. Kini, Singapura menikmati hasilnya: negara itu menjadi salah satu rujukan akademik dunia yang penting dan juga festival-festival budaya kontemporer. Ini adalah keberhasilan dari kebijakan pembangunan Singapura yang sadar (akan pentingnya) budaya.

Untuk naskah-naskah dan arsip-arsip Kepri yang tersimpan di Leiden (UB dan KITLV), misalnya, Pemda Kepri dapat bekerjasama dengan Jurusan Asia Tenggara dan Oseania Universitas Leiden (tempat penulis mengajar sekarang, website: http://www.hum.leidenuniv.nl/indonesisch/). Ahli dari daerah ini, atau yang mengambil spesialisasi wilayah ini, seperti Drs. Aswandi Syahri dan Dr. Jan van der Putten, tentu dapat dilibatkan.

Kerjasama itu bisa dalam beberapa bidang, seperti pembuatan duplikat naskah-naskah, surat-surat, arsip-arsip, foto-foto, dan lainnya untuk disimpan di Perpustaakan Utama di Kepri (Tanjung Pinang atau Penyengat); pelatihan tenaga ahli pernaskahan; penerjemahan dokumen-dokumen penting dan artikel-artikel klasik mengenai Riau, dan lain sebagainya.


Ini mungkin impian penulis, seorang Indonesia yang merantau di negeri orang dan melihat bagaimana kebudayaan bangsanya sendiri dihargai begitu tinggi di Belanda. Tapi siapa tahu ini juga impian para tokoh politik, budayawan, intelektual, dan masyarakat Kepri.
_________
Suryadi, Dosen dan Peneliti pada Opleiding Talen en Culturen van Indonesië, Faculteit Geesteswetencshappen, Universiteit Leiden, Belanda

Sumber : Rubrik Opini Batam Pos, Senin, 7 Januari 2008

-

Arsip Blog

Recent Posts