Cirebon, Jawa Barat - Eksistensi adat dan budaya lokal suatu daerah dipengaruhi ketahanan budaya masyarakat setempat dari pengaruh budaya asing. Hal itu dikata Sri Sultan Hamengku Buwono X di Cirebon, Kamis (5/3).
Sultan dalam orasi budaya saat menghadiri upacara adat Awit Muni Gong Sekati di Keraton Kesultanan Kanoman Cirebon mengatakan semakin rendah derajat budaya ketahanan masyarakat pendukungnya, maka semakin kuat budaya asing yang masuk. Di hadapan Sultan Kanoman Cirebon ke-12 Sultan Raja Mohammad Emirudin serta ribuan warga Cirebon dan sekitarnya, Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat itu mengatakan dalam proses akulturasi budaya tidak selalu berlangsung dalam dua arah berimbang, tetapi bisa terjadi salah satu budaya berpengaruh dominan dan mematikan budaya yang lain.
Karena itu, Sultan HB X yang juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini mengingatkan agar pemerintah daerah, masyarakat adat dan pihak keraton untuk selalu kreatif dan "gelisah" dalam memelihara budaya setempat. "Tanpa tekanan eksternal pun kebudayaan harus selalu kreatif dan ’gelisah’, karena tanpa itu kebudayaan lokal akan mati dengan sendirinya," katanya.
Ia berharap para pemuka adat khususnya pihak keraton mampu melakukan reposisi dan pembaharuan agar mampu menangkap makna di balik berbagai budaya dan upacara adat. Secara khusus, Sultan HB X mengingatkan bahwa upacara Sekaten atau Panjang Jimat akan punah atau terasing dari komunitas lokal, jika masyarakat tidak lagi punya tradisi kebanggaan terhadap peninggalan para wali yang mensyiarkan ajaran Islam itu. "Saya sangat berharap upacara Sekatenan di Cirebon ini dapat menjadi ’ikon’ religius kultural Cirebon," katanya.
Sultan juga mengatakan rangkaian upacara Sekaten dapat menjadi ’energi kerakyatan’ yang mampu mendorong kehidupan ekonomi rakyat, serta menjadi ajang hiburan rakyat yang murah di tengah hiruk pikuk politik yang sedang berlangsung. (Ant/OL-06)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com (6 Maret 2009)