Bangkok, Thailand - Sepertinya seorang selebriti memasuki ruangan. Wartawan-wartawan foto berebut tempat bagus, bersaing dengan orang-orang—terutama kaum wanita—yang menyerbu ikut mengambil foto dengan kamera saku. Petugas dengan susah payah membuka jalan bagi pria yang jadi obyek kamera itu sehingga bisa mencapai tempat duduknya di barisan depan.
Dia memang tampan dan menarik. Tetapi dia bukan bintang film. Dia bukan penyanyi pop. Dia adalah Abhisit Vejjajiva, Perdana Menteri Thailand.
Popularitas perdana menteri yang baru terpilih pertengahan Desember lalu itu rupanya tidak terbatas hanya di negaranya. Acara yang dihadiri Abhisit akhir Februari lalu di Balai Sidang Bangkok itu adalah temu wicara dalam rangka Mega Fam Trip, acara yang diadakan Badan Pariwisata Thailand (Tourism Authority of Thailand/TAT) untuk promosi pariwisata negara itu. Pesertanya adalah operator wisata dan wartawan dari berbagai negara.
”Ini adalah acara tahunan kami. Kami ingin Anda melihat apa yang dimiliki negara kami untuk ditawarkan kepada dunia,” kata Ny Phornsiri Manoharn, Ketua TAT. ”Oktober lalu kami mengundang sampai 1.000 agen perjalanan dan wartawan dari 49 negara. Kali ini, karena persiapannya singkat, kami fokuskan pada kawasan Asia Pasifik dengan mengundang 300-an agen perjalanan dan hampir 100 wartawan dari 22 negara.”
Pariwisata adalah salah satu komponen paling penting dari perekonomian Thailand. Tahun 2008, menurut Santichai Euachongprasit, Wakil Ketua TAT Bidang Pemasaran Internasional, sektor pariwisata Thailand menghasilkan 5-7 persen GDP. Dengan hampir empat juta orang dipekerjakan secara langsung atau tidak langsung dalam industri ini, pariwisata membantu menciptakan lebih banyak pekerjaan yang berhubungan dengan pariwisata dan menyebarkan pendapatan ke penduduk setempat dengan mendorong investasi di daerah-daerah pedesaan.
Peran penting pariwisata dalam perekonomian Thailand itu disadari dan diakui betul oleh Pemerintah Thailand. ”Ini salah satu industri paling berhasil, dengan miliaran dollar investasi ditanamkan dalam industri ini,” kata Abhisit, yang mengatakan bagaimana industri yang tahun 1960 menarik 81.000 wisatawan dan menghasilkan 10 juta dollar AS itu pada tahun 2008 bisa menarik 14 juta pengunjung dan menghasilkan devisa hampir 15 miliar dollar AS.
Upaya bersama
Kesadaran dan pengakuan akan pentingnya sektor pariwisata itu tecermin dalam upaya Pemerintah Thailand yang bersikap all-out—tidak setengah-setengah atau seadanya—dalam menanganinya. Badan Pariwisata Thailand TAT yang ditugaskan mempromosikan industri ini, antara lain dengan mengembangkan strategi pemasaran proaktif dan mendorong kerja sama di dalam dan luar negeri dalam promosi pengembangan pasar pariwisata itu, menjalankan tugasnya dengan serius. Dibentuk tahun 1960, TAT beraksi melalui 22 kantor di seluruh negeri dan 15 kantor di luar negeri.
Ketua TAT Phornsiri Manoharn berulang kali menyebutkan bahwa promosi pariwisata adalah sebuah upaya bersama dari berbagai pihak yang terlibat. Ini tampaknya yang menjadikan bersatunya mereka menghadapi situasi yang berkembang. Ketika para demonstran anti-Thaksin mengepung Bandara Internasional Suvarnabhumi dan Bandara Domestik Don Muang di Bangkok sehingga harus ditutup selama seminggu pada akhir November-awal Desember lalu, untuk pertama kalinya pariwisata Thailand mengalami bahwa konflik politik dalam negeri mengancam keberlangsungan industri itu.
”Ketika itu terjadi, TAT dan industri perjalanan seperti hotel dan biro perjalanan bertindak segera untuk menangani penumpang yang telantar. Kami membantu membawa dan menempatkan mereka semua di hotel-hotel di Bangkok, menyediakan makanan tiga kali sehari untuk mereka, sampai mereka meninggalkan negara kami, diterbangkan melalui bandara-bandara lain seperti Phuket dan Chiang Mai,” kata Phornsiri Manoharn. ”Tak seorang pun menginginkan ini terjadi. Tetapi, kala ini terjadi, kami semua langsung mengumpulkan kekuatan bersama untuk membantu para turis.”
Penutupan bandara-bandara Bangkok itu merupakan pelajaran berharga bagi Thailand. Pemerintah Abhisit menjanjikan itu tidak akan terulang lagi dengan ditetapkannya undang-undang baru. Abhisit memimpin Thailand Road Show ke Jepang dan negara lain untuk memulihkan kepercayaan turis dan investor. TAT yang bekerja sama dengan perusahaan penerbangan Thai Airways juga terus bergerak, antara lain dengan Mega Fam Trip bagi operator wisata dan wartawan serta paket-paket wisata khusus. Aturan bebas visa transit juga diberlakukan.
Ketika bandara-bandara ditutup, keadaan pariwisata buruk karena tidak ada turis yang datang. Kawasan-kawasan turistik sepi, membuat pedagang-pedagang kecil termangu-mangu. Siam Niramit, tempat yang menyajikan show menarik sejarah negeri itu, misalnya, pada hari-hari itu hanya punya sekitar 50 penonton untuk teaternya yang berkapasitas sekitar 3.000 tempat duduk.
Namun, dengan cepat pariwisata Thailand berangsur pulih. Bandara Suvarnabhumi disibuki oleh turis yang datang-pergi, kawasan wisata mulai ramai kembali. Keadaan belum lagi normal sepenuhnya karena jumlah turis awal tahun ini masih belasan persen lebih sedikit dibandingkan angka bulan yang sama tahun lalu. Namun, kemampuan pulih industri itu di Thailand mengesankan.
”Kami punya kekayaan alam berlimpah dan warisan budaya yang kaya,” kata Abhisit berpromosi mengenai negaranya. ”Dan rakyat kami sangat berorientasi memberi layanan,” katanya.
Itulah modal mereka. Dengan upaya bersama semua pihak, rintangan bisa terlewati dengan cepat. (Diah Marsidi)
Sumber: http://cetak.kompas.com (11 Maret 2009)