Sleman, DIY - Makanan ringan khas wisata Kaliurang, Sleman, Provinsi Yogyakarta mulai laris seiring dibukanya lokasi wisata tersebut. Para pengunjung taman wisata tersebut mulai berdatangan sejak kawasan wisata tersebut dibuka pada 11 Desember lalu.
“Saya sudah mulai berjualan sejak tempat wisata ini dibuka, usai dua bulan libur karena mengungsi,” kata Sukani, 65 tahun, pedagang jadah tempe di Kaliurang, Minggu (27/12).
Pada hari-hari ramai pengunjung, biasanya Sukani bisa menjual 5 kilogram jadah dan seratus tempe yang dibacem. Namun saat ini ia hanya menjual 2 kilogram jadah saja. Sedangkan tempe yang sudah dibacem hanya 100 buah saja.
Judah atau orang Jakarta menyebut uli itu terbuat dari ketan dicampur kelapa. Jadah tempe khas Kaliurang berupa dua buah jadah dengan ukuran berdiameter 5 centimeter. Sedangkan tempe yang dibacem adalah tempe yang pembuatannya dengan dibungkus daun jati.
Biasanya, warga Yogyakarta, semisal almarhum Umar Kayam, memakan jadah Kaliurang dua jadah sekaligus, plus satu potong tempe. Caranya, tempe bacem diletakkan di tengah di antara tumpukan dua jadah. Lebih nikmat, bila jadah tempe ini disantap pagi atau sore hari dengan ditemani satu cangkir teh atau kopi hangat.
Harga satu tangkep jadah tempe hanya Rp1.500,00 saja, dijamin terasa di lidah dan mengganjal perut kosong. Selain menjual jadah tempe, biasanya pedagang jadah juga menjual ampyang atau kacang gula yang biasa dibawa oleh para pendaki gunung untuk pengecapan lidah agar tidak pahit.
Mengunjungi Kaliurang tak lengkap rasanya bila tidak mencicipi sate kelinci di daerah ini. Sudah dua pekan ini, menurut Heri Giarto, salah satu penjual sate kelinci di Kaliurang, mengatakan, para penjual sate kelinci sudah mulai menjajakan dagangannya. “Pascaerupsi Merapi, penjual jadah dan sate tutup, ya baru dua pekan ini kami buka,” kata Heri.
Heri mengaku berjualan sate kelinci mengikuti jejak orang tuanya. Keluarganyalah yang pertama kali menjual sate kelinci di kawasan Kaliurang, sekitar sepuluh tahun lalu. Sehari dalam keadaan normal, Heri bisa memotong 10 ekor kelinci. “Tapi sekarang habis 3 ekor,” katanya.
Jumlah pedagang dan penjual makanan di lokasi wisata Kaliurang, saat ini sekitar seratus pedagang. Pascaerupsi Merapi, warung makan, termasuk warung sate kelinci banyak ditinggakan pemiliknya.
Akibatnya sejumlah warung yang agak terbuka dimasuki oleh kawanan monyet. Monyet-monyet yang berada di Taman Nasional Gunung Merapi yang berada di Kaliurang membuka genting atau membuat lubang lalu menjarah makanan.
“Dagangan saya berupa makanan habis dijarah monyet, kawanan monyet menjebol genting lalu membawa makanan ke taman, kerugian mencapai Rp 5 juta,” kata Umiyati, salah satu pedagang yang kiosnya berada di dekat Taman Nasional Gunung Merapi.
Ia menambahkan, saat terjadi erupsi Merapi, getaran vulkanik menyebabkan beberapa kaca dan genting pecah, sehingga monyet dengan leluasa menjarah makanan.
Umi dan pedagang lainnya berharap pemerintah juga membatu permodalan dagangan mereka. Sebab, usai mengungsi selama dua bulan dan berpindah dari pengungsian satu ke lainnya sebanyak 7 kali, pedagang sudah kehabisan modal untuk berdagang. “Kami sangat berharap pemerintah juga memikirkan kami,” katanya.
Sumber: http://www.tempointeraktif.com