Ganesha, Jabar - Setelah mendapat pengakuan dari United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), kini batik Indonesia mendapat anugerah best practices dari UNESCO. UNESCO akan membiayai program pengenalan batik melalui kurikulum pendidikan di sekolah.
"Penghargaan ini merupakan yang tertinggi dari UNESCO untuk batik Indonesia, karena batik sudah masuh kurikulum pendidikan di Indonesia," ungkap mantan Duta Besar (Dubes) UNESCO, Prof. Dr. Tresna Dermawan Kunaefi yang ditemui wartawan di Institut Teknologi Bandung (ITB), Jln. Ganesha Bandung, Jumat (25/3).
Ia mengatakan, masuknya batik pada kurikulum pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi (PT) akan diawasi dan dikontrol satu tim dari UNESCO.
Terkait penghargaan dari UNESCO untuk seni budaya, disinggungnya, ada tiga jenis, yakni save garding (mempertahankan yang akan hilang), intangible heritage culture (warisan budaya tak benda), dan best practices.
"Kita sagat bersyukur, batik Indonesia mendapat penghargaan best practices dari UNESCO. Untuk mendapatkan ini sangat jarang dan sulit sekali," ujarnya.
Menurutnya, adanya penghargaan itu karena batik Indonesia sudah menjadi bagian dari aktivitas seni dan budaya masyarakat. "Padahal hampir semua negara di dunia memiliki batik, tetapi batik di Indonesia sudah menjadi kegiatan tradisi dan budaya masyarakat," ujarnya.
Karena itu, lanjutnya, pemerintah harus mempunyai peran besar agar batik bisa masuk ke dalam kurikulum pendidikan, termasuk angklung. Menurut Tresna, dengan masuknya batik dan angklung pada kurikulum pendidikan, maka kontinuitas keduanya bisa terjaga, sehingga pengakuan dari UNESCO tidak akan dicabut.
"Pengakuan UNESCO terhadap batik dan angklung ini hanya empat tahun. Apabila pemerintah dan masyarakat bisa mempertahankan batik dan angklung sebagai bagian tradisi dan kebudayaan Indonesia, maka pengakuan itu tidak akan dicabut dan bahkan diperpanjang. Saya optimis, pengakuan pada keduanya tidak akan dicabut," ujarnya.
Ia mengatakan, baik batik maupun angklung sudah bisa menghidupi masyarakat yang terlibat di dalamnya. Dia menyebutkan, angklung saat ini sudah menjadi lahan bisnis dalam pembuatan alat musik bagi masyarakat, begitu pun batik. "Hal seperti itulah yang diinginkan UNESCO," tandasnya.
Sementara mengenai tari saman dari Aceh yang akan diakui UNESCO dalam sidang UNESCO di Bali, bulan November mendatang, Tresna menyebutkan, tari tersebut diajukan karena diprediksi akan punah. Dengan begitu, pengakuan yang akan diberikan pun berupa save garding.
"Jika tari saman ini bisa bertahan dan berkembang di masyarakat, maka pengakuan akan naik menjadi warisan budaya tak benda," ujarnya.
Sumber: http://www.klik-galamedia.com