Semarang - Di dunia pariwisata, cinderamata menjadi salah satu bagian yang amat strategis untuk dikembangkan. Tanpa didukung adanya cinderamata yang khas, berkualitas, serta mudah dijangkau kocek pengunjung, dapat dibayangkan betapa senyapnya objek-objek wisata di tanah air.
Sejak beberapa dekade terakhir, cinderamata bahkan berperan penting dan menjadi bagian dari pencitraan Sapta Pesona. Sayangnya, untuk menggenjot produk yang satu ini beragam kendala masih menghadang. Seperti rendahnya kualitas produk barang dan jasa pariwisata, termasuk industri kerajinan penghasil cinderamata, menyebabkan lemahnya daya saing di pasar wisata.
Itu masih diperparah dengan mandulnya lembaga pendukung pasar, organisasi manajemen, kemitraan usaha, kerja sama investasi di bidang pariwisata, dan lemahnya penguasaan informasi.
Di samping itu, juga karena tidak optimalnya diversifikasi produk, usaha, permodalan, serta pemanfaatan teknologi.
Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ali Mufiz mengakui, dampak dari kondisi kurang menguntungkan itu membuat produk kerajinan dari wilayahnya menjadi kurang memiliki daya saing. Belum lagi lemahnya perlindungan terhadap karya intelektual putra-putri bangsa, terutama di bidang seni dan kerajinan. Itu semua semakin mengurangi akses dalam mengangkat industri kerajinan.
"Padahal, Jateng termasuk daerah wisata yang menghasilkan beragam bentuk cinderamata seperti batik dan patung-patung tokoh cerita pawayangan. Tetapi semua itu terkesan kalah bersaing dengan cinderamata impor yang belakangan beredar di beberapa pusat perbelanjaan yang banyak dikunjungi wisatawan, seperti boneka Barbie, mobil-mobilan, dan lain-lainnya," ujar Ali Mufiz.
Dia menambahkan, keadaan tersebut bisa bertambah buruk manakala cinderamata produk impor juga menggelontor ke pasar wisata dalam negeri.
Terlebih saat ini, sudah cukup banyak produk kerajinan asli Indonesia yang didaftarkan hak kekayaan intelektual (HKI)-nya oleh negara lain. Serta masih adanya sikap sebagian masyarakat yang cenderung lebih mencintai produk impor ketimbang produk lokal.
"Kami juga prihatin melihat desain dan kemasan produk kerajinan masyarakat, khususnya produk makanan ternyata masih jauh dari harapan," kata Ali Mufiz.
Mengingat itu semua, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah kini akan berjuang maksimal guna menjaga iklim kondusif terhadap industri kerajinan cinderamata di wilayahnya.
Dengan cara memberikan fasilitas untuk meningkatkan SDM industri kerajinan, seperti peningkatan desain, teknis produksi, promosi, dan kemasan atau packaging. Juga menjembatani terjalinnya kemitraan dengan para stake holder kerajinan serta lembaga terkait, seperti dinas/instansi, Dekranasda, balai kerajinan, klinik HKI, klinik desain dan kemasan.
Hal lain yang patut diperhatikan adalah menggerakkan seluruh potensi, baik swasta, profesional, maupun masyarakat, bagi pengembangan kerajinan seni dan budaya daerah. Kemudian melakukan diversifikasi produk, harga, dan eksplorasi pasar potensial, serta menjaga pasar yang sudah terbentuk. Mengembangkan jaringan keterkaitan regional antar karakter produk dengan zona tematis yang mengacu pada konsep pengembangan pariwisata tanpa batas.
Berkaitan dengan Visit Indonesia Year (VIY) 2008, lanjut Ali Mufiz, Pemprov Jateng sudah mematok tekad untuk mengembangkan produk yang berbasis budaya dan alam sebagai objek sentral dan distribusi wisatawan. Antara lain, melalui program pengembangan produk dengan penataan usaha produktif masyarakat lokal di lingkungan objek wisata, meningkatkan kandungan bahan baku lokal dan penggunaan produksi dalam negeri dalam rangka penghematan devisa serta mendorong kemandirian.
Selain itu, juga mengembangkan SDM sektor perindustrian secara intensif melalui transformasi dan teknologi dengan penataan dan penguatan kelembagaan dalam rangka pengamanan proses industrialisasi menuju perdagangan bebas.
"Hal lain yang tak boleh diabaikan adalah meningkatkan promosi dagang, baik di dalam maupun luar negeri, dengan memanfaatkan serta menciptakan keunggulan kompetitif guna menghadapi persaingan global," kata Ali Mufiz.
Dia menambahkan, berbagai produk kerajinan unggulan dari Jateng yang bisa diandalkan untuk memacu perkembangan sektor pariwisata tersebar di berbagai daerah. Seperti batik, lokasinya menyebar di Kota Surakarta, Semarang, Kabupaten Pekalongan, Tegal, Rembang, Banyumas, Klaten, Sragen, Kebumen, dan Wonogiri.
Sementara untuk kerajinan bordir berada di Kabupaten Pekalongan, Klaten, Jepara, dan Pemalang. Tembaga kuningan ada di Pati, Boyolali, dan Kota Semarang. Untuk keramik tersebar di Klaten, Banjarnegara, Brebes, dan Jepara.
Sedangkan kerajinan anyam-anyaman berada di Semarang, Magelang, Banjarnegara, dan Kebumen.
Sumber: www.suarakarya-online.com (5 Maret 2008)