Oleh Chris Djoka
Neak berarti anak, Lom berarti Pesta. Dapat diartikan sebagai pesta anak dalam Suku Dayak Wehea.
Ritual ini biasa dilakukan setelah selesainya semua proses Lom Plai (Pesta Panen Padi) yang biasa diselenggarakan pada periode Maret hingga pertengahan April setiap tahunnya atau setelah proses ritual Naq Dung Tung atau beruah yang dalam bahasa Wehea artinya sebuah ritual pemulihan bagi orang yang telah meninggal dunia pada tahun sebelumnya.
Eak Lom bagi Suku Wehea memiliki arti yang sangat penting dimana dalam proses tersebut, terdapat sebuah ritual Nluei, yaitu prosesi penyampaian mantra dan doa dalam bentuk nyanyian yang dilakukan semalam suntuk hingga menjelang pagi.
Sebelum pelaksanaan Neak Lom, keluarga yang melakukan biasanya menyiapkan berbagai macam bahan yang diperlukan, diantaranya adalah bambu untuk membuat lemang, bambu untuk telkeak, berbagai perlengkapan adat seperti teweb/perisai, mandau, tombak, lebung, sumpit, pakaian adat, berbagai macam kain, dan seekor babi jantan dewasa.
Pada masa lalu, ritual Neak Lom biasanya diadakan selama 2 hari, dimana hari pertama disebut Leng Dung. Malam sebelum Leng Dung, orang yang melaksanakan Neak Lom, memasak bahan-bahan makanan yang biasanya untuk makanan babi, kemudian membuat alat gantungan dari kayu temangar dibawa kolong rumah untuk menggantung berbagai peralatan, antara lain tiruan parang dari kayu, sikutan, dayung, dan lain-lain, kemudian setelah selesai diantar ke Eweang.
Prosesi selanjutnya adalah berjalan dari hulu ke hilir, membawa bahan makanan yang dibuat pada malam sebelumnya, kemudian dihamburkan sepanjang jalan, juga sebuah proses memotong-motong daun pisang (daun pisang di robek-robek dan dibuang di sepanjang jalan, sementara pelepahnya dipotong-potong).
Setelah selesainya Leng Dung, dilakukan persiapan puncak untuk Neak Lom dengan menyiapkan tempat membakar lemang, dan berbagai persiapan lainnya.
Pada hari kedua, ritual puncak Neak Lom mulai dilaksanakan. Sejak pagi hari, kaum perempuan dengan mengenakan pakaian adat berkumpul ditempat pelaksanaan Neak Lom. Mereka menyiapkan bahan-bahan berupa klaung dan gelang manik, tepa, tehas (untuk perempuan) dan cancut (untuk laki-laki), piring, telur ayam, beras, sirih pinang, rokok, dan lain-lain sebagai bahan sesajen kepada yang Maha Kuasa.
Setelah semua bahan siap, upacara puncak mulai dilakukan di dalam rumah orang yang melaksanakan ritual, yang dilaksanakan oleh 2 orang perempuan tua yang membaca mantra dan doa. Kemudian orang yang melaksanakan Neak Lom mengenakan pakaian adat lengkap, mulai dari cancut/tehas, setduq/tepa, kalung dan gelang manik, dan bersiap turun ke halaman rumah, dimana dilakukan pemotongan babi.
Dengan menggunakan pisau raut, babi disembelih dan darahnya ditampung diatas piring putih, lalu darah babi tersebut dicerahkan menggunakan pisau raut ke dahi/kening, tepa/setduq dan cancut/tehas, kemudian dilanjutkan dengan makan siang bersama (melibatkan semua warga kampung).
Inti dari ritual Neak Lom adalah bahwa seorang anak telah boleh menggunakan pakaian adat secara lengkap termasuk mengenakan lebung (topi yang dipasangi bulu burung).
Pada prosesi Neak Lom yang diadakan secara besar-besaran (biasanya dilaksanakan oleh keluarga yang mampu secara finansial) mereka biasanya juga membuat kayu (papan) atau tangga berukir biawak. Saat ini sangat jarang keluarga yang mampu melaksanakan prosesi ini, karena membutuhkan biaya yang sangat besar, disamping itu terdapat berbagai syarat yang harus dipenuhi, dimana bagi yang melaksanakannya harus sudah melengkapi semua ritual wajib dalam adat Wehea, dan yang membuat tangga/papan berukir biawak juga wajib telah melaksanakan Neak Lom.
Setelah makan bersama, semua orang (tua dan muda) perempuan, keluar dari rumah ke halaman untuk menarikan tarian Ngewai. Tidak ada kaum laki-laki yang melaksanakan tarian tersebut, laki-laki hanya bertugas memukul gong dan tewung (gendang panjang). Mereka menari berputar mengelilingi beberapa perlengkapan adat yang ditaruh di bagian tengah tempat tarian, antara lain, lebung, teweb, sumpit, dan mandau serta potongan kayu Leban dan rotan.
Tarian Ngewai ditarikan mengikuti hitungan ganjil (7 kali putaran) dan genap (8 kali putaran) atau sebanyak 15 putaran searah jarum jam.
Setelah Ngewai, kemudian dilakukan prosesi membuang tebu yang ditumbuk bersama beras atau disebut Endeak Luak di tangga tempat naik ke atas rumah.
Setelah semua keluarga yang melaksanakan naik ke atas rumah, puncak keramaian Neak Lom akan terkosentrasi di halaman rumah, karena terdapat prosesi yang sangat ditunggu oleh masyarakat yang disebut Ngewal (saat ini lazim disebut gong gong gel), yaitu menghamburkan uang pecahan ribuan atau recehan berupa uang logam, permen, keripik, dan lain-lain. Ritual Ngewal bermakna membuang semua kejahatan dan sial dan berharap rejeki berlimpah di masa depan.
Pada prosesi tersebut biasanya sangat ramai oleh orang/warga yang memperebutkan uang yang dihamburkan, layaknya uangpao dalam tradisi masyarakat Tionghoa.
Menjelang malam, kaum perempuan tua bersiap-siap untuk mengadakan Nluei. Sekitar pukul 20.00 Wita, biasanya Nluei dimulai. Kaum perempuan tua mulai merapalkan mantra dan doa dalam bentuk nyanyian yang berisikan rangkaian cerita dan silsilah keluarga yang melaksanakan Neak Lom, hingga berakhir anak yang melaksanakan Neak Lom itu sendiri.
Dalam Nluei tersebut, bermakna sangat dalam bagi Suku Wehea, karena semua keluarga dapat mengetahui tentang keturunan dan leluhurnya secara lengkap.
Terdapat sebuah harapan besar dari prosesi Neak Lom, yaitu berharap rejeki berlimpah bagi keluarga yang melaksanakan, disamping itu, dengan prosesi ini seorang anak laki-laki/perempuan yang telah melaksanakan neak Lom, secara adat Wehea, layak untuk mengenakan berbagai perlengkapan adat termasuk Lebung.
Sumber : http://oase.kompas.com