Bandung—Akhir Januari 2008 lalu, puncak pimpinan Kepolisian Daerah Jawa Barat berganti tongkat komando. Irjen Pol Susno Duadji ditunjuk sebagai Kapolda baru. Instruksi pertamanya kepada Satuan Lalu Lintas, lenyapkan semua pungutan liar (pungli) baik saat penilangan maupun saat pelayanan pembuatan SIM, STNK, maupun BPKB.
Bahkan Susno mengancam, jika masih melakukan hal itu, dia tidak segan mencopot jabatan anak buahnya. Dari pernyataannya ini jelas terlihat jika Susno tidak menutupi adanya aparat kepolisian yang sering melakukan pungli. Bahkan pekan lalu, Kapolda pun menyita 132 ton minyak tanah dan mengamankan 55 tersangka yang menyalahgunakan BBM bersubsidi.
Ditemui detikbandung di ruang kerjanya, Jalan Soekarno Hatta, Senin Malam (18/2/2008), Irjen Pol Susno Duadji berbicara panjang lebar mengenai pungli. Dia menyatakan pantang bagi dirinya untuk meminta setoran dari anak buah atau memotong hak mereka. Susno berambisi wilayah Jabar bebas dari pungli dan korupsi.
Kabarnya anda menginstruksikan agar pungutan liar (pungli) dihilangkan. Mengapa langkah ini yang anda ambil pertama saat menjabat Kapolda Jabar?
Korupsi itu musuh semua orang, karena korupsi itu mematikan bayi-bayi kita, cucu kita dan juga mematikan republik ini, sehingga republik ini miskin. Kalau miskin kita bodoh, sehingga kita ketinggalan dari negara lain. kenapa ada korupsi? kenapa kita ribut berantem mulu, karena ada korupsi, jadi miskin. Miskin engga ada gawean, engga ada gawean gampang bener untuk dihasut. Coba orang jepang, dia kaya, duitnya banyak, engga sempat mikirin berantem. Pikiran dia makan, senang-senang, kerja. Sementara kita mengadu otot aja. Persoalan kecil saja jadi bunuh-bunuhan.
Langkah pertama (memberantas pungli-red) diri saya sendiri. Saya harus bersih dong. Kalau diri saya minta setoran, minta dilayani. Jadi kapolda jadi ingin kaya raja. Anak buahnya ya engga akan nurut, percuma saya teriak-teriak, namanya munafik ya. Jika saya sendiri tidak minta sama anak buah, tidak motong jatah mereka, saya enak ngecek mereka. Enak marahnya, bayangkan kalau saya masih minta setoran. Mau marah juga malu.
Artinya anda mengakui banyak aparat kepolisian yang sering meminta Pungli. Lantas kenapa anda bisa tidak seperti mereka yang suka meminta pungli?
Nah kalau timbul pertanyaan mengapa saya bisa begitu? Itu semua tergantung bagimana kita memaknai sesuatu. Memaknai kehidupan dan memaknai kebahagian. Kalau saya termasuk aliran matrealistis, bahagia saya karena materi, maka saya akan mengumpukan harta sebanyak-banyaknya. Tapi bagi saya tidak ya. Uang memang perlu untuk hidup, tapi uang tidak segalanya.
Toh banyak kan orang yang punya uang berkarung-karung, tidak bahagia, lalu mati. Atau justru cerai, anak-anaknya berantakan. Udah cukup kaya gini, toh makan sepiring juga. Mobil engga perlu bagus-bagus juga, cukup kijang. Kan ninggalinnya enak. Orang malingnya engga mau, ngapain maling kijang. Pakaian juga cukup kaya gini. Engga perlu jam Rolex, kacamata pun ga usah gagang emas, gagang berlian, yang penting fungsinya. Kalau gagang berlian dapat meras, buat apa? Kepuasan itu kan bukan kepuasan akan materi. kepuasan karena orang bahagia, kepuasan di republik ini walaupun hanya sebutir pasir.
Akibat langkah yang anda ambil ini, kini keberadaan calo sulit ditemui di kantor layanan pengurusan SIM. Bagaimana anda melihatnya?
Ya bagus. Jangan takut sama calo, tangkapi calo. Makanya mulainya dari mana sih memberantas pungli ini? Bukan dari polisi di pinggir jalan itu atau petugas pengurus SIM. Polisi di pinggir jalan itu dia akan berbuat manakala yang di atas berbuat. Kalau kapolda kan enak, tinggal ngomong aja, staf saya takut . Yang penting saya tidak. Jadi tinggal perintahkan kabid-kabid direktur di bawah saya. Hai kau harus awasi bawahanmu, kalau kamu tidak bisa, kamu saya copot. Saya tinggal memerintahkan, dia kan punya stafnya lagi, copot copot copot, kan takut semua. Erna Mardiana
Sumber: DetikBandung, Selasa, 19 Februari 2008