Mataram, NTB - Selama 10 hari, mulai 20-29 September 2013, Festival Moyo diselenggarakan di kota Sumbawa Besar. Dalam pekan budaya Sumbawa ini ditampilkan berbagai atraksi yang diawali pembukaan di depan Pendopo Sumbawa.
Ada 800 peniup Basarune (alat tiup Sarune) yang secara massal mengawali meniup tiga melodi Temung Nguri. Temung Nguri berkisah tentang keagungan dan kebesaran serta kejayaan Kesultanan Sumbawa. Ini digunakan sebagai irama kehormatan penerimaan tamu. Kemudian Temung Batu Ngangak dari kisah batu ngangak yang memiliki nilai kemanusiaan, penghormatan kepada seorang ibu.
Rangkaian pembukaan lainnya adalah tampilan tarian Getap Bagentar yang menggambarkan semangat dan kiprah generasi muda dalam membangun bangsa. Setelah itu dilakukan parade budaya Junyung Pasaji. Para perempuan peserta parade mengenakan Bakere Dua atau berkain dua. Satu disarungkan dan satu sebagai penutup kepala atau badan. Kain bawah namanya Kre Lepang atau Kre Pelekat. Sedangkan penutup badan adalah Kre Ragi Bungkis.
Ada beberapa cara pemakaian yakni Tedung Tuntang Salonang tengah, Tedung Tuntang Salonang sisi, Tedung Tuntang Tungkam Rua (mirip Rimpu yang dikenakan suku Mbojo Bima), dan Tedung Tuntang Basalampe
Ada 24 peserta parade budaya dari 24 kecamatan yang menampilkan tema menjunjung sajian acara-acara tradisi lokal yang ada di daerah Samawa (Sumbawa). Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sumbawa Hasanudin mengatakan, pernak-pernik tradisi Samawa yang sangat banyak namun jarang ditampilkan adalah Junyung Pasaji (menjunjung sajian). "Selama ini hanya ritualnya saja. Bajunyung jarang dilirik," katanya kepada Tempo, Jum'at 20 September 2013 petang.
Junyung Pasaji di atas kepala perempuan itu ditampilkan berbeda-beda oleh seluruh kecamatan peserta. Menurut Hasanudin, dalam tradisi Samawa, seluruh ritual mulai dari khitanan anak-anak, mengantar mengaji hingga tamat, sampai perkawinan ada Junyung Pasaji-nya. "Bahkan ada tradisi Junyung Pasaji yang tidak ada di kecamatan lain," ujarnya.
Misalnya Antat Penita dari Kecamatan Utan yang dibawa oleh para gadis untuk diantar ke rumah calon pengantin perempuan untuk makan bersama. Betanak Mulir (ruh) yang dilakukan pada musim kemarau panjang sebagai ritual memohon hujan mengenakan mukena putih di Kecamatan Empang. Ketika padi baru ditanam diharapkan tumbuh subur dan berbuah lebat. Adapun Junyung Pasaji Sedekah Ponan (nama bukit - sebagai lokasi makam Haji Batu seorang penyebar Islam di Moyo Hilir). Seluruh makanan tidak boleh digoreng tapi direbus dan dibungkus menggunakan daun pisang kelapa atau bambu. Bahan dasar makanan dari beras dan ketan.
Direktur Jenderal Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Firmansyah Rahim mengatakan, festival Moyo ini telah menjadi ajang aktualisasi budayawan, seniman, pegiat pariwisata, dan masyarakat Sumbawa. "Serangkaian kegiatan ini merupakan starting point pembangunan pariwisata di sini," ucapnya sewaktu membacakan sambutan Wakil Menteri Kemenparekraf Sapta Nirwandar.
Atraksi lainnya dalam Festival Moyo 2013 adalah Barapan Kebo yang berlangsung di Desa Serading Kecamatan Moyo, termasuk penilaian kerbau hias dan lomba Nguman- penilaian atraksi pemilik kerbau yang berjoget sambil membaca pecut dalam suasana kegembiraan.
Nama Moyo diambil dari nama pulau Moyo yang sudah dikenal oleh para turis luar negeri.
Sumber: http://www.tempo.co