Jakarta - Tarian Sumatra Utara, Tortor diusung Lawatan Sejarah Daerah (Laseda) 2014 untuk menjadi warisan budaya dunia. Lewat workshop yang diadakan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Banda Aceh di Samosir, Sumatera Utara ini, puluhan pelajar SMA dari beberapa kabupaten/kota di Aceh dan Sumut turut mendukung upaya tersebut.
Kepala BPNB Banda Aceh Irini Dewi Wanti mengatakan workshop Tortor dalam Laseda 2014 bukan semata mengajarkan kepada para peserta bagaimana menarikan Tortor dengan benar sebagaimana pakemnya.
”Pada workshop ini kita mendukung dan berharap Tortor yang berasal dari Samosir sebagai warisan budaya nasional menjadi Warisan Budaya Dunia yang diakui UNESCO,” katanya dari siaran tertulis yang diterima Rabu (7/5).
Perri Sagala selaku pengajar workshop Tortor dalam kegiatan Laseda 2014 mengakui bangga para pesertanya mampu dalam waktu singkat menarikan Tortor yang benar.
Menurutnya tarian Tortor yang belakangan ini banyak tersiar di dunia maya, memperkenalkan ke seluruh Indonesia dan dunia. Disisi lain, terdapat perbedaan cara menarikannya. Hal ini membuat orang bingung mana tari Tortor yang sebenarnya.
Dikatakan, Tortor yang ada di internet, Youtube, itu semua itu benar namun ada yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Karena itulah ia senang mendapatkan kesempatan dalam workshop ini untuk meluruskan Tortor yang benar sesuai teknik dan maknanya.
“Kalau orang Batak yang menarikan Tortor itu tidak benar, tidak sesuai yang aslinya saya rada kecewa. Tapi kalau diluar orang Batak, saya bisa memaklumi,” jelasnya.
Manortor atau menarikan Tortor yang benar menurutnya harus memenuhi tiga sarat yakni tariannya itu sendiri, ulos, dan alat musik gondang. Ketiganya tidak bisa dipisahkan dari tarian muda-mudi ini.
Tortor merupakan jenis tarian purba dari Batak Toba yang berasal dari Sumut yang meliputi daerah Samosir, Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan Humbang Hasundutan.
Secara fisik Tortor merupakan tarian. Tapi kalau lebih dipahami gerakan-gerakannya, sebeneranya tortor labih dari sekadar tarian bisa.
“Dia bisa juga menjadi media komunikasi karena terjadi teraksi antara partisipan upacara,” ungkap Perri.
Ia mendukung upaya tersebut dan berpendapat workshop seperti ini harus sering dilakukan. Menurutnya pemerintah dalam hal ini Pemkab Samosir, Pemprov Sumut, dan pusat harus lebih gencar memperkenalkan Tortor baik di tingkat daerah, nasional maupun internasional supaya Tortor berhasil menjadi Warisan Budaya Dunia.
“Kalau di tingkat kabupaten dan provinsi, paling hanya pementasan di event-event budaya seperti Festival Danau Toba dan lainnya,” ujarnya.
Setelah dinobatkan menjadi Warisan Budaya Nasional, tarian Tortor kemudian didaftarkan ke UNESCO agar diakui sebagai Warisan Budaya Dunia. Namun untuk mendapatkan predikat itu, Tortor harus bersaing dengan sejumlah karya budaya dari beberapa negara lain.
Sumber: http://www.suarapembaruan.com