DENPASAR, Guru Besar Universitas Udayana Prof Dr I Nyoman Darma Putra mengingatkan, sektor pariwisata yang berkembang pesat kini menjadi salah satu ancaman terhadap pengembangan dan kelestarian seni budaya yang diwarisi masyarakat Pulau Dewata.
"Pariwisata menjadi ancaman lewat kekuatan kapital dan global, sering dicurigai sebagai musuh dalam selimut yang secara diam-diam bisa menghancurkan seni budaya lokal," kata Prof Darma Putra di Denpasar, Rabu.
Alumnus S-3 University of Queensland Australia itu mengatakan, kekhawatiran tersebut tidak berlebihan, mengingat resiprokalitas paradoksal bermuara menjadi kekuatan tunggal untuk membela supaya seni budaya Bali tetap kokoh atau ajeg.
Selain itu seni budaya Bali berkesinambungan, sekaligus menjadi pilar dan daya tarik utama pariwisata. Bali kaya akan budaya jalanan (street culture), namun miskin akan budaya yang dipentaskan di panggung (staged culture).
Darma Putra menambahkan, berkembang dan lestarinya seni budaya di tengah-tengah kehidupan dapat dilihat dalam berbagai bentuk, mulai dari kegairahan masyarakat untuk melaksanakan upacara keagamaan.
Selain itu melakukan renovasi tempat-tempat suci dengan arsitektur khas Pulau Dewata, mengenakan busana adat sampai pada kebanggaan menjadi orang Bali.
"Ketika kebalian itu terancam hilang, mereka berteriak kembalikan Baliku padaku!" ujarnya seraya menyebutkan banyak contoh semaraknya street culture belakangan ini.
Menurut Darma Putra, prosesi ogoh-ogoh merupakan tradisi baru, yang ditemukan di tengah memuncaknya kekhawatiran masyarakat akan lenyapnya budaya Bali dari gerusan gelombang pariwisata.
Sebelum tahun 1980-an, prosesi ogoh-ogoh menjelang malam pergantian tahun baru Saka (Hari Raya Nyepi) hampir tidak ada. Belakangan, sejak tahun 1990-an, pawai ogoh-ogoh seperti menjadi keharusan rangkaian ritual penyambutan tahun baru Saka.
Pemerintah Kota Denpasar bahkan melihat pentingnya kreativitas masyarakat khususnya anak muda dalam tradisi baru ogoh-ogoh sehingga mengadakan festival pengarakan boneka raksasa dengan aneka bentuk tersebut.
Contoh lain dari semaraknya budaya masyarakat (jalanan) adalah prosesi melasti (membersihkan benda suci) ke pantai atau sumber mata air dan aktivitas lainnya di pura setiap purnama atau tilem, disamping puncaknya saat "piodalan", tutur Darma Putra.
Piodalan adalah ritual permohonan keselamatan di pura yang digelar rutin sesuai ketentuan jatuh tempo, semacam ulang tahun.
Sumber : http://oase.kompas.com