Haryono menunjukkan kaki kanan burung kuntul yang berbalut perban dipasangi penyangga kayu. Cedera kaki burung yang umurnya belum genap dua bulan itu didapat dua pekan lalu saat terjatuh dari rerimbunan dedaunan pohon tinggi. Burung mungil itu jatuh dari ketinggian 15-20 meter. Ia tergelincir dari sarangnya akibat empasan angin dan derasnya hujan. Saat itu, sekitar 80 kuntul menghunjam bumi berikut puluhan telur yang siap menetas. Hanya dua butir telur dan 32 kuntul yang selamat. Jumat lalu, puluhan anakan itu mengejar potongan daging lele yang dilempar Haryono, pengelola Desa Wisata Ketingan yang bermukim di Dusun Ketingan, Tirtoadi, Mlati, Sleman. Fauna eksotik itu memang rentan jatuh dari sarang. Anakan kuntul di bawah dua bulan dan belum bisa terbang dipastikan banyak mati jika tak segera ditangani setelah "terjun bebas". Kuntul tergolong burung manja dan unik. Hingga berumur dua bulan, makan anakan kuntul bergantung penuh pada induknya, seperti katak, ular, belalang, cacing, ikan, tikus, dan serangga lain. Selera makannya sangat besar. Namun, si induk sebenarnya cuek dan "kejam". Bila anaknya jatuh dari sarang dibiarkan saja. Berbeda dengan sebagian burung pipit. Potensi jatuh sangat tinggi. Sebabnya beragam, dari rebutan makan di dalam sarang hingga tiupan angin kencang. Bentuk sarang agak landai seperti bentuk piring. Alhasil, dengan ratusan pohon melinjo, bambu, sawo, dan johar sebagai habitat ribuan kuntul, Haryono dan warga lain sering memunguti anakan kuntul dan telur yang berserakan. Sehari selalu ada anakan kuntul terjatuh. Menurut Sujari, warga Ketingan, kuntul dirawat baik. Mereka dipelihara hingga dua bulan, sebelum dilepas. Saat itu cukup dewasa untuk terbang dan mencari makan sendiri. Ongkos makan kuntul tak murah. Dari 32 kuntul yang sekarang dirawat Haryono, setiap hari menghabiskan 2 kilogram daging lele, yang jika dirupiahkan bisa Rp 15.000. Balai Konservasi Sumber Daya Alam rutin menyokong dana. "Dua kilogram daging sehari untuk 31 burung kurang. Mereka kelaparan. Kuntul selalu makan dan sepertinya tak pernah kenyang," ujar Haryono. Maskot Ketingan Kuntul mendatangi Ketingan tahun 1997. Sejak itu ia tinggal di dusun tersebut dan sempat banyak dicari pemburu liar. Menyadari keunikan burung kuntul yang usia hidupnya lima tahun itu, Ketingan dijadikan Desa Wisata pada 2002. Sejak saat itu kuntul dilestarikan. Perburuan pun dilarang. Bahkan, satu papan di dusun tertera tulisan "Dilarang Membunyikan Petasan". Tenyata bunyi keras membuat kuntul terbang dan menghilang dari Ketingan. Itu pernah terjadi. Sekarang, ribuan kuntul adalah kekayaan Ketingan. Meskipun hujan menebar aroma kotoran kuntul, hal itu tak masalah. Selain daya tarik wisata, kuntul mengamankan sawah petani dari hama. Di Ketingan, tangan-tangan welas asih warga memelihara anakan kuntul yang berjatuhan ke bumi. Tak sekadar memungut. (LUKAS ADI PRASETYA)
Sumber: http://cetak.kompas.com