Jambi - Seniman dan budayawan tradisi Jambi Azhar MJ mengatakan, keberadaan kopiah yang sudah menjadi budaya nasional, bagi Kabupaten Kerinci merupakan warisan budaya proto-Melayu di masa lampau yang dikenal dengan nama "tuguk".
"Kopiah atau tuguk itu bagi masyarakat Kerinci telah menjadi warsan budaya masa lampau di zaman proto-melayu dan sudah menjadi ciri umum masyarakat Melayu Islam," katanya.
Di masa lalu tuguk tersebut dibuat dari bahan dasar upih pinang atau kulit kayu berbentuk pembalut atau penutup kepala.
Di masyarakat Kerinci dikenal tiga macam tuguk, yakni tuguk adat, tuguk sembahyang dan tuguk umum. Tuguk adat sering sering disebut suluk, tuguk sembahyang disebut tuguk piah dan untuk umum yang juga dipakai kaum petani tetap disebut tuguk.
Tuguk adat dipakai oleh kaum adat khususnya kaum anak lelaki yang disebut "tegane" memiliki ronce atau rumbai seperti ronce toga wisuda yang terselip dan menjuntai dari sebelah dalam tuguk di pelipis sebelah kiri.
Ronce ini ada yang satu ada yang dua, tiga dan seterusnya hingga paling banyak berjumlah tujuh ronce, yang melambangkan kemampuan niti mahligai kaum anak perempuan dalam menjalani tahapan ritual "niti mahligai" dalam prosesi penobatan atau pengangkatan wakil mereka sebagai tegane atau pemimpin kaum mereka.
Pada masa kini, keberadaan tuguk sudah berkembang menjadi kopiah yang dipakai secara umum bahkan juga di acara-acara resmi keagamaan, kenegaraan dan lainnya seperti juga yang dipakai setiap presiden sebagai salah satu bentuk budaya nasional.
"Jadi meskipun tidak dapat dipastikan budaya kopiah tersebut berasal dari proto-Melayu Kerinci, setidaknya Kerinci memiliki sejarah panjang tentang keberadaan tuguk tersebut, sama halnya dengan budaya ’kuluk" atau "tapu", penutup kepala bagi kaum perempuan yang kini gencar direvitalisasi dan diangkat," kata Azhar.
Sumber: http://oase.kompas.com