Kilau Sumba Barat di Kancah Internasional

Sumba, NTB - Potensi Sumba Barat kian terdengar gaungnya di level internasional, pencapaian ini tentu dapat dijadikan ‘pemicu’ untuk kembali meningkatkan potensi pariwisata Indonesia secara menyeluruh.

Indonesia Timur, khususnya Pulau Sumba Barat dikenal dengan potensi wisata alamnya yang indah dengan pantai-pantainya yang eksotis. Itu sebabnya sajian panorama alam yang sempurna, dipadu dengan kentalnya budaya khas masyarakat adat setempat. Membuat para pengunjung tak ada hentinya berdecak kagum menikmati dashyatnya surga dunia ini.

Beberapa tahun belakangan pulau yang terkenal dengan permainan ketangkasan Pasola ini, menjadi sorotan sekaligus memikat banyak pelancong untuk datang berkunjung ke pulau cantik tersebut.

Menurut Kepala Bappeda Kabupaten Sumba Barat, Aloysius Seran kepada Koran Jakarta, antusiame wisatawan belakangan sangat tinggi. Pencapaian terbaik ada pada 2014. “Saya hitung-hitung kemarin peningkatan pengunjung dari tahun sebelumnya lebih dari 400 persen lebih,” tutur Aloysius, di Kementerian Pariwisata belum lama ini.

Selanjutnya untuk posisi wisatawan pada 2015, kurang lebih ada sekitar 13 ribu pengunjung, 9 ribu turis asing dan 4 ribu domestik. “Untuk tahun ini diperkirakan pengunjung akan kembali meningkat, karena pada November 2016 mendatang ada acara British Polo Day Sumba Island 2016, yang undangannya sudah tersebar di dunia,” sambung Aloysius.

Untuk memajukan sektor pariwisata, pemerintahan Sumba Barat tahun ini menggelontorkan dana sekitar 124 miliar rupiah untuk membangun infrastrukur wilayah. “Di dalamnya ada pembangunan jalan, irigasi, penataan kampung adat dan lain sebagainya. Semua itu kami lakukan untuk kepentingan memajukan pariwisata kami,” jelasnya.

Lebih lanjut, tidak hanya fokus memajukan wisata bahari saja, untuk wisata budaya sejak 2013 diakui Aloysius, juga tengah gencar ditingkatkan kualitasnya.

“Di sana ada regulasi, kampung adat tidak boleh beratap seng. Misal jika masyarakat tidak memiliki dana untuk mengganti atap alang pemda akan menyediakan anggaran untuk memperbaikinya. Satu rumah tradisional disediakan dana sekitar 25 juta meliputi perawatan fisik bangunan, yang semuanya tersebar di 25 kampung situs di Sumba Barat,” ungkap Aloysius.

Alam Sempurna

Melihat dari potensi pariwisata Sumba Barat, para traveler di sini tidak cuma dapat menikmati wisata bahari saja. Tetapi, kita juga dapat ‘menyelami’ indahnya kampung tradisional yang tersebar di wilayah ini.

Meski banyak dari wisatawan yang mengaku gemar diving dan berselancar di perairan Sumba Barat, tren menjelajah kampung tradisional juga mulai dilirik. Aloysius mengatakan, kedua sektor pariwisata ini belakangan merupakan andalan kabupaten Sumba Barat.

“Jika dilihat peminatnya hampir sama antara wisata bahari dan budaya. Apalagi eksotisme kampung adat juga sangat memikat, setiap kampung memiliki even tersendiri, dan puncaknya akan di gelar pada Oktober 2016,” jelas Aloysius.

Tidak sampai di situ, Aloysius menambahkan agar semua kekayaan khas Sumba Barat ini tetap terjaga, sejak dini anak-anak muda sudah diwajibkan terlibat dalam even-even budaya di Pulau Sumba.

“Seluruh masyarakat Sumba terlibat. Anak-anak dari tingkat pendidikan PAUD, SD, SMP kita libatkan, entah mereka menari tarian tradisional khas Sumba dan lain sebagainya, jadi regenerasi ke depan terhadap pelestarian budaya asli Sumba diharapkan bakal tetap terjaga,” katanya. ima/R-1

Dilirik Dunia

Sementara itu pencapaian terbesar untuk memajukan pariwisata Sumba ke kancah internasional pun sudah terbuka. Salah satu resort cantik bernama Nihiwatu, yang terletak di Desa Hobawawi, Wanukaka, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, terpilih sebagai hotel terbaik nomor satu dari ajang World’s Best Travel Awards 2016 pada awal Juli 2016. Nihiwatu mengalahkan deretan hotel bergengsi di AS, Selandia Baru, Australia, serta Ekuador dan Cile.

Menurut data yang dirilis Biro Hukum dan Komunikasi Publik, Kementerian Pariwisata, Nihiwatu meraih skor tertinggi 98,35 mengalahkan hotel-hotel bertaraf internasional. Di antaranya The Spectactor di Charleston, South Carolina 97,78 dan Huka Lodge di Taupe, New Zealand 97,65. Selain Nihiwatu, The St. Regis Bali Resort, Nusa Dua, Bali berada di peringkat 35 hotel terbaik dunia dengan skor 96,22.

Pencapaian ini tentu membawa dampak positif untuk pariwisata Indonesia ke depan. James McBride, Managing Partner Nihiwatu, menjelaskan penobatan ini merupakan sesuatu yang sangat membanggakan khususnya bagi masyarakat Kabupaten Sumba Barat.

Resort ini terpilih karena berhasil menjadi destinasi yang mengolaborasikan petualangan aktif, kemewahan, lengkap dengan unsur-unsur budaya lokal, dan pemandangan alam yang eksotis.

Lalu resort ini juga menerapkan konsep ekowisata, di mana para pengunjung tidak hanya diajak menjelajah alam, tetapi juga berbaur dengan masyarakat lokal, menikmati alam tanpa merusak, serta terlibat dalam konservasi alam.

“Kami berusaha memperluas pemahaman kami mengenai persepsi umum akan sebuah ‘resort surgawi’, dan kini telah menciptakan sebuah destinasi yang memiliki rekam jejak geografi yang kuat, dengan ruang gerak yang sangat luas, yang memungkinkan para tamu untuk berkelana di alam liar Pulau Sumba,” kata James.

Tidak cuma mengedepankan unsur bisnis saja, tetapi Nihiwatu juga memberdayakan masyarakat setempat dengan baik, sejauh ini 90 persen pekerjanya adalah orang lokal. Lalu para pengunjung resort ini, juga kerap diedukasi serta diajak untuk membantu komunitas lokal Sumba, melalui Sumba Foundation.

Kini, donatur terbesar lembaga tersebut adalah para tamu hotel, yang sekitar 70 persennya selalu kembali berkunjung. Setiap tahun, para tamu hotel itu bisa mengumpulkan hingga 700 dolar AS untuk dialokasikan di berbagai program pemberdayaan masyarkat. Seperti pembangunan mata air di desa, klinik kesehatan, malaria training center, dan program penanggulangan kelaparan.

Melihat kisah sukses Nihiwatu Resort, yang memberdayakan masyarakat lokal membuat Menteri Pariwisata Arief Yahya terispirasi untuk menerapkan konsep pengelola hotel serupa di Indonesia. Wisata berbasis alam, menyumbang sekitar 35 persen jumlah pengunjung, dan separuh diantaranya merupakan ecotourism.

“Nah, penghargaan ini merupakan contoh yang baik untuk ecotourism yang berlandaskan prinsip environment, community and economic (ECE). Saya dengar 90 persen pekerjanya adalah warga lokal, dan tetap menjaga kelestarian alam. Sustainable tourism itu semakin dilestarikan semakin mensejahterakan. Ini bisa jadi model bagi hotel lainnya,” pungkas Arief.


-

Arsip Blog

Recent Posts