Banyuwangi, Jatim - Warga Dusun Andong, Desa Tamansuruh, Kecamatan Glagah, kembali menggelar upacara adat bersih desa Tumpeng Songo. Upacara adat turun temurun ini merupakan bentuk rasa syukur agar selalu diberi keselamatan, kesejahteraan dan dijauhkan dari mara bahaya.
Dalam ritual adat ini, ada beragam prosesi yang harus dilakukan. Mulai syarat-syarat pembuatan sembilan tumpeng, perlengkapan arak-arakan, sampai nyekar bersama di makam para leluhur untuk saling mendoakan.
Arak-arakan tradisi Tumpeng Songo ini dilanjutkan dengan makan bersama warga Dusun Andong. Sekaligus ada proses berebut daging tumpeng sebagai simbol kerja keras dan harapan rejeki yang didapat. Tidak berhenti di situ, acara arak-arakan yang dimulai pukul 15.00 WIB sampai 17.00 WIB ini juga masih dilanjutkan dengan gelar tumpeng di sepanjang jalan rumah warga masing-masing. Baru kemudian dilanjutkan acar hiburan seni pertunjukan sampai larut malam.
Sumantri (52), pemangku adat tradisi Tumpeng Songo menjelaskan, ritual bersih desa ini sudah berlangsung turun temurun. Hal ini tidak lepas dari penghormatan kepada para leluhur atau nenek moyang yang sudah berjasa membuka hutan, cikal-bakal Dusun Andong sendiri. "Ini yang disebut slametan. Sejarahnya, sebelum ada rumah, dulu di sini alas curah andong. Banyak bunga, maka disebut Dusun Andong," tuturnya kepada Merdeka Banyuwangi di sela persiapan arak-arakan, Minggu (21/8).
Sumantri sendiri, mengaku sebagai generasi ke-sembilan dari nenek moyang yang sudah babat hutan bernama Buyut Unem dan Buyut Minut. "Tradisi ini disebut bersih desa untuk memperingati kerja keras, desanya supaya aman, biar tentram. Tumbuhan bisa lancar tumbuhnya dan dijauhkan dari balak (petaka)," jelasnya.
Selama proses ritual adat, ada beberapa hal menarik yang menjadi simbol saling menjaga kerukunan dan persatuan. Salah satunya saat memasak tumpeng.
Selama memasak tumpeng, ada pembagian khusus untuk mengolah masakan. Ada yang kebagian membuat kue, menanak nasi, mengolah daging, rempah lauknya, serta kelengkapan tumpeng lain.
Menariknya, selama memasak hingga selesai membuat tumpeng, para juru masak ini tidak boleh saling bicara dan mencicipi masakan. Semua harus diam, dan saling menjaga kepercayaan bahwa hasil masakannya pasti enak. "Ini sebagai simbol kita tidak boleh menghina orang. Meski tidak dirasakan, sudah percaya kalau nanti rasanya akan enak," ujar Sumantri.
Saat Merdeka Banyuwangi menengok ke dapur, para perempuan yang memasak memang hanya sibuk menata tumpeng. Mereka puasa bicara untuk sementara. Selain itu, lauk yang dimasak dalam tradisi Tumpeng Songo ini harusada satu ekor sapi. Setelah disembelih dan diolah, menariknya semua bagian dari organ sapi ini harus dimasak.
"Sapi ini kan satu, ini simbolnya penyatuan masyarakat. Semua bagiannya harus dimasak, meskipun itu bagian telinganya, lidahnya. Semua harus dimasak meski sedikit," jelasnya.
Hal menarik lainnya, para perempuan yang kebagian mengarak sembilan tumpeng dengan cara disunggi, harus dalam keadaan tidak menstruasi. Masing-masing dari mereka mengenakan baju putih.
Setelah merapalkan beberapa doa, dan mengecek semua perlengkapan ritual adat, Tumpeng Songo kemudian diarak bersama seluruh masyarakat. Diiringi alunan musik hadrah dan jidor.
Hanya berjarak kurang lebih 400 meter dari ruang pemberangkatan, rombongan arak-arakan sudah sampai di makam para leluhur. Satu per satu tumpeng diturunkan, kemudian mulai anak-anak, remaja sampai yang tua menggelar doa bersama. "Semoga dijauhkan dari balak, dan diberi kesehatan, panjang umur. Semoga almarhumah ini diampuni dosa-dosanya. Dan terima amal ibadahnya," tutur salah satu tokoh adat yang memimpin doa.
Sementara itu, Nursamsi, Kepala Desa Tamansuruh mengatakan sangat mendukung adanya tradisi Tumpeng Songo. Menurutnya tradisi kebudayaan di desanya ini harus tetap lestari. Warga Dusun Andong sendiri, saat ini sudah mencapai 250 kepala keluarga, semua masih kompak melakukan tradisi tersebut.
"Kami selalu mendukung agar tetap lestari. Selain Tumpeng Songo, di sini masih ada lagi tradisi yang khas yaitu Pencak Sumping di dusun Mondoluko. Biasanya diadakan setelah Idul Adha dan sorenya ada ritual Ider Bumi, itu juga khasnya sini," tuturnya.
Sumber: http://banyuwangi.merdeka.com