Banjarmasin, Kalsel - Indonesia memang sangat kaya akan keragaman seni dan budaya. Masing-masing daerahnya, memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri.
Seni dan budaya yang sangat beragam tersebut, merupakan salah satu aset yang sangat berharga. Selain mencerminkan sebuah peradaban, juga mencerminkan karakter sebuah bangsa.
Seperti halnya di daerah Jawa, ternyata Kalsel juga memiliki seni pertunjukkan wayang kulit yang dikenal dengan nama wayang kulit Banjar.
Wayang kulit Banjar ini berkembang di Banjarmasin, tepatnya pada masa kepemimpinan Sultan Suriansyah. Saat itu, Sultan meminta bantuan dari kerajaan Demak ketika hendak berperang, dengan perjanjian apabila menang dalam perang, maka akan menganut Islam bersama dengan rakyatnya.
Kemudian Sultan berhasil menang dalam perang tersebut. Sesuai janjinya, maka Sultan dan juga rakyatnya menganut Islam. Dan akhirnya, raja Demak saat itu memberikan hadiah berupa satu set perlengkapan wayang.
Termasuk peralatan musik gamelan yang digunakan untuk mengiringi pertunjukkan wayang tersebut, sebagai media untuk menyebarkan Islam di Kalsel.
Semenjak saat itulah, kesenian wayang kulit Banjar mulai berkembang dalam masyarakat Banjar untuk menyiarkan ajaran Islam di berbagai penjuru Kalsel.
Peralatan yang digunakan dalam pertunjukkan wayang kulit Banjar ini tak jauh berbeda dengan wayang kulit di Jawa. Antara lain menggunakan wayang dan lampu minyak, yang disebut balencong.
Musik penggiring yang digunakan untuk pertunjukkan wayang kulit Banjar adalah musik gamelan Banjar atau dikenal dengan istilah karawitan.
Dan jenis nadanya adalah selendro. Selanjutnya, tokoh dalam wayang kulit Banjar, kadang-kadang ada yang sama dengan nama tokoh wayang Jawa.
Umumnya juga wayang kulit Banjar pergelarannya dilakukan semalam suntuk hingga menjelang salat subuh. Namun bisa juga ditampilkan hanya sekitar sekitar 60 hingga 75 menit pada acara tertentu.
Misalnya acara-acara seremonial yang dihadiri oleh pejabat-pejabat penting sehingga pertunjukannya dipersingkat. Meski memiliki banyak kesamaan, namun ada juga beberapa perbedaan antara wayang kulit dari daerah Jawa dengan wayang kulit Banjar.
Perbedaannya, antara lain ada pada bahasa dan juga ukuran wayangnya. Pada wayang kulit Banjar selalu menggunakan bahasa Banjar dan juga ukuran wayangnya relatif lebih kecil.
Selain itu, dari sekian banyak wayang yang digunakan, ada salah satu wayang yang ada dalam wayang kulit Banjar, namun tidak ada dalam wayang kulit Jawa. Wayang tersebut dinamakan wayang aduan. Biasanya digunakan untuk tokoh-tokoh anak raja yang sedang melakukan sayembara.
Media Sampaikan Pesan
Seorang tokoh seniman Kalsel, AW Sarbaini mengatakan, pertunjukkan wayang kulit Banjar bisa ditampilkan pada beberapa acara seperti, perkawinan, sunatan, dan juga sebuah hajatan.
Dia menambahkan, untuk pertunjukkan pada acara perkawinan bisa dilakukan malam sebelum pernikahan, atau yang disebut walam wawayun. Dan bisa juga dilakukan malan hari usai melakukan resepsi pernikahan, atau yang disebut malam panganten.
"Wayang kulit Banjar biasanya ditampilkan pada acara pernikahan, sunatan, dan juga hajatan," ujar pendiri Sanggar Seni Tradisional Ading Bastari di Barikin ini.
Menurutnya, untuk acara pernikahan, pertunjukkannya bisa dilakukan pada walam wawayun, untuk menghibur tukang kawah (tukang masak nasi), dan tukang pendiri tenda. "Atau pada malam pangantennya," tambahnya.
Sesuai perkembangan zaman, cerita yang dipentaskan dalam wayang kulit Banjar saat ini dibagi menjadi dua. Ada yang ceritanya, sesuai dengan aslinya atau pakemnya. Misalnya cerita mahabrata dan lain sebagainya dan juga cerita yang dibuat sendiri oleh dalangnya.
Ada cerita yang dipentaskan sesuai dengan pakem aslinya, seperti mahabrata. Namun ada juga yang lebih dinamis ceritanya, dan dibuat sendiri oleh dalangnya, untuk menyesuaikan dengan lingkungan.
"Kadang-kadang ada saja warga yang ingin dibawakan sebuah cerita yang berkaitan dengan isu-isu terhangat, yang sedang terjadi di sekitarnya," ujar Sarbaini.
Wayang kulit Banjar, juga dapat dijadikan sebagai sebuah media untuk menyampaikan pesan-pesan, yang berkaitan dengan kehidupan, pergaulan, dan juga lingkungan bagi para penontonnya. Dalam pertunjukkannya, juga ada mengandung unsur pendidikan.
"Pertunjukkan wayang kulit Banjar, merupakan media untuk menyampaikan pesan-pesan moral. Misalnya, bagaimana cara yang muda ketika berhadapan dengan yang lebih tua, dan sebaliknya," ujar pria yang pertama kali mengembangkan musik panting di Kalsel ini.
Sumber: http://www.banjarmasinpost.co.id