Surakarta, Jateng - Belasan penari perempuan menggunakan kemben--kain jarik yang menutup hingga bagian dada--menari di area panggung terbuka Taman Tirtonadi dalam ajang Festival Tirtonadi, Sabtu (19/3) malam.
Penari-penari tersebut mengisahkan kegembiraan perempuan desa yang sedang berkumpul dan bercanda. Hingga akhirnya muncul seorang lelaki yang mengincar salah seorang di antaranya, Nawangsih, anak seorang penyeberang perahu.
Lelaki itu, Reksa, berupaya mendapatkan cinta Nawangsih dengan segala cara. Termasuk mencuri jarik yang tengah dijemur oleh Nawangsih. Dan pada akhirnya itulah yang terjadi, Nawangsih dan Reksa menjadi dekat dan saling mencintai. Kemudian muncul tokoh Janur, yang mencintai Nawangsih dengan tulus ikhlas dan rela berkorban untuk pujaannya itu.
Penulis cerita Hanindawan mengadaptasi kisah Jaka Tarub dengan Nawangwulan dalam sebuah cerita berjudul "Jarik". Bagaimana Jaka Tarub mencuri selendang Nawangwulan, sang bidadari langit, sehingga tidak dapat pulang ke langit?
Di tengah guyuran hujan, Festival Tirtonadi digelar. Hujan tak menghalangi pementasan yang baru pertama kali diselenggarakan. “Awalnya kami ingin mementaskan di tengah Kali Anyar, mengingat gambaran cerita terjadi di perahu yang sedang berlayar. Tapi karena pertimbangan keamanan, kami batalkan,” ujarnya, Sabtu (19/3).
Memang, saat itu arus Kali Anyar begitu derasnya. Bahkan bambu-bambu yang dipasang kain sebagai simbolisasi layar sebuah perahu dan ditancapkan di tengah sungai, terseret terbawa arus.
Mengandalkan 170 pemain, "Jarik" bercerita tentang arti pentingnya cinta. Baik cinta kepada sesama atau pun kepada sesuatu. “Makanya kami adakan di pinggir sungai, agar masyarakat kembali mencintai lingkungannya,” tambahnya.
Cinta yang diangkat tidak hanya cinta tulus saling berbagi seperti yang ditunjukkan Janur kepada Nawangsih, tapi juga cinta penuh siasat seperti yang dilakukan Reksa. Dalam pertunjukan sekitar 90 menit ini, Hanindawan memadukan tari, ketoprak, dan seni suara. Unsur modern disisipkan tatkala adegan Reksa dan Nawangsih tengah dimabuk asmara, iringan musiknya menggunakan lagu Mahadaya Cinta yang dipopulerkan Krisdayanti.
Kepala Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Surakarta Purnomo Subagyo berupaya menggelar pertunjukan seni di lokasi-lokasi yang selama ini jarang tersentuh. Di Taman Tirtonadi misalnya. Di mana pertunjukan beradu suara dengan ramainya kendaraan yang melintas di Jalan Ahmad Yani, ataupun klakson bus yang hilir mudik di Terminal Tirtonadi.
“Kami ingin ada suasana lain dalam sebuah pertunjukan. Tidak mesti harus di Ngarsopuro yang selama ini sudah identik untuk pertunjukan seni,” terangnya.
Sumber: http://www.tempointeraktif.com