Surakarta, Jateng - Pemerintah pusat sudah melakukan pencatatan warisan budaya di berbagai daerah, termasuk dengan menempatkan petugas penilik budaya. Tapi, kegiatan pencatatan itu terhenti setelah otonomi daerah berlaku.
Sejak itu, tidak semua daerah melanjutkan program pencatatan itu. "Bahkan, ada daerah yang tidak memiliki Dinas Kebudayaan," kata Staf Ahli Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Harry Untoro Drajat, di Surakarta, Jawa Tengah, Rabu (22/12).
Alhasil, proses pencatatan warisan budaya menjadi putus. Segala perkembangan tentang kondisi cagar budaya, baik berupa benda atau tak benda, menjadi tidak jelas. Untuk itu, pemerintah berniat melakukan pencatatan ulang warisan budaya melalui sebuah gerakan nasional.
Setiap daerah akan diminta untuk menginventarisasi warisan budaya mereka, "Baik bangunan, naskah kuno, museum, atau pertunjukan," kata mantan Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata ini. Keharusan pencatatan itu sesuai dengan amanat Undang-Undang Cagar Budaya Bomor 11 Tahun 2010, yang baru saja disahkan pada 24 November lalu.
Harry menyatakan, akan segera diterbitkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur teknik pencatatan dan pelestariannya. "Ada 16 peraturan yang akan diterbitkan," katanya. Pencatatan ulang ini dinilai penting untuk mengetahui secara nyata kekayaan budaya Indonesia. Dengan demikian, ia dapat menjadi bukti kepemilikan jika ada klaim dari pihak atau negara lain.
Tindak lanjut dari pencatatan adalah pelestarian warisan budaya. Rencananya, pemerintah akan memotong 5-10 persen dari penerimaan pajak untuk kebudayaan. "Misalnya digunakan untuk pelestarian, pertunjukan budaya, hingga promosi wisata budaya," katanya.
Rencana pemotongan tersebut akan tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Kebudayaan yang saat ini draf akademisnya sedang digodok. "Sudah ada pembicaraan dengan 16 departemen terkait. Semoga bisa terealisasi," kata dia.
Wali Kota Surakarta, Joko Widodo, mendukung pemotongan pajak untuk pelestarian budaya. Menurutnya, hal itu akan mendorong pelestarian budaya ke arah yang lebih baik. "Saya mendukung 200 persen," ujarnya.
Harry menyebut Surakarta sudah menjadi sentra budaya di Jawa. Sehingga warisan budaya yang ada harus dilestarikan. Joko mengaku siap membantu, antara lain dengan turut memotong pendapatan pajak daerah untuk pelestarian warisan budaya milik Surakarta.
Sumber: http://www.tempointeraktif.com