Oleh L. Riansyah
Banyak yang memandang sebelah mata terhadap genre musik dangdut yang satu ini. Bagi penggemar musik dangdut yang “orisinil”, dangdut koplo tak lebih adalah musik pinggiran dan nggak layak masuk dalam semesta musik dangdut tanah air. Masih ingat barangkali kontroversi antara sang Raja Dangdut, Rhoma Irama dan Ratu Ngebor, Inul Daratista pada tahun 2003. Berdalih erotisme dan pornoaksi, Rhoma dan berbagai musisi melayu mengecam keberadaan Inul karena dianggap mengotori harkat dan martabat musik dangdut/melayu. Bahkan, Rhoma sempat melarang Inul menyanyikan lagu-lagu karyanya jika gaya dangdut Inul masih “menyimpang”. Padahal, nafas dangdut koplo adalah penyanyi yang mampu bergoyang dan bergerak lincah di atas panggung. Repertoar seperti itulah yang menjadi salah satu daya tarik bagi penggemarnya. Karenanya, meski dianggap musik dangdut pinggiran, musik koplo tetap memiliki segmen tersendiri di masyarakat.
Kini, perkembangan dangdut koplo sangat luar biasa. Puluhan grup orkes melayu (OM) mempopulerkan aliran dangdut yang bercirikan dominasi tabuhan gendang ini melalui hajatan masyarakat seperti perkawinan, khitanan, peringatan hari besar dan sebagainya. OM Palapa, OM Monata, Sera, Mahkota, Mutiara dan RGS adalah sebagian dari orkes melayu yang cukup populer dan mewarnai blantika perkoploan di Jawa Timur. Pentas Live dan rekaman stodio dari berbagai grup orkes tersebut sudah “terdistirbusi” dengan baik di masyarakat melalui tangan tangan cekatan pedagang kaki lima (PKL) dalam bentuk kepingan CD. Bahkan seakan para pedagang kaki lima tersebut juga diperbolehkan menggandakannya lebih banyak lagi dengan cara-cara illegal.
Di antara grup orkes koplo tersebut juga sudah mulai ekspansif bergoyang di layar televisi semisal J-TV (Surabaya), A-TV dan Batu TV (Kota Batu), juga sesekali di televisi nasional seperti pentas OM Monata di TPI beberapa waktu yang lalu. Dangdut koplo juga ikut mewabah di dunia maya. Ribuan musik, video klip, dan foto-foto artisnya ikut berkompetisi dalam ratusan situs dan blog yang menanti untuk diunduh. Memang ini menjadi perkembangan yang luar biasa. Laju perkembangan dangdut koplo telah membuat saya ragu untuk menempatkan musik ini sebagai musik pinggiran.
Ada dua watak dari musik koplo yang cukup membuat saya terkesan. Pertama watak menghibur. Mau lagu sedih, lagu cengeng, lagu marah, lagu romantis, lagu balad, atau lagu religius, tetep bisa disentuhnya menjadi lagu ceria dan penuh goyang. Tabuhan gendang dan ketipung akan mengubah nuansa musik yang versi aslinya slow atau mello menjadi lagu yang bergairah. Inilah yang membuat beberapa orang marah karena dangdut koplo dianggap telah merusak “suasana” bermusik.
Watak kedua adalah predator. Musik koplo bisa “melayani” permintaan lagu apapun. Mau lagu yang awalnya pop, india, jazz, rock, capursari, bahkan qasidah bisa dipermak menjadi lagu versi koplo yang enak. Memang tidak banyak lagu-lagu sendiri yang dimainkan oleh musisi koplo. Kebanyakan para biduan koplo memang menyanyikan lagu-lagu yang sudah populer. Namun hal itu nampaknya memang menjadi hakekat kerja seni mereka. Para penggemar koplo seakan memberi amanah kepada berbagai musisi koplo tersebut untuk “menerjemahkan” semua lagu yang beredar di ruang publik menjadi lagu koplo yang hingar, dinamis, dan ceria. Karenanya, setiap pemusik, penyanyi, pengarang lagu dari aliran musik manapun harus siap-siap lewogo (berlapang dada) jika suatu saat nanti lagunya tiba-tiba menjadi koplo.
Saya sebenarnya bukan penyuka musik dangdut, baik yang “asli” apalagi yang versi koplo. Saya baru menggemari koplo sejak 2-3 tahun terakhir, itupun gara-gara tetangga sebelah yang hampir setiap hari memutar musik-musik koplo. Awalnya mengganggu sih, namun lama kelamaan enak juga. Kini saya punya koleksi ratusan video klip dangdut koplo dari berbagai artis dan grup orkes. Bahkan saya sudah berada dalam maqon ngefans berat kepada beberapa artis koplo Jawa Timur seperti Ratna Antika, Rena KDI, Lusiana Safara dan lainnya. Secara khusus, saya juga memiliki rencana untuk melakukan wawancara langsung dengan Ratna Antika plus bonus foto bareng sehingga bisa berbagi dengan para pembaca jelajahbudaya.com. Syukur syukur bisa berduet di panggung, menyenandungkan Sepur Argo Lawu atau Alun Alun Nganjuk.
Sumber: http://www.jelajahbudaya.com