Jakarta - Banyak media untuk bercerita (dongeng). Festival Bercerita Asean 2008, yang dibuka Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta Swasono, Kamis (31/7) di Bentara Budaya Jakarta, menyajikan hal itu. Dari Singkawang, Kalimantan Barat, Chin Nen Sin (66) pewaris (generasi ketiga) seni wayang gantung yang satu-satunya di Indonesia itu, walau tampil sekilas mampu memukau pengunjung yang memadati ruang pameran BBJ.
"Kami pada acara pembukaan hanya diminta tampil singkat, sekilas. Sehingga belum ada cerita klasik yang dituturkan dalam bahasa Kek dan atau dimasukkan sedikit-sedikit bahasa Indonesia. Yang ditampilkan saat pembukaan, wayang gantung tengah memainkan tarian Barongsai," kata Chin Nen Sin dalam bahasa Tionghoa yang dialihbahasakan oleh Thai Siok Jan (59), seusai pertunjukan.
Wayang Gantung Singkawang, oleh kakek Chin Nen Sin dibawa dari China ke Singkawang sekitar tahun 1929. Wayang dimainkan secara turun-temurun. Namun, sekarang tak ada seorang pun putra Chin Nen Sin yang berminat mewarisi keahlian pertunjukan Wayang Gantung Singkawang ini. Bagaimana keunikan wayang yang tak tercantum dalam buku Peta Wayang di Indonesia (1993) dan Direktori Seni Pertunjukan Tradisional (1998/1999), menarik disaksikan Chin Nen Sin mementaskan lakon Cerita Jenaka, Sabtu (2/8) di Bentara Budaya Jakarta.
Sampai 4 Agustus mendatang, akan ada 37 buah Pentas Festival digelar, 45 program anak, dan 12 kertas kerja akan dibahas. Pada pembukaan, selain Chin Nen Sin juga tampil sejumlah pencerita atau pendongeng dari Thailand, Vietnam, Laos, Brunei Darussalam, dan Institut Seni Rupa Indonesia. Mereka menampilkan cerita dongeng dengan caranya masing-masing.
Kongdeuane Nettavong dari Laos, bercerita sembari memainkan Khaen, alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Merdunya suara Khaen, membuat orang yang lumpuh bisa berjalan, orang sakit bisa sehat. Begitu, inti cerita dongeng yang dituturkan Nettavong, yang dikenal sebagai penulis, pendongeng, dan pendidik, yang kini menjabat Direktur Perpustakaan Nasional Laos.
Lain lagi H Kifli bin H Mohd Zain dan H Pawi Tajuddin dari Brunei Darussalam. Ia menyampaikan cerita dongeng dengan syair-syair yang didendangkan. Ceritanya juga sekilas, tentang pertemuan orang melarat dengan sang bidadari. Yang agak lama, pertunjukan wayang rumput, yang dimainkan tiga dosen Institut Seni Rupa Indonesia-Solo. Pertunjukannya dikenal dengan Wayang Rumput Suket Solo. Pertunjukan yang relatif menarik, karena si pencerita (dalang) yang bertopeng, sangat atraktif bercerita tentang mengapa tubuh udang bengkok. Sedang dua pemain lainnya memainkan alat musik.
"Acara ini baru pertama kali diadakan di Asean untuk mempererat kerjasama Asean melalui kerjasama kebudayaan (cerita rakyat) bagi anak dan bacaan anak di Asean. Bacaan anak Asean dan cerita rakyat Asean perlu mendapat perhatian sehingga dapat mendunia dan dikenal secara lebih luas baik di antara negara Asean sendiri atau pun di dunia internasional," kata Ketua Kelompok Pencinta Bacaan Anak, Murti Bunanta. Menurut Meutia Hatta Swasono, kegiatan mendongeng atau bercerita sangat baik untuk perkembangan intelektual anak, ketimbang mereka bermain games.(Yurnaldi)
Sumber: www.kompas.com (31 Juli 2008)