Bali - Bali tidak hanya punya Kuta, Kintamani, Ubud, Uluwatu, Sanur, Nusa Dua, atau Tanah Lot. Masih ada Nusa Lembongan, pulau kecil dan gersang di tenggara Pulau Bali, yang menyuguhkan obyek wisata bahari yang berair sebiru batu safir, suasana kepulauan yang sunyi dan masih `perawan` dibanding Bali yang hiruk-pikuk, dijejali banyak turis, dan banyak polesan demi kepentingan industri pariwisata.
NAMA Nusa Lembongan semula asing bagi saya. Sayup-sayup saya dengar, penduduk pulau itu mengandalkan rumput laut sebagai sumber penghidupan. Hasil pertanian lain tidak banyak memberi harapan karena pulau tersebut tandus. Hanya jagung dan singkong, dalam jumlah terbatas, yang bisa tumbuh, tidak ada cerita tentang obyek pariwisata yang menarik.
Maka, saya enggan ketika ada ajakan untuk mengunjungi Pulau itu bersama keluarga beberapa waktu lalu. Lagi pula, kami punya bayi usia delapan bulan ketika itu. Namun istri saya berkeras. Kunjungan ke Nusa Lembongan merupakan bagian dari acara out bound kantor dia. Untuk acara out bound itu dia panitia.
Saya akhirnya ikut. Pukul 07.30 Wita, kami berangkat dari daerah Tuban menuju Pelabuhan Benoa. Perjalanan dengan taksi ke Benoa sekitar 30 menit. Langit bersih, tanpa awan. Angin bersilir-silir. Sinar matahari terasa hangat. Sebuah awal yang baik, pikir saya.
Kapal yang akan mengangkut rombongan kami sudah menunggu. Kapal ini berkapasitas sekitar 100 orang. Selain rombongan kami, sejumlah turis mancanegara juga menjadi penumpang kapal tersebut.
Nusa Lembongan bisa di akses juga dari Pelabuhan Desa Sanur di Denpasar dan Pelabuhan Tribuana di Bali Timur dengan kapal-kapal kayu. Dua jalur tersebut merupakan rute tradisional Bali-Nusa Lembongan-Nusa Ceningan untuk penduduk lokal. Kapal-kapal kayu itu dilengkapi bambu penyeimbang yang disebut kantih di kanan-kiri demi mengurangi guncangan saat menerjang ombak. Sementara pemberangkatan dari Benoa khusus untuk wisatawan dengan kapal-kapal carteran yang moderen.
Gelombang laut Samudra Hindia cukup tinggi. Banyak penumpang mengeluh pusing-pusing serta mual tetapi bayi kami tetap ceria dan lucu. Ia tidak rewel.
Setelah sejam penyeberangan sampailah kami di perairan Nusa Lembongan. Kapal berhenti di tengah laut karena pulau ini tidak punya dermaga besar. Kami harus naik sampan motor berkapasitas 10 orang dengan lantai kaca transparan untuk mencapai pantai. Lewat kaca transparan itulah kami bisa melihat dasar laut, terumbu karang, serta ikan-ikan di perairan tersebut. Suguhan pertama yang mengasyikan. Perairan di sekitar pulau itu memang sangat bagus untuk aktivitas snorkeling, juga surfing dan banana boat.
Nusa Lembongan berada satu gugus dengan Nusa Penida dan Nusa Ceningan namun Nusa Penida lebih besar sementara Nusa Ceningan lebih kecil. Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan terhubung oleh jembatan gantung sepanjang 300 meter. Sepeda motor bisa melintas di jembatan itu. Secara administratif Nusa Lembongan yang memiliki luas 615 hektar itu masuk wilayah Kabupaten Klungkung, Bali.
Saya berkesempatan mengelilingi Nusa Lembongan dengan mobil pick up terbuka yang diberi bangku kayu panjang. Pick up tersebut dirancang khusus untuk mengangkut turis. Dengan mobil tersebut turis menelusuri perkampungan dan melihat pertanian rumput laut.
Tur keliling pulau itu berlangsung sekitar 30 menit. Pulau itu memang tandus dan gersang. Dataran tertinggi di sini hanya 50 meter dari permukaan laut. Musim hujannya hanya sebentar yaitu dari Desember sampai Februari dengan intensitas curah hujan rata-rata 1000 mm per tahun. Tanaman yang tumbuh di sini hanya jagung, singkong dan kacang-kacangan, kelapa, dan mangga. Air bersih juga terbatas, penduduk harus gali sumur sampai kedalaman 60 meter untuk bisa mendapatkan air. Listrik hanya hidup malam hari.
Penduduk lokal, sekitar 5.000 orang dan terbagi dalam dua desa, umumnya mengandalkan rumput laut untuk menyambung hidup. Yang lain bekerja sebagai pegawai negeri dan pegawai hotel atau resor.
Selat sempit antara Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan merupakan lokasi penanaman rumput laut yang ideal. Air laut di kawasan itu tidak dalam dan itu memudahkan petani untuk menanam dan merawat rumput laut.
Rumput laut jenis alga merah (rhodophyta) tumbuh alami di selat itu dan hasil panennya telah diekspor ke sejumlah negara Eropa serta Jepang. Rumput laut jenis itu bisa menjadi bahan baku kertas dan bisa diolah jadi bioenergi.
"Rumput laut telah banyak membantu orang-orang di sini. Dulu, atap rumah orang-orang di sini dari alang-alang. Beberapa tahun terakhir industri pariwisata juga sudah masuk ke sini tetapi kami bisa seperti sekarang, lebih karena rumput laut," kata Jack, pemadu wisata kami. Jack yang punya nama asli Kadek merupakan pemuda setempat. Banyak atap rumah penduduk di pulau itu sekarang dari terbuat dari genteng.
Sebelum rumput laut menjadi tumpuan, masyarakat setempat mengandalkan jangung, singkong dan kelapa. Tetapi karena musim kering yang panjang tidak banyak yang bisa dihasilkan dari lahan tandus itu. Banyak warga yang bertransmigrasi ke daerah lain ketika itu. Berkat rumput laut, sekarang mereka tidak lagi bertransmigrasi.
Belakangan, industri pariwisata pun menjamah pulau tersebut. Resor dan vila bermunculan di bukit yang gersang. Turis limpahan dari Bali berdatangan.
Letaknya yang terpencil dan kondisi alamnya yang keras membuat Nusa Lembongan menawarkan sesuatu yang lain yang tidak akan Anda temukan di Bali. Pulau ini merupakan lokasi sempurna untuk melarikan diri dari kesibukan. Pantai-pantainya masih asli, belum banyak polesan artifial. Wisatawannya pun tidak seramai Bali.
Bagi Anda yang menyukai wisata bahari dengan aktivitas seperti snorkeling, diving, surfing ini merupakan surga dengan bonus berupa air laut sebiru batu safir serta panorama Bali Timur dan siluet anggun Gunung Agung.
Saya ingin berlama-lama di tempat ini. Ingin rasanya menikmati malam yang senyap dengan langit bertabur bintang serta deru ombak Samudra Hindia yang menerjang pantai. Sayang, paket wisata kami hanya untuk sehari; pergi pagi pulang sore!
Kami kembali ke sampan berlantai kaca itu lagi, lalu naik kapal. Di perairan bibir pantai di belakang kami, tiga pasang turis kaukasia asyik bermesaraan, seakan dunia hanya punya mereka. Ya, di pantai itu memang hanya ada mereka, pasir putih, air laut berwarna biru jernih serta ombak yang menerpa lembut.
Sumber: www.kompas.com (10 April 08)