Banyuwangi Festival Tampilkan ‘The Sunrise of Java’

Jakarta - Kebudayaan dan tradisi lokal tetap harus dipertahankan dan dilestarikan. Sebagai wujud konkretnya, Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, Abdullah Azwar Anas kembali menggelar beragam even kebudayaan dan pariwisata dengan tajuk Banyuwangi Festival (B-Fest) selama September hingga Desember 2013. 
“Bumi Blambangan, julukan lain dari Banyuwangi siap menampilkan berbagai atraksi budaya dan even yang berbasis potensi alam di kabupaten berjuluk The Sunrise of Java. Mulai dari karnaval etnik, sport-tourism, sampai jazz pantai. Acara ini akan memberikan ”Banyuwangi Experience” yang tak akan bisa ditemui di daerah lain,” katanya di Warung Daun, Jakarta, baru-baru ini
Festival ini merupakan etalase besar dari potensi wisata Banyuwangi yang sangat kaya, lengkap dengan kehidupan sosial-budaya masyarakatnya yang terbuka, egaliter, dan punya jiwa seni yang kuat. Langkah ini upaya mengenalkan potensi budaya, pariwisata dan potensi alam Banyuwangi.
Dari sisi atraksi, konsep Banyuwangi Festival adalah mendorong kombinasi kultur lokal dan global, sehingga menghasilkan daya kreasi seni-budaya yang unik dan memikat, seperti Banyuwangi Ethno Carnival dan Banyuwangi Beach Jazz Festival.
Adapun dari sisi even yang berbasis potensi alam, ajang ini menyajikan konsep wisata minat khusus (special interest tourism), seperti sport-tourism lewat ajang Banyuwangi Tour de Ijen.
Rangkaian Banyuwangi Festival dibuka dengan pelaksanaan Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) yang digelar 7 September. BEC yang telah digelar kali ketiga ini, pada tahun ini ini akan mengusung tema ”The Legend of Kebo-keboan Blambangan”.
Kebo-keboan merupakan sebuah ritus masyarakat lokal Banyuwangi yang berisi permohonan kepada Tuhan agar sawah mereka subur dan panen berlangsung sukses. Dalam ritus itu, sejumlah orang didandani seperti kerbau yang merupakan simbolisasi mitra petani di sawah untuk menghalau malapetaka selama musim tanam hingga panen.
”Kebo-keboan sejak lama telah menjadi bagian dari hidup dan kehidupan masyarakat lokal Banyuwangi, terinternalisasi menjadi bagian dari tradisi dan kearifan lokal dalam menjaga kualitas lingkungan. Tema Kebo-keboan sengaja diusung untuk menunjukkan bahwa tradisi bisa bersanding secara harmonis dengan kehidupan modern,” tutur Anas.
Setelah BEC, acara selanjutnya adalah Banyuwangi Batik Festival yang digelar 28 September. Ajang ini akan menjadi pesta bagi para perajin batik lokal bermotif khas Banyuwangi yang sangat terkenal, seperti motif Gajah Oling.
”Batik adalah local genius yang mampu bercerita tentang banyak hal, mulai dari fashion, tradisi, hingga gaya hidup. Kami menyiapkan ajang bagi para perajin batik untuk memamerkan karyanya sekaligus memperkuat dan memperluas pemasaran produknya,” ujar bupati yang pernah menimba ilmu kepemerintahan di John F. Kennedy School of Government, Harvard University, Amerika Serikat, tersebut.
Even ini bakal dihelat 23 November 2013 di Pantai Boom. Tari Gandrung sendiri adalah tari dari Banyuwangi yang sudah mendunia. "Paju Gandrung Sewu akan menjadi pertunjukan yang spektakuler dan fenomenal. Bisa dibayangkan betapa memikatnya jika pesisir pantai dipenuhi seribu penari Gandrung dan seribu penari pendamping,” kata Anas.
-

Arsip Blog

Recent Posts